Ratih masih menggelengkan kepala dan memberontak. Meminta untuk dilepaskan namun Shaka jelas tidak akan melakukan permintaan gadis itu.
"Salahmu sendiri karena datang kemari." Bisik Shaka di telinga Ratih seraya meremas payudara gadis itu dengan cukup kuat.
Ratih menggelengkan kepala. Menangis tanpa suara saat Shaka memelintir puncak payudaranya.
"Kau sudah menandatangani kontrak dan kau harus melakukan apapun yang kuperintahkan tak terkecuali memuaskanku akan yang satu ini." Ucap Shaka dan pria itu berhasil meloloskan kaus kebesaran yang tadi Ratih gunakan dan menjadikannya pengikat tangan Ratih di atas kepala gadis itu sendiri.
"Tu-tuan, saya mohon.." Pinta Ratih dengan kedua tangan terikat kausnya sendiri. Ia kembali mencoba mendorong Shaka namun kepala pria itu sudah menunduk tepat di atas payudaranya.
Shaka menjilat dan kemudian mengulum payudara Ratih dengan laparnya.
"Aaahhh..." Ratih tanpa sadar melentingkan punggungnya saat merasakan sentakan aneh di sekujur tubuhnya akibat tindakan Shaka. Shaka tersenyum, meraih tangan Ratih dan meletakkannya kembali ke atas kepala gadis itu dan menahannya disana dengan salah satu tangannya supaya ia bisa leluasa menyentuh tubuh Ratih. Sementara kedua kaki Ratih yang masih saja memberontak dia kunci dengan menggunakan kedua lututnya.
Shaka meraba kepala Ratih dengan tangan kanannya. Ia bisa merasakan hangatnya airmata Ratih di jemarinya namun dia memilih untuk mengabaikannya, seperti ia yang mengabaikan getar takut di sekujur tubuh gadis yang sedang ditindihnya.
"Jangan memberontak. Jangan meronta." Ucap Shaka seraya mengecup dahi Ratih dan menjilat airmata yang mengalir di sudut matanya. "Itu hanya akan membuatmu sakit." Ucapnya mengecup pipi Ratih. Sementara itu tangannya bergerak turun untuk menyentuh payudara gadis itu yang terasa kencang dan bulat di telapak tangannya. Ya, Shaka memang tidak bisa melihat warna kulit ataupun warna puting payudara gadis itu, tapi ia masih bisa meraba dan merasakan teksturnya.
"Pasrahkan saja dirimu, tubuhmu." Ucap Shaka mengecup sudut mulut Ratih sementara tangannya meremas payudara Ratih dan ibu jarinya mempermainkan putingnya. Ratih menggelinjang, otaknya berusaha untuk menghentikan tindakan Shaka dengan gerakannya namun tubuhnya justru bereaksi lain karena kini payudaranya justru terasa ngilu dan mengencang apalagi saat Shaka menyentuhnya rasanya payudaranya menjadi semakin penuh seperti saat ia hendak datang bulan. "Dengan begitu, rasanya tidak akan terlalu menyakitkan." Lanjutnya dan Shaka mulai mencium bibir Ratih dengan perlahan."
Ratih masih menangis, namun gadis itu tidak lagi memberontak sekeras tadi. Shaka benar, dia sudah menerima pembayaran dimuka meskipun ia tak pernah melihat atau menyentuhnya. Ratih teringat kembali ucapan Naraga dan juga Lasma kalau dirinya mau tak mau harus bersedia melakukan apapun yang Shaka inginkan sekalipun itu menjadi pemuas nafsu pria itu di atas tempat tidurnya.
Jadi sekarang, apa yang harus Ratih lakukan? Ya, persis seperti yang Shaka katakan. Jangan memberontak dan meronta. Jadi Ratih hanya harus pasrah saja sekalipun keperawanan adalah satu-satunya sisa harta yang ia miliki. Tapi kini ia harus memasrahkan hal itu menjadi milik Shaka pada akhirnya.
"Bagus.." lirih Shaka di telinga kiri Ratih. "Aku tidak akan menyakitimu jadi tenanglah." Ucapnya seraya mengecup lekuk leher Ratih.
Ratih merasakan tubuh atasnya benar-benar sudah terbuka. Bra nya sudah berkumpul dengan kausnya di atas kepalanya. Sementara Shaka, kepala pria itu bergerak turun menuju tulang selangka Ratih dan mulai mengecupi serta menjilatnya.
Ratih merasakan sensasi yang aneh yang timbul dari gerakan mulut pria itu. Saat pria itu mendekati payudaranya, dia menjilatnya dan kemudian meniupnya dan sensasi yang Ratih rasakan membuat punggungnya melenting layaknya busur panah.
"Tu-tuan..." Lirih Ratih kebingungan.
"Kenapa, kau menyukainya?" Tanya Shaka seraya menjilat puncak payudara Ratih dengan ujung lidahnya.
Ratih menggelengkan kepala. Tidak tahu apa yang harus dirasakannya. Sentuhan itu menggelitik sekujur tubuhnya dan bahkan sampai membuat area kewanitaannya berdenyut dan basah. Shaka sendiri sudah tidak lagi menghimpit kakinya, justru kini pria itu membuka lebar kaki Ratih dan menggesekkan tubuh bagian bawahnya yang mengeras tepat di area kewanitaan Ratih yang membuat Ratih merasa risih tapi juga penasaran ingin lebih.
Kepala Shaka terus bergerak turun, menuju perut Ratih dan tak berhenti menciuminya. Saat kedua tangan pria itu memegangi tepian celana pendek Ratih, tangan Ratih kembali mendorong bahunya.
Tidak. Nyatanya Ratih tidak bisa semudah itu menyerahkan keperawanannya. Ia tidak mau memberikannya begitu saja sekalipun ia tahu hukuman yang akan ia peroleh jika ia melanggar kontrak yang sudah ditandatanganinya.
Diantara pilihan pasrah dan tak rela, pada akhirnya Ratih kalah karena tenaga Shaka jauh lebih kuat daripada tenaganya. Pria itu berhasil melucuti sisa pakaian yang menempel di tubuh Ratih dan membuat Ratih telanjang sepenuhnya.
"Tuan.. saya mohon.. jangan..." Pinta Ratih namun pria itu seolah menulikan telinganya.
Hujan diluar terdengar semakin deras namun petir sudah menghilang entah kemana. Kedua tangan Shaka mencengkeram pergelangan kaki Ratih dan meletakkannya di atas kedua bahunya. Kepala pria itu bergerak, mengecupi kaki kanan Ratih sementara tangan kanan Shaka mengusap-usap kaki kiri Ratih mulai dari betis lutut dan juga paha.
Ratih merasa tubuhnya semakin panas. Sesuatu yang aneh berdesir hebat di sekujur tubuhnya dan berakhir di area intimnya.
Ia malu, ingin menutup kedua kakinya karena meskipun Shaka tak bisa melihatnya ia tahu kalau miliknya kini sudah basah.
"Tuan..." Lirih Ratih yang kini bingung antara meminta dilepaskan atau dilanjutkan.
Shaka terus mengecupi paha dalam Ratih dan pria itu melakukannya bergantian sampai kemudian kepala pria itu benar-benar berada tepat di depan milik Ratih.
Ratih merasakan sesuatu menyentuh permukaan miliknya. Dan ia yakin itu adalah hidung Shaka.
Apa yang dilakukan pria itu disana? Tanya Ratih bingung namun juga penasaran di saat yang bersamaan. Saat ia merasakan sesuatu yang hangat menyentuhnya, Ratih terbelalak dan seketika itu juga berontak. Jika saja tangan Shaka tidak memeluk kakinya erat, Ratih yakin dia akan menendang pria itu karena refleks.
"Tuan, jangan.." pinta Ratih saat ia tahu kalau yang Shaka lakukan adalah menjilati miliknya seperti pria itu tengah menjilati permen.
Gelitik aneh itu membakar sekujur tubuh Ratih. Ia merasa geli namun juga gatal dan tindakan Shaka bukannya menenangkannya tapi malah membuat rasa gatalnya semakin menjadi.
"Tuan..." Tubuh Ratih kembali melenting saat Shaka menjulurkan lidahnya semakin dalam. Bahkan ibu jari pria itu turut menyentuh bagian atas milik Ratih dan menekannya sementara tangan yang lain bergerak naik ke atas dan meremas salah satu payudara Ratih. "Ohh..." Ratih mendesah saat merasakan sensasi bertubi-tubi yang dilakukan oleh Shaka pada tubuhnya. Ia hanya bisa menekankan kepalanya lebih dalam ke atas bantal sementara pinggulnya terangkat menuntut sesuatu atas apa yang Shaka lakukan. Ini kali pertama Ratih merasakan semua ini dan perasaannya campur aduk. Gelisah, waswas, dan butuh bercampur jadi satu.
"Tuan.." Ratih menggelengkan kepala saat ia merasakan sesuatu mendesak ingin keluar. Ia kembali berusaha mendorong Shaka namun lagi-lagi usahanya sia-sia. "Lepaskan! Saya mau pipis!" Pekik Ratih lantang karena takut dan malu jika sampai dia benar-benar kencing sementara wajah Shaka masih berada di kewanitaannya.
"Tuan..." Mohon Ratih namun Shaka justru semakin memainkan lidahnya disana. "Tuannn Aaaahhhh...." Ratih pada akhirnya hanya bisa pasrah saat cairan keluar dari kewanitaannya dan Shaka yang masih ada disana.
Jantung Ratih berdebar begitu kencang dan lututnya tiba-tiba merasa lemas. Ia hanya bisa berbaring dengan tatapan nyalang memandang langit-langit tanpa merasa repot mengatur napasnya.
"Itu namanya klimaks, Ratih. Ucap pria itu yang kini kembali merangkak di atas tubuh Ratih.
"K-Klimaks?" Cicit Ratih bingung.
"Ya. Itulah yang dicari orang-orang saat mereka berhubungan badan." Ucap Shaka kembali mengecup dahi Ratih sebelum mencium bibirnya dengan lembut supaya membuat gairah gadis itu kembali karena sebentar lagi, permainan yang sebenarnya akan dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
RomanceRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...