***
***
***
Louis Archer lebih memilih tak menghiraukan dan berbalik lagi.Tentu saja tidak.
"Turuti saja, anggaplah cuma celotehan lucu."
Tapi Louis terlihat hanya diam kali ini, hingga Felicia Plouder membukakan pintu dan memberinya tatapan isyarat menawari. Lalu pasangan itu masuk. Membuat Vivienne semakin penasaran. Ia bergegas kembali memakai sepatunya, berjalan masuk kembali ke istana dengan langkah anggunnya yang tak mencurigakan nan sunyi. Dan berdiri di dekat pintu yang baru saja tertutup tadi seraya membuka kipasnya dan mengibas pelan, seolah tengah menikmati pemandangan taman istana dari jendela, alih-alih menguping.
Beruntung bagi mereka bertiga, koridor itu sedang sepi. Namun sayangnya bagi Vivienne, ia hampir tak mendengar apapun dari balik pintu mahoni tebal itu.
Sementara Louis Archer menyandarkan diri pada daun pintu yang tertutup dan bersilang tangan, mengindahkan tanpa ekspresi kepada wanita di hadapannya yang tengah tersenyum lebar dan duduk nyaman di sofa lengkung biru tua seraya menyapu pandangan ke interior ruangan.
Felicia Plourde menyilangkan kaki di balik gaun ungu satin-nya yang berkilau diterpa cahaya matahari siang. Bersandar pada sofa, dagunya diangkat memandang lelaki agam yang masih berdiri di dekat pintu, seakan tengah berhitung sampai ia bisa keluar secepatnya.
Namun tak apa, Felicia yakin tak akan ada yang menolak jika disodorkan sebuah kekuasaan. Tentu seorang Louis Archer juga punya ambisi seperti itu, 'kan? Sekecil apapun? Jauh di lubuk hati?
Wanita itu membuang pandangannya lagi masih dengan senyum penuh antusias. Berpikir kalau dirinya bisa menjatuhkan dua buah apel sekaligus dengan satu lemparan batu. Tahta dan sang pujaan.
"Betapa perhatiannya mereka pada setiap detail ruangan, biarpun ruang untuk tamu kecil semata. Melapisi sofa-sofanya dengan sutra," ujar Felicia memecah keheningan ruangan seraya mengusap kain yang diduduki.
"Lima belas detik lagi waktumu sudah habis." timpal Louis malas tak peduli pada basa-basi yang sangat membuang waktunya sendiri yang berharga. Niatnya untuk menghibur sebentar sebelum memberi peringatan, terasa menjadi beban berat sekarang.
Felicia Plouder bukanlah orang yang ia ingin simpan dalam lingkarannya, tak perlu berurusan lama-lama, karena ia tak ingin terciprat tangan kotor nan kacau milik wanita yang begitu ambisius demi dirinya sendiri. Louis hampir tahu semua apa yang telah wanita itu lakukan di belakang.
Tapi Felicia malah melebarkan senyumnya sambil mengerling lembut menanggapi peringatan durasi itu, bak tengah menghadapi anak kecil yang merajuk. Tentu ia sangat tahu lelaki macam apa yang ada di hadapannya. Mereka semua hampir sama saja, sok jual mahal.
"Ayolah, Grand Duke. Anda tak perlu sekaku itu. Kau akan punya banyak waktu," Felicia memberi jeda sebelum berkata pelan seakan mengeja kata, "kita berdua."
Knop pintu yang tiba-tiba diputar untuk dibuka dari dalam, mengagetkan Vivienne sepintas hingga bahkan membuatnya berjingkat kecil. Tapi pintu itu tak kunjung terbuka dan knop kembali ke posisi semula bersamaan seruan cukup keras nan jelas dari dalam.
"Louis! Apa kau tak paham maksudku?" tanya Felicia buru-buru begitu melihat pria itu baru saja akan bergegas pergi. Ia sampai lompat langsung berdiri hampir mengejar nyaris histeris. Tapi untungnya si Grand Duke Rosier masih punya akal sehat untuk berhenti dan mendengarkan kembali.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Escape
Romance𝑹𝒐𝒎𝒂𝒏𝒄𝒆 𝑭𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔𝒚 Seorang Saintess yang dimuliakan di penjuru Kerajaan Syca, memilih kabur dari kuil yang telah membesarkannya, hanya karena merasa muak dengan semua masalah yang dilimpahkan padanya untuk diselesaikan. Sementara itu, tan...