Setelah sarapan pagi yang lebih awal, kini Ratih pun makan siang lebih awal. Karena peraturan lain yang tidak boleh dia langgar adalah, "Tidak boleh melayani majikan saat sedang lapar." Sebab suara perut yang keroncongan sangat tidak menyenangkan untuk didengar.
"Ganti pakaianmu. Supir akan mengantarkanmu ke tempat Tuan Shaka." Ucap Lasma setelah Ratih selesai makan.
Ratih mengangguk. Ia menuju kamarnya dan mengganti pakaiannya dengan celana jeans dan kaos polos lengan pendek berwarna ungu muda dan celana kulot tujuh per delapan berwarna putih. Ia tidak membawa apapun untuk pergi ke kantor Shaka, tidak tas, tidak dompet, ponsel dan bahkan tidak ikat rambut.
Ratih kembali ke tempat dimana Lasma masih membungkus makan siang untuk majikannya. "Apa aku harus membawa handy talkie?" Tanya Ratih karena itu satu-satunya alat komunikasi yang selama ini dia gunakan saat bekerja dengan Shaka sampai sejauh ini.
"Tidak. Kau akan membawa ini." Lasma menyerahkan sebuah ponsel dengan merk yang Ratih ketahui ternama dan berharga sangat mahal yang sayangnya tidak dia pahami bagaimana penggunaannya karwna selama ini dia hanya menggunakan ponsel android standar atau bisa dikatakan android harga kaum menengah ke bawah yang harga belinya masih bisa ia jangkau.
Ia mengerutkan dahi bingung. Bahkan untuk membuka layar ke layar utama pun dia tidak tahu.
"Buka seperti ini." Lasma memberitahu. "Disini ada nomor telepon Tuan Naraga dan aku. Kalau nanti di perjalanan terjadi sesuatu atau kalau pihak perusahaan mempersulitmu untuk mendapatkan akses masuk, hubungi Tuan Naraga. Dia akan mengantarkan orang untuk menjemputmu." Ujarnya yang hanya diangguki Ratih.
Dengan tentengan berisi tempat makan tahan panas, Ratih berjalan menuju garasi dimana Toni, supir keluarga Arsenio sudah menunggunya.
"Mas yang nganterin aku?" Tanya Ratih yang diangguki pria itu. Waktu Ratih pertama kali masuk, ia pikir pekerjaan Toni sama sepertinya, yaitu khusus melayani Shaka saja. Tapi ternyata Toni adalah supir umum yang berarti dia akan mengantar para pelayan atau siapapun yang bekerja di kediaman Arsenio yang perlu tenaganya.
"Duduk di depan ya." Pinta Toni ramah dan Ratih hanya mengangguk saja.
Dia masuk ke bagian depan sisi penumpang sedan mewah itu dan memangku kotak makan di pahanya. Ia tidak mau meletakkannya di jok belakang karena takut guncangan di mobil selama perjalanan membuat isinya berantakan.
Sepanjang perjalanan, Toni mengajak Ratih untuk bicara. Pria itu menunjukkan beberapa lokasi yang baru Ratih tahu dan mengomentari beberapa hal sementara Ratih hanya menjawab seadanya saja.
"Ini pertama kalinya aku diperintahkan mengirim makanan ke kantor Tuan." Ucap Toni pada akhirnya. "Biasanya Tuan tidak pernah mau repot-repot seperti ini." Lanjutnya saat Ratih tidak menanggapi.
"Mungkin Tuan bosan dengan makanan restoran yang dia pesan." Jawab Ratih pada akhirnya.
"Bisa jadi." Jawab Toni dan mereka memasuki ruang bawah tanah yang Ratih duga merupakan area parkiran khusus pengguna atau pengunjung gedung. "Apa akan lama?" Tanya Toni ingin tahu.
"Aku tidak tahu." Jawab Ratih apa adanya. Nyatanya dia memang tidak tahu akan seberapa lama dia di dalam. Dia juga tidak tahu akan berapa lama dia menemukan kantor milik majikannya.
"Kalau agak lama, aku mau nyebat dulu." Ucap Toni. "Semisal kamu gak nemuin aku, tunggu aja disini ya. Inget-inget ini lantai berapa, blok dan nomor mobilnya." Ucap Toni dan ia menunjuk sebuah huruf besar yang ada di salah satu pilar basemen juga nomor plat mobil yang mereka tumpangi.
Ratih mengangguk, mencoba mengingat empat angka itu dalam hati sebelum melangkah menuju lift yang ditunjukkan Toni.
Saat Ratih menekan tombil lift, seseoran berteriak memintanya untuk menahan dan Ratih melakukannya. Seorang pria bertubuh tinggi dengan bahu yang lebar masuk ke dalam lift dan berdiri di samping kanannya. Pria itu tidak menekan angka lantai karena memang angka tertinggi lift ini terarah ke lantai lobi.
Keduanya keluar bersamaan. Saat pria itu berjalan menuju gerbang masuk, Ratih berjalan menuju resepsionis.
"Saya mau bertemu dengan Tuan Naraga. Asisten tuan Shaka Arsenio." Ucap Ratih pada resepsionis cantik yang mengenakan seragam khusus berpapan nama Talia.
"Tunggu sebentar." Ucapnya dengan senyum di wajahnya.
"Ini kartu pengunjung. Tuan Naraga ada di lantai tiga puluh tujuh." Lanjut si resepsionis lagi. Ratih menerima kartu itu tanpa mengerti harus bagaimana menggunakannya. Saat ia berjalan menuju gerbang berpalang, dia melihat orang-orang yang masuk menekankan benda itu pada sesuatu dan ia pun mencoba mengikutinya.
"Tekan disini." Ucap seseorang di belakangnya. Ratih melihat pria yang tadi naik lift bersamanya meraih kartunya dan melakukan pindai pada layar persegi kecil di sebuah benda yang Ratih sebut pagar.
"Terima kasih." Jawab Ratih lirih yang dijawab anggukkan pria itu.
"Sama-sama. Anggap saja bantuan karena sudah menahan lift untukku." Jawab pria itu dengan senyum di wajahnya. Mereka masuk ke dalam lift bersamaan. "Lantai berapa?"
"Tiga tujuh." Jawab Ratih yang dibalas kernyitan pria itu selama sepersekian detik sebelum menekan lantai yang dimaksud. Dan lagi-lagi, pria itu tidak menekan tombol lain. "Anda mau ke lantai tiga tujuh juga?" Tanya Ratih sopan dan pria itu mengangguk.
"Kebetulan saya bekerja di lantai itu." Jawabnya dan Ratih hanya menganggukkan kepala.
Pantas saja penampilannya sama mahalnya seperti Shaka. Batin Ratih memuji.
Ratih mendongakkan kepala dan memandang angka yang terus bergerak naik. "Kamu mau bertemu siapa?" Tanya pria itu lagi, tampak sekali penasaran.
"Tuan Naraga." Jawabnya apa adanya.
"Naraga?" Pria itu kembali memastikan dan Ratih menganggukkan kepala.
"Anda mengenal Tuan Naraga?" Ratih mendongak karena pria itu memiliki postur yang jauh lebih tinggi darinya, sama seperti tinggi Shaka.
"Kenal. Tapi aku tidak tahu kalau dia mempunyai kenalan semuda dirimu." Ujar pria itu dengan senyum aneh di wajahnya yang bisa Ratih sebut tampan? Atau.. manis? "Apa kau anggota keluarganya? Sepupu? Keponakan?"
"Tidak, saya..." Sebelum Ratih sempat membuka mulut, pintu lift terbuka dan pria yang sedang mereka bicarakan ada di depan pintu tampak berdiri dengan kedua tangan di punggung.
"Selamat siang Tuan Vasilio." Sapa Naraga pada pria yang berdiri di samping Ratih.
"Siang, Naraga. Aku tidak sengaja bertemu dengan..."
"Keponakan saya." Jawab Naraga dengan senyum di wajahnya yang membuat Ratih memandangnya bingung selama sepersekian detik.
"Ah, keponakan." Jawab Aithan dengan senyum di wajahnya. "Aku Aithan Vasilio. Senang bertemu denganmu..."
"Ratih. Namanya Ratih Sekar Arsyana." Ucap Naraha menyebut nama lengkap Ratih yang membuat Ratih memandangnya dengan bingung. Naraga menunjukkan senyum manisnya pada Aithan sebelum membawa Ratih bersamanya.
Aneh. Gumam Ratih dalam hati. Sikap pria tua itu jelas sangat aneh. Namun Ratih tidak bicara apa-apa. Dia hanya mengikuti kemana Naraga membawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...