Ratih sudah berdiri di kamar barunya. Sebuah ruangan berukuran lima kali empat meter yang berada di bagian belakang bangunan villa. Ruangan itu jelas jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kamar yang disediakan Fitri di rumah mereka.
Selain kamar mandi yang berada di bagian dalam kamar, disana juga ada sebuah dapur kecil yang bisa Ratih gunakan untuk membuat makanan sederhana seperti mie atau mungkin kopi.
Setelah melewati perjalanan yang sangat panjang, Lasma memberikan Ratih waktu untuk mengistirahatkan diri. Tanpa repot membereskan barangnya yang tak seberapa, Ratih memilih untuk membersihkan diri dan berganti pakaian sebelum membaringkan tubuhnya dia atas tempat tidur yang rasanya jauh lebih nyaman dibandingkan dengan tempat tidur di rumahnya sendiri.
Ratih terbangun dengan tubuh yang terasa lebih segar. Matahari belum muncul dan menurut jadwal yang diberikan Lasma padanya, Ratih harus segera menemuinya di dapur lengkap dengan seragamnya.
Ratih membersihkan diri dengan cepat. Dalam aturan yang Lasma berikan, dia masih diperbolehkan menggunakan produk perawatan dasar seperti pelembab wajah dan body lotion, namun dia tidak diperbolehkan menggunakan produk dengan wangi yang menyengat dan bahkan tidak diperkenankan menggunakan parfum dan make up. Beruntung bagi Ratih karena dia sendiri tidak mengenakan produk-produk semacam itu karena dia tidak mampu membelinya.
Ratih mengingat perjalanan yang dia lakukan kemarin. Setelah pamit pada sang nenek, dia kembali ke tempat Cempaka dan berterima kasih pada temannya itu karena sudah memberikan pekerjaan untuknya.
"Kalau ada apa-apa tentang nenek, kabari aku." Pinta Ratih yang entah untuk keberapa kalinya. Cempaka selalu mengangguk dan menjanjikan hal yang sama padanya, bahkan dia merentangkan tangannya dan memeluk Ratih dengan erat.
"Jangan khawatir, aku akan memberikan kabar secepatnya. Kamu jaga diri baik-baik. Betah-betahlah disana dan kembali kesini dalam keadaan sehat dan selamat." Doa Cempaka yang Ratih aminkan.
Setelahnya Ratih mengangkat ransel usang bekas pakai Riki dan membawanya menuju mobil dibantu oleh supir yang tadi tidak Ratih sadari keberadaannya. Saat Ratih memasuki mobil mewah itu, Tuan Indrawan sudah duduk di kursi depan, tepat di samping supir. Dan Lasma sudah duduk di baris yang sama dengan yang Ratih duduki.
Mobil bergerak perlahan. Hanya ada satu jalan menuju keluar desa dan itu melewati kediaman Ratih yang kini tampak kosong seolah tak berpenghuni. Ratih yakin ibunya sudah pergi ke pusat kota untuk membelanjakan uang yang didapatnya dengan menjual Ratih pada Lasma. Namun alih-alih bersedih, Ratih hanya berharap ibunya cukup bijak dalam membelanjakan uang itu karena satu tahun bukanlah waktu yang sebentar.
Selama beberapa waktu, perjalanan berlalu dalam hening. Tidak ada musik yang dinyalakan dan tidak juga ada obrolan. Baik supir, Tuan Indrawan, Lasma dan juga Ratih tampak membisu dan sibuk dengan isi pikiran masing-masing.
Sebenarnya banyak hal yang ingin Ratih tanyakan tentang calon majikan barunya. Perihal bagaimana tugasnya kelak dan apa yang disukai dan tidak disukai calon majikannya. Tapi melihat Nyonya Lasma yang dingin serta cara bicaranya yang datar cenderung ketus membuat Ratih segan untuk bicara.
Alhasil Ratih menghabiskan waktu perjalannya dengan diam dan memandang keluar jendela.
'Satu tahun.' Suara dalam kepalanya mengingatkan. 'Bertahanlah untuk satu tahun dan setelah itu, pergilah ke tempat yang jauh. Jangan kembali ke rumah orangtumu. Jangan kembali sebelum sukses. Karena jika kamu kembali sebelum menjadi apa-apa, hal yang sama akan terulang lagi.
'Hari ini ibumu menjualmu untuk menjadi seorang pembantu. Besok lusa saat kau kembali, bisa jadi dia melakukan apa yang selama ini diancamkannya padamu dan menjualmu pada tua bangka kaya yang suka daun muda.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...