40. Strawberry That Didn't Come

67 9 8
                                    

***





***




***

Sore sudah tiba di langit Syca, sekaligus membubarkan acara minum teh Permaisuri Eleanor di kebun istana yang berlangsung cukup lama dibanding hari-hari sebelumnya, karena kedatangan tamu terhormat dari Kerajaan Thothage, Putri Ciara. Meskipun masih dalam skala kecil acara itu, karena acara yang lebih formalnya masih akan diadakan lusa besok, yang akan dihadiri para wanita bangsawan penting lainnya. Jadi, topik minum teh siang itu lebih membahas seputar persiapan untuk acara formal yang akan datang, nantinya diselenggarakan dengan bantuan Putri Ciara juga.

Sesekali juga para dayang itu membahas bakal calon si Putri yang tak lain adalah Grand Duke Rosier. Menginformasikan segala macam hal yang mereka ketahui tentang lelaki itu, kepada putri dari kerajaan yang baru saja berperang dengan mereka. Para wanita bangsawan di sana terlihat menyambut dengan begitu ramah. Menggoda bercanda soal kecocokan sang putri dengan keponakan raja Syca itu kemarin saat dansa mereka. Sedangkan yang bersangkutan terlihat tak ada reaksi malu-malu sekalipun seperti kebanyakan gadis, melainkan dengan berani terus bertanya lebih jauh mengenai sosok bakal calonnya. Bahkan Vivienne yang hanya menjadi pengamat sedari tadi, bisa melihat senyum kepuasan pada wajah penuh penasaran yang mengingatkannya pada seekor anak tupai lucu, begitu mendengar berbagai prestasi, status, dan latar belakang seorang Louis Archer.

Sementara Permaisuri Eleanor tak ikut menyanjung-nyanjung, menyesap tehnya tak peduli, atau mungkin lebih ke menahan diri agar tak mencibir, terlihat dari berkali-kali bola matanya berotasi tiap mendengar pujian kepada keponakannya itu dan mulut mengatup rapat.

Sebuah drama keluarga yang pelik, batin Vivienne berkomentar. Memang begitulah keluarga istana sepertinya.

"Oh Saintess! Apa anda ingin bersiap-siap untuk makan malam sekarang?" Gertrude -pelayan yang diamanahkan untuk melayani Vivienne selama di paviliun, bertanya antusias ketika berpapasan di koridor, dekat dengan pintu kamarnya.

Vivienne tersenyum simpul, "nanti Gerty, masih cukup terang," jawabnya sebelum masuk ke kamarnya.

Dan seseorang tertidur di sofa kamarnya, bukanlah ekspektasi Vivienne saat datang. Dengan kilat ia mengunci pintu kamar dan bergegas menutup rapat tirai jendela besar dalam keterkejutannya.

Bagaimana bisa orang ini masuk seenaknya ke kamar Vivienne?

Dan sudah berapa lama orang itu di sini?

Siapa lagi kalau bukan Grand Duke muda Rosier, tidur dengan posisi duduk bersandar nyaman dan menyilangkan kaki, sementara memangku tangan. Baju luarannya sudah tertanggal dan tersampir di lengan kursi, menyisakan lapisan rompi selain celana dan kemeja putih tentu saja. Posturnya yang tampak elegan berkelas, membuat Vivienne sangsi kalau orang itu tak mungkin bisa berpulas diri. Tapi sedari ia masuk pun tak ada pergerakan darinya. Dan wanita itu melangkahkan kakinya mendekat cukup ragu, berniat membangunkannya dan menyuruh pergi segera. Tapi rasa penasarannya menerobos antrian secara cepat dan membuat Vivienne impulsif melambaikan tangannya di depan wajah yang terlelap, mengetes kebenaran dan seberapa pulas.

Lalu dalam hitungan tak ada sedetik pergelangan ditarik dan entah bagaimana dirinya terduduk di pangkuan lelaki itu dengan kedua tangan tersandra.

Vivienne merotasi manik kelabunya atas kecerobohan dan perubahan cepat posisi dirinya kini.

"Sungguh?" celetuk sinisnya saat gagal membebaskan diri dari penjara sepasang tangan manusia itu. Tanpa memberi kesempatan untuk lawan bicaranya menanggapi, Vivienne meneruskan bertanya.

The Saintess' EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang