29. Post-Truth

48 9 4
                                    

***

***

***

Vivienne terhenyak bangun dan terduduk dengan perasaan panik yang baru saja menghantuinya. Apalagi melihat sekeliling interior kamar ia tiduri yang tampak serba mewah -lebih dari master bedroom Arcus Hall-, mulai dari bahal kain kanopi, sprei, selimut, ornamen dinding beserta set furniturnya dan lampu gantung kristal, sebelum ingatannya kembali ke permukaan lautan kesadaran. Wanita dengan pakaian, kulit, dan rambut lebih bersih dari ingatan terakhirnya itu mencoba menormalkan alur pernapasannya.

Semua kembali ke awal.

Orang memang tak akan bisa kabur dari masalah, cepat atau lambat pasti hal tersebut akan datang kepadanya lagi. Dan sekarang, malah langsung muncul masalah lain dan menumpuk di hadapannya yang tak mungkin ia bisa abaikan lagi.

Kau memang tak pernah jera, Vivienne.

Rasa tak nyaman setelah bangun dengan perasaan tadi semakin memperburuk kepalanya yang berdenyut pusing, bahkan pijatan tak akan berpengaruh.

Dari mana dulu aku harus menanganinya?

Seharusnya langsung pergi keluar Syca waktu pertama kali kabur, kenapa pergi ke arah timur, ke Rosier?

Rasa penyesalannya yang berlarut membuat wanita itu tak sadar jika pintu ruang tidur mewah di paviliun Permaisuri telah telah.

"Oh Saintess! Anda sudah bangun! Apa anda tak apa-apa?"

Suara seorang pelayan terdengar khawatir melihat orang yang dilayaninya memijat kepalanya sendiri.

Vivienne mendongak dengan senyum ramah yang sudah siap melihat pelayan istana wanita bertubuh mungil itu mendekat dan menaruh nampan berisi sarapan ke nakas.

"Tidak, hanya pusing kecil." Ia menerima suguhan segelas air putih darinya.

"Ini sarapan untuk anda, Saintess. Sementara itu saya akan mengabari Yang Mulia Permaisuri kalau anda sudah bangun."

Vivienne mengangguk sebelum pelayan muda itu undur diri, dan ia beralih ke makanan dalam nampan yang terdiri dari semangkuk bubur dan air putih tadi, saran dari tabib istana karena kondisi perut yang cukup lama tak bekerja dengan baik. Meskipun nafsu makannya sudah berkurang begitu mendengar informasi yang disampaikan oleh pelayan tadi, Vivienne coba untuk paksakan memberi jatah energi tubuhnya pagi ini sembari mengatur rencana.

Ia tak begitu ingat semua detail yang terjadi, semuanya masih samar terlihat dalam memori dengan kondisinya kemarin yang setengah sadar, dibawa kabur dengan menunggangi kuda menuju pintu belakang paviliun istana secara sembunyi-sembunyi. Dan banyak suara mengerubunginya sebelum seorang tabib diperintahkan untuk menangani Vivienne.

Rasanya ia ingin muntah dengan semua kejadian kilat yang ia alami. Wanita yang surai hitamnya tergerai bebas itu bahkan masih belum tahu sudah berapa hari berlalu selama ia dikurung. Dan pria itu sudah sadar kalau tahanannya kabur?

Vivienne mendengus sinis dan berharap Permaisuri belum mengumumkan keberadaannya di istana. Meskipun sepertinya ia harus bersiap diri mulai saat ini juga. Tak mungkin dirinya dibiarkan bersantai dan berdiam diri di kamar mewah yang sekarang. Dan lagipula ia ingin segera keluar dari dari tempat penuh konflik. Semua orang bak musuh satu sama lain.

Pintu kembali terbuka dan menampakkan wanita dengan gelar paling tinggi saat ini, berjalan menuju ranjang Vivienne diikuti satu dayang bangsawan, Marchioness Auclair yang pernah ia lihat dari kejauhan saat kunjungan dadakan mereka ke Arcus Hall.

The Saintess' EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang