Part 40 - Sarapan Pagi

967 65 4
                                    

Ratih tidak tahu kalau Shaka aktif pergi ke kantor jika pria itu berada di kotanya. Hal itu ia ketahui ketika mendapatkan lembaran berisi jadwal kerjanya di kediaman Shaka.

Jam membangunkan Shaka kalau pria itu tidak bangun sendiri. Menyiapkan perlengkapan mandi dan pakaian bekerja. Sarapan dan jadwa lainnya sampai jam kerja Shaka berakhir.

Dan karena jam kerja Ratih tidak dibagi shift seperti rekan pelayannya yang lain, maka di lembaran itu ada jam-jam yang bisa Ratih gunakan untuk istirahat yang bisa Ratih gunakan untuk tidur siang atau melakukan apapun yang Ratih inginkan kecuali bermain ponsel.

Pukul setengah lima pagi, Ratih sudah duduk di meja makan bersama beberapa pelayan yang mendapatkan jadwal kerja pagi. Ratih mulai membuka pikirannya dan berusaha mengikuti saran yang Lasma berikan karena itulah dia mulai memilih terlibat dengan obrolan orang-orang meskipun dia hanya menjadi pendengar saja.

"Milda nelepon dan nangis semalam. Dia bilang dia gak betah karena katanya Nyonya Neylan itu..." Sepertinya pembahasan masih berputar pada mantan istri majikannya. Dan Ratih bisa mengambil kesimpulan kalau Nyonya Neylan itu wanita yang segala maunya harus dituruti.

Ratih naik ke lantai tiga dimana kediaman Shaka berada. Sebenarnya di istana itu ada lift kecil yang bisa membawa Ratih untuk langsung naik ke lantai dua dan tiga asalkan menggunakan kartu akses, hanya saja Ratih tidak menggunakannya karena memang ia belum mendapatkan ijin dari Lasma ataupun tuannya. Karena itu, Ratih naik tangga lebar yang jika dia boleh mengeluh rasanya melelahkan.

Menekankan kartunya di alat pindai, Ratih membuka pintu kediaman Shaka. Dia membuka semua tirai jendela dengan salah satu remote yang berjejer di meja.

Ratih berjalan menuju dapur. Jika selama di villa ada Lasma yang membuatkan kopi pagi untuk Shaka, maka kini itu menjadi salah satu tugas Ratih.

Mengingat kembali instruksi Lasma kemarin, Ratih mulai membuat kopi kental untuk Shaka. Setelah minumannya selesai, ia melangkah menuju kamar Shaka. Ratih mengetuk pintunya sebanyak tiga kali dan memanggil nama majikannya dan saat tidak ada sahutan dari dalam, sesuai dengan aturan tertulis yang dia terima, Ratih membuka pintu dan masuk ke dalamnya.

"Tuan, sudah pukul lima. Waktunya bangun." Ujar Ratih dan gadis itu melangkah menuju nakas yang ada di samping tempat tidur, meletakkan kopi di sana dan meraih remote guna membuka tirai kamar pria itu supaya nanti matahari bisa masuk ke dalam kamar.

Shaka membuka matanya dan duduk di atas tempat tidur. Tidak menggeliat, tidak mengerang bahkan tidak mengucek mata. Hanya duduk bersandar ke punggung tempat tidur dengan selimut yang pria itu kenakan hanya menutupi bagian pinggangnya ke bawah.

"Kamu masih disana?" Tanya Shaka menoleh ke sisi kiri dimana Ratih berdiri.

"Iya, Tuan." Jawab Ratih yang hendak beranjak ke kamar mandi untuk menyiapkan air. Dari catatannya, setiap pagi Shaka akan lebih memilih menggunakan shower daripada berendam.

"Kemarilah." Ucap pria itu lirih namun masih terdengar oleh Ratih.

Ratih mendekat dan berdiri di samping tempat tidur. "Kenapa Tuan?" Tanya Ratih saat Shaka tak juga bicara.

"Apa tidurmu nyenyak semalam?" Tanya Shaka seraya menyeruput kopinya.

"Ya, Tuan. Cukup nyenyak." Jawab Ratih apa adanya. Nyatanya semalam dia terlalu lelah sehingga saat sudah membersihkan diri dan memastikan pintu kamarnya terkunci, ia langsung masuk ke alam bawah sadarnya tanpa memikirkan apapun sama sekali.

"Bagus." Jawab Shaka mengangguk pelan. Pria itu meletakkan kopi kembali ke tempatnya. "Mana tanganmu." Shaka mengulurkan tangan kirinya yang membuat Ratih mengernyit bingung. "Mana?" Ulangnya saat Ratih hanya diam saja.

Perlahan Ratih meletakkan tangan kirinya di telapak tangan Shaka dan pria itu menggenggamnya sebelum menariknya untuk semakin mendekat.

"Kemarilah, aku butuh sarapan pagiku." Ujar Shaka yang membuat Ratih semakin bingung. Ratih tidak membawa sarapan karena menurut catatan Lasma, Shaka akan sarapan bersama dengan keluarganya di bawah.

"Tuan, saya.."

"Bukan sarapan itu. Naiklah kemari." Ujar pria itu mendesak, namun tidak kasar.

Ratih duduk di tepian tempat tidur, tapi tampaknya ia salah karena Shaka dengan mudahnya memeluk pinggang Ratih dan mengangkatnya sampai Ratih duduk di atas pangkuannya.

"Aku butuh pelepasan pagiku." Lirih pria itu seraya mengendus leher Ratih dan membauinya sementara tangan pria itu bergerak membuka kaki Ratih supaya Ratih duduk dengan kaki terbuka di depannya.

'Nikmatilah.' Nasehat Lasma terngiang di kepala Ratih. Dan ya, Ratih akan melakukannya. Dia akan menikmati semua hal tanpa terkecuali karena ia tak mau lagi menangisi apapun sekalipun hal itu hal yang memalukan atau menyakitkan.

Shaka meraih kepala Ratih dan mencium bibirnya sementara tangannya mulai membuka kancing seragam Ratih. Ratih membalas ciuman pria itu meskipun ia sendiri masih belajar bagaimana caranya dan ia merasa Shaka tersenyum disela ciuman mereka.

Shaka suka karena kini Ratih tidak tampak enggan saat ia menyentuhnya. Meskipun ia cukup kaget akan respon Ratih yang melunak begitu saja namun dia tidak akan bertanya apa yang menjadi alasan gadis itu langsung terbuka padanya. Bahkan saat Shaka mulai meremas payudaranya, tidak ada tangan yang menyilang di depan dada, Ratih justru meletakkan tangannya di bahu Shaka dan memeluk kepalanya saat Shaka mulai mencumbui dadanya.

Sarapan pagi yang jelas lebih nikmat daripada biasanya dan membuat Shaka merasa lebih bersemangat untuk melewati harinya.

Setelah puas di atas ranjang, Shaka melanjutkan sesi kedua di kamar mandi dengan dalih membersihkan diri dan lagi-lagi, Ratih tidak menolaknya dan gadis itu menerima saja saat Shaka menyudutkannya ke dinding dan mulai memasukinya dari belakang.

"Antarkan makan siangku ke kantor." Perintah Shaka saat Ratih membantunya memasang dasi. Biasanya Shaka tidak memerlukan bantuan orang lain untuk memasangkan benda itu dan seringnya ia sendiri tidak pernah menggunakannya karena rasanya seperti tercekik. Tapi kali ini, dasi menjadi alasan Shaka untuk bisa tetap dekat dengan Ratih.

Shaka sendiri heran dengan dirinya. Ia tidak mengerti kenapa dekat dengan Ratih menjadi semacam candu untuknya. Terlebih saat ini gadis itu tak lagi mengelak dan melakukan apapun yang Shaka inginkan tanpa memberontak.

Mungkin karena sekarang Ratih sadar betapa berkuasanya Shaka dan gadis itu takut kalau Shaka memberikannya hukuman yang tak diduga-duga.

"Iya, Tuan." Jawab Ratih yang membuat Shaka lupa perintah apa yang sebelumnya dia berikan.

Shaka turun sendirian ke lantai satu dimana sarapan yang sebenarnya sudah dipersiapkan sementara Ratih tetap berada di kediamannya untuk melakukan kewajibannya, beres-beres dan apapun itu yang tidak Shaka tahu.

"Lama tidak berjumpa, apa liburanmu menyenangkan?" Pertanyaan itu berasal dari Argus, sepupu Shaka.

"Cukup menyenangkan." Jawab Shaka datar seraya duduk di kursinya, di bagian kepala meja tepat di seberang sang kakek, Noam. Dan jawaban Shaka seolah menutup perbincangan apapun yang ingin Argus lakukan.

Shaka sarapan dalam diam dan hanya menjawab sesekali saat ditanya. Setelah sarapannya habis, dia beranjak dari duduknya dan pergi bersana Naraga.

"Aku memerintahkan Ratih untuk mengantarkan makan siang ke kantor. Siapkan supir untuknya." Ucap Shaka saat mereka sudah berada di dalam mobil. Ya, Naraga bukan hanya bekerja di rumah seperti kebanyakan kepala pelayan, tapi pria itu akan mengikuti Shaka ke kantor karena disana dia juga memiliki posisi yang cukup penting.

"Apa itu perlu?" Tanya Naraga seraya mengangkat sebelah alisnya.

"Lakukan saja, tidak usah memedulikan alasannya." Jawab Shaka ketus yang membuat Naraga mengangkat sudut mulutnya.

Entangled by Your CharmsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang