***
***
***
Jean semakin menurunkan pandangannya dan menyembunyikan diri di belakang Nyonya Spinner sesaat tuan mereka lewat. Kejadian semalam membuatnya mencoba untuk terus berada di bawah radar orang-orang sampai perasaan canggung dan was-wasnya mereda.
"Semangat." ucapnya sekilas pelan ketika Benjamin lewat, mengekor di belakang tuannya masuk ke kereta kuda. Anak laki-laki itu terlihat sangat jelas kalau sedang gugup, duduk dengan postur kaku di samping kusir kereta. Beruntung sekarang ia tak berhadapan langsung dengan tuan mereka seperti kemarin saat berangkat ke Arcus Hall.
Ini adalah hari pertama putra Tuan Bauer itu sebagai valet di lapangan, di luar sarang yang nyaman, tanpa panduan Jean. Pangeran Louis akan ada banyak urusan di luar katanya mulai sekarang, dan ini baru hari kedua di ibukota. Pengangkatannya sebagai Grand Duke akan diadakan dua minggu lagi. Seharusnya pengangkatan itu sudah terjadi saat perayaan kemenangan sebulan yang lalu, istana menyarankan, tetapi Pangeran Louis tak menjawab dan malah kembali ke Rosier di malam pesta, lalu menutup diri.
Yah, kehilangan orang tua satu-satunya memang dapat menyebabkan depresi.
Jean melihat kereta kuda itu keluar dari gerbang Arcus Hall sebelum mengikuti Nyonya Spinner ke dapur. Dua pelayan sementara sedang mencuci, dan dua lainnya tengah mempersiapkan kamar yang akan digunakan untuk Sir Claude yang akan menyusul ke ibukota, salah satu ksatria Rosier, sosok yang terkenal sebagai tangan kiri Pangeran Louis.
"Aku masih berpikir, Yang Mulia tertarik padamu, karena itu dia bersedia membawamu ke sini."
Jean memutar bola matanya, merasa sudah tahu arah obrolan ini. Sudah cukup ia dengan kecanggungan yang ia rasakan saat menyadari tuan mereka telah mendengar pembicaraan tak senonoh kemarin.
Entah dari mana wanita pirang tua itu terus mendapatkan asumsi yang tak masuk akal.
"Itu hal yang tak berdasar. Kau sudah dengar alasan Tuan Bauer memilihku, dan Yang Mulia baru bertemu denganku sekali saat akan pergi ke sini." Balas Jean jengah mengesampingkan fakta mereka pernah bertemu sebelumnya.
"Lagipula, dari mana Nyonya bisa berpikir seperti itu?"
"Yah, karena Pangeran Louis orang yang sangat jarang dekat dengan wanita sebaya, dan aku sudah menjadi pengasuhnya dari kecil. Dan kau, terlalu cantik untuk menjadi pelayan." Telunjuk wanita itu mengarah padanya.
"Terima kasih atas pujiannya, Nyonya Spinner. Tapi bukankah Yang Mulia akan lebih memilih wanita yang berkelas dibanding pelayan sepertiku?"
Diam mengisi.
"Kau benar juga." Nyonya Spinner bergumam, sesaat meneruskan.
"Tapi kalau waktunya tiba, kuharap kau siap. Siapa tahu, 'kan?"
Jean merotasi bola matanya ke sekian kali, semakin jengah lagi dengan jalan pikiran Nyonya Spinner. Ia fokuskan kembali mengupas kentang untuk makan malam hari ini.
Wanita ini gila.
"Daripada pelayan rendahan tak berpengalaman, bukankah lebih baik salah satu wanita sponsor Madam Emile? Tapi Yang Mulia pasti bisa memilih siapapun itu, jika dia mau. Maksudku, dia pria yang paling diidamkan nomor dua setelah putra mahkota. Itupun jika dia mau." Jean menekankan, dengan halus masih mencoba menggiring pemikiran wanita tua itu kalau tuan mereka mungkin tak menginginkan apa yang dipikirkannya.
Tapi malah Nyonya Spinner memasang ekspresi seolah baru saja mendapatkan ide baru.
"Dia dulu pelayan keluarga Gautier, Madam Emile, seperti aku! Kami sangat dekat dulu, sebelum dia memanjat tangga kelas dan seperti sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Escape
Romance𝑹𝒐𝒎𝒂𝒏𝒄𝒆 𝑭𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔𝒚 Seorang Saintess yang dimuliakan di penjuru Kerajaan Syca, memilih kabur dari kuil yang telah membesarkannya, hanya karena merasa muak dengan semua masalah yang dilimpahkan padanya untuk diselesaikan. Sementara itu, tan...