Bab 7

61 15 8
                                    

Hembusan nafas berat keluar dari mulut setelah menghabiskan waktu-entah berapa jam- untuk menangani korban kecelakaan beruntun. Bahkan, dua diantaranya harus dioperasi. Joe ikut dalam operasi tersebut.

Kini, Joe tengah menikmati waktu istirahatnya sambil menundukkan kepala di taman rumah sakit. Pikirannya kembali pada Alissa yang sudah terlihat baik-baik saja. Namun, Joe kembali menyesal karena tidak meminta nomor telepon perempuan itu.

Joe mengambil ponsel dari saku bajunya. Memandangi foto Alissa yang ia ambil secara diam-diam tadi siang ketika mendatangi kampus perempuan itu. Senyumnya terbit dan lelahnya perlahan menghilang ketika memandangi wajah sang pujaan.

"Aku gak nyangka bisa suka sama kamu kaya gini. Rasanya cepat sekali bisa menyukai kamu. Padahal kita baru beberapa kali bertemu," kata Joe.

Joe memang masih tidak menyangka bisa menyukai Alissa secepat ini. Terkadang masih suka heran apa yang ia lihat dari perempuan itu sampai terus memikirkan cara untuk bisa mendekatinya dan bertemu dengannya.

Namun, Joe tidak mau memperdulikan semua itu. Mungkin memang sudah waktunya ia untuk menemukan seseorang yang mau bersamanya dan menjadi pendamping hidupnya. Orang itu mungkin adalah Alissa.

Joe masih menaruh kata 'mungkin' dalam berbagai hal mengenai Alissa. Karena memang ia sendiri belum tahu seperti apa kedepannya hubungan ia dengan Alissa. Bisa saja berakhir sebagai teman atau kakak adik. Walaupun Joe tidak mau.

"Sudah dapat nomornya."

Joe yang akan minum pun menoleh dan mendapati Nando tengah melangkah ke arahnya. Kemudian duduk di sampingnya. Tanpa perlu dilihat, Joe tahu kalau Nando tengah memandanginya dengan penuh penasaran.

Joe menggeleng, "Belum. Tadi gak sempat ketemu."

"Terus itu foto dapat darimana?" tanya Nando sambil menunjuk foto Alissa di ponsel Joe dengan dagunya, "Emang lo belum berani aja buat minta nomornya, kan."

"Iya." Joe mengakui itu, "Aku tiba-tiba gak berani buat minta nomornya. Terus cuman bisa ngelihatin dia dari jauh. Aku lega bisa lihat dia ceria lagi setelah murung kemarin."

"Tapi gak bisa begini aja Joe. Lo harus bergerak buat bisa dapatin dia. Minimal sampai dia sadar kalau lo punya perasaan sama dia."

Joe terdiam. Sejujurnya, ia memang ingin membuat Alissa dapat merasakan perasaannya. Namun, ia kadang masih kebingungan untuk memperlihatkannya. Joe tidak mau membuat Alissa tidak nyaman dengan perasaannya.

"Gak bisa begini!" Nando berdiri sambil menatap serius Joe yang sedang lelah, "Kita temuin dia minggu depan."

Joe mendongak menatap kaget Nando, "Gak boleh."

"Joe, kalau lo diam kaya gini terus dan pelan-pelan kaya gini yang ada dia beneran diambil sama yang lain. Terus nanti lo menyesal seumur hidup. Masih beruntung kalau kalian ketemu di masa depan nanti. Gimana kalau gak? Lo bakal beneran menyesal Joe." Nando semakin serius menatap Joe, "Jadi, kita temuin dia minggu depan pas jadwal libur. Titik. Bye."

"Nando, tu..."

Saat Joe akan berbicara, Nando sudah pergi meninggalkannya. Bukan begitu, hanya saja Joe memang masih menunggu momen tepat untuk bisa lebih dekat dengan Alissa. Seperti yang Joe pikirkan tadi, kalau ia tidak mau membuat perempuan itu tidak nyaman dengan perasaannya.

"Biarkan saja. Mungkin dengan cara Nando, aku bisa dapatin nomor Alissa. Karena aku memang masih takut untuk dekat dengannya."

Selain tidak mau membuat Alissa tidak nyaman, Joe menyimpan ketakutan kalau perempuan itu akan menghindarinya, lalu pergi dan tidak bisa Joe raih. Rasa suka yang ia simpan akan berakhir sia-sia yang kemudian menyakiti hatinya. Joe tidak mau merasakan itu lagi.

Love, MaybeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang