Naraga membuka sebuah pintu kaca gelap. Dalam ruangan yang cukup luas itu terdapat dua buah meja yang masing-masingnya memiliki dua layar komputer besar. Di belakangnya ada seorang pria dan seorang wanita yang tengah fokus pada layar.
Melewati dua meja itu, Ratih dibawa menuju ruang lain dimana ada satu lagi meja yang berukuran dua kali lebih besar dari meja kedua orang tadi. Namun kali ini meja itu kosong dan Ratih menduga kalau itu merupakan meja Naraga.
Naraga membuka pintu ganda yang juga berbahan kaca. Di ruangan yang lebih luas dengan furniture lengkap itu, Ratih bisa melihat Shaka yang tangannya tengah meraba sesuatu sementara telinganya terpasang sebuah benda yang Ratih pikir merupakan headset.
"Makan siang Anda sudah tiba, Tuan." Ucap Naraga memberi tahu. Shaka mengangkat tangan kanannya seolah menahan Naraga untuk bicara sementara pria itu tampak fokus dengan apa tang didengarnya. "Siapkan saja makanannya disana." Tunjuk Naraga pada meja panjang yang memiliki beberapa kursi yang Ratih pikir merupakan meja rapat.
Ratih berjalan menuju meja tersebut dan meletakkan tasnya di bagian kepala meja. Berusaha bekerja tanpa suara, Ratih mengeluarkan kotak makan dari tempatnya dan menyusunnya supaya tidak menyulitkan Shaka.
Pintu ruang kerja yang terbuka membuat perhatian Ratih teralih. Pria yang tadi satu lift dengannnya kini berdiri di ambang pintu. Alis pria itu terangkat namun senyum manis terpampang jelas di wajahnya.
"Kupikir kamu ada di ruang istirahat dengan Naraga." Ucap pria itu mengarahkan perhatiannya pada Ratih.
Ratih tidak menjawab apa-apa, dia hanya melanjutkan pekerjaannya dalam diam sementara pria itu melangkah mendekat.
"Hmm... Masakan keluarga Arsenio memang tidak pernah gagal. Ralat, lebih tepatnya masakan Lasma memang tak pernah gagal." Pria itu membaui makanan yang ada di depan Ratih.
"Apa yang kamu lakukan disini?" Shaka kini tengah berdiri, headset yang sebelumnya terpasang di telinganya sudah terlepas.
"Mengajakmu makan siang. Tapi sepertinya, makan siangmu sudah datang. Kalau tahu begini, aku minta dibuatkan tiga porsi." Ucap Aithan yang terdengar seperti keluhan.
"Anda bisa memakan jatah saya kalau mau." Ucap Naraga menawarkan. "Saya bisa memesan makanan dari kantin bawah." Lanjutnya yang membuat sebelah alis Shaka terangkat sementara Ratih yang sudah selesai menata meja bergerak untuk mundur.
"Kamu tidak keberatan?" Tanya Aithan antusias dan Naraga hanya mengangguk kecil. "Terima kasih kalau begitu. Kamu memang pria yang sangat pengertian, tidak seperti majikanmu." Sindir Aithan dan tanpa ragu pria itu duduk di kursi yang sebelumnya hendak Naraga duduki.
Shaka sendiri melangkah menuju kepala meja dan duduk disana.
Seperti biasa, Ratih menyebutkan menu makanan yang dibawanya dan menyebutkan posisi alat makan. Setelahnya dia berjalan mundur dua langkah ke belakang. Sementara itu, Naraga pamit untuk mencari makan siangnya sendiri sehingga kini di ruang yang luas itu hanya ada Ratih, Shaka dan Aithan.
"Aku tidak tahu kalau Naraga memiliki keponakan yang cantik." Ucap Aithan dalam bahasa Rusia yang membuat Shaka menegang.
"Apa maksudmu?" Tanya Shaka dengan dahi berkerut. Matanya seolah sedang 'memandang' Aithan dengan tajam.
"Ya, dia. Gadis di belakangmu. Dia gadis yang cantik. Sangat cantik. Sayang sekali kau tidak bisa melihatnya." Ucap Aithan dengan santai memasukkan potongan dagi sapi ke dalam mulutnya. "Kulitnya putih dan terlihat mulus. Tubuhnya memang tidak terlalu tinggi, tapi dia berisi di tempat yang tepat." Lanjutnya tersenyum seraya mengunyah dagingnya. Tatapan pria itu sendiri lebih terarah pada makanan di hadapannya karena tidak mau menunjukkan ketertarikannya pada Ratih secara terang-terangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled by Your Charms
Любовные романыRatih yang putus asa meminta bantuan teman lamanya untuk mencarikannya pekerjaan. Dia ingin pekerjaan dengan gaji yang besar meskipun itu membuatnya harus bekerja keluar negeri sebagai seorang pelayan. Namun siapa yang menyangka kalau tanpa sepenge...