"Dimana kamar mandinya?!" Lagi, nada suara yang dingin dan menggeram itu membuat jantung Ratih hampir lepas dari rongganya.
"Lu-lurus, Tuan." Ratih menyebutkan jumlah langkah yang harus Shaka lewati dan dimana posisi belokannya.
"Apa kau tidak bisa bicara tanpa gagap?" Ucap Shaka seraya meraba meja wastafel dan meletakkan tongkatnya disana. "Apa aku harus menyuruh Naraga untuk membawamu ke spesialis saraf?" Tangan besar berjari panjangnya menekan keran dan pria itu mencuci tangannya dengan air dingin. "Kau tidak menjawabku?!" Tegur pria itu dengan kernyitan di dahinya seraya menoleh ke arah dimana Ratih berdiri.
Apa pria itu bisa merasakan kehadirannya? Apa pria itu memiliki sensor panas untuk mendeteksi keberadaan manusia? Pertanyaan itu terlintas di pikiran Ratih atas tindakan Shaka yang tak tampak ragu-ragu.
"Ti-tidak, Tuan. Saya tidak gagap." Ratih dengan cepat menjawab dan ingin memukul mulutnya sendiri karena lagi-lagi dia malah menjawab pertanyaan pria itu dengan tergagap.
Ratih melihat alis kiri nan lebat yang terukir sempurna milik pria itu kembali terangkat. Jelas ekspresi mengejek tampak di wajah tampan pria itu. Bahkan saat sedang menghina pun, pria itu masih tampak memesona dan membuat Ratih tak bisa berkata-kata.
"Sa-saya hanya gugup." Jawab Ratih apa adanya karena tahu pria itu menunggu jawaban darinya.
"Gugup? Olehku? Pria buta yang bahkan tidak bisa melihatmu?" Tanya Shaka lagi-lagi dengan nada mengejek.
"Anda tetap majikan saya." Jawab Ratih apa adanya.
"Tentu. Aku si pemilik uang dan kau hanya orang yang kubayar untuk kugunakan jasanya. Berhenti bekerja, sama dengan tidak mendapatkan uang dan tak ada uang berarti kau akan kekurangan. Tak ada uang akan membuatmu menderita." Kekehnya dengan nada mengejek yang meskipun membuat perasaan Ratih tercubit, ia tetap tak bisa melawan hinaan majikan barunya itu. "Siapkan air hangat. Aku ingin berendam." Perintahnya seraya meraih kancing kemeja yang sedang digunakannya.
Ratih sempat melihat bulu-bulu yang mengintip dari balik kancing kemeja mahal pria itu sebelum akhirnya ia melangkah menuju bak mandi dan mengisinya dengan air hangat yang keluar dari keran bertekanan tinggi.
'Apa yang harus kulakukan sekarang?' Tanya Ratih pada dirinya sendiri. Ia masih berdiri dengan posisi memunggungi Shaka yang kini sudah melepas celana bahannya dan hanya tinggal mengenakan boxer super pendek dan super ketat. Setahu Ratih, masalah mandi itu urusan Naraga dan dia hanya perlu menyiapkan pakaian pria itu. Bukan membantunya mandi ataupun mengisi air seperti yang pria itu perintahkan padanya beberapa waktu lalu.
Tapi Ratih tentu tidak bisa menolak perintah majikannya. Tidak jika ia tidak mau dipecat di hari pertamanya bekerja.
"Aku tidak mendengarmu menuangkan apapun." Gerutu Shaka kesal. Ratih menoleh memandang pria itu lalu kemudian membalikkan tubuhnya dengan cepat ketika ia melihat Shaka yang sudah tidak mengenakan apa-apa berdiri di belakangnya. "Bukankah seharusnya kau menuangkan bubble bath ke dalamnya?!" Pertanyaan itu membuat Ratih terpekik karena diajukan tepat di sisi kiri tubuhnya.
Jantung Ratih berbedar dengan sangat cepat. Ini adalah kali pertama ia melihat pria dewasa dalam keadaan telanjang bulat seperti ini. Mungkin iya, Ratih pernah melihat pria telanjang dalam film yang ia tonton, tapi tidak secara langsung seperti ini dan jujur hal ini membuat Ratih merasa gugup. Bahkan saat ini tanpa sadar sekujur tubuh Ratih memanas dan ia sendiri mencoba untuk menahan diri supaya tidak melihat pria itu secara terang-terangan.
"Me-menuangkan apa, Tuan?" Tanya Ratih dengan cicitan gugupnya. Ia mengepalkan kedua tangannya di sisi tubuhnya, berusaha menguatkan dirinya untuk tidak melirik tubuh telanjang berkulit mulus milik majikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...