Disclaimer:
Semua tokoh, latar, dan detail lainnya yang tidak familiar secara umum dalam cerita ini, adalah murni karangan penulis.***
***
***
Vivienne mengedarkan pandangannya jauh ke depan, ke arah bangunan masif itu lagi, mengagumi. Memang sangat pantas untuk keluarga adik raja, ia pikir. Dan kubah besar di tengah membuatnya penasaran, menebak-nebak kegunaan ruang di bawah atap megah itu. Area halaman belakang pun masih terlihat rapi tertata meskipun tak seindah hasil rancangan yang dipersembahkan oleh keseluruhan fasad depan dari gerbang utama.
"Saya dengar Pangeran Louis sudah kembali ke Rosier, apa itu benar?" Seorang gadis antrian ketiga dari depan bertanya dengan suara cukup keras hingga masih terdengar sampai ke telinga Vivienne yang berada di antrian keenam. Dua gadis lain tepat di depannya berusaha menyembunyikan cekikikan mereka dari balik tangan masing-masing.
"Demi Dewi Viada! Semoga orang istana tak mendengar rumor buruk seperti itu." Wanita tua kurus tinggi yang bertugas menyeleksi bergumam keras, seakan memang berniat untuk didengar.
Cekikikan dua gadis di depannya seketika terhenti, berganti menjadi terkesiap.
"Tapi Nyonya Koch, bukankah biasanya Pangeran Louis akan ikut menyeleksi pelayan pribadinya?" Gadis yang tadi membuka suara, bertanya lagi dengan nada penuh heran sembari melangkah ke depan sebegitu orang urutan paling depan menyingkir.
"Siapa yang bilang begitu? Yang Mulia baru saja beberapa bulan berangkat ke medan perang sebagai panglima jika kalian tak ingat." Hardik Nyonya Koch sebelum beralih pada wanita muda tepat di depannya.
"Nama?"
"Emily." Jawab wanita di urutan pertama sebelum menyerahkan lipatan kertas berupa surat rekomendasinya, dan keluar tak jauh dari barisan dengan perhatian seksama pada obrolan yang tengah terjadi.
Belum sempat gadis tadi yang kini berada di hadapan Nyonya Koch mengutarakan argumen, wanita tua itu menambahkan,
"Dan ini bukanlah seleksi untuk pelayan pribadi Yang Mulia, jika kau belum tahu. Lagipula pelayan pribadi Yang Mulia harus seorang laki-laki. Nama?" Tanya Nyonya Koch melanjutkan pekerjaannya mengecek surat rekomendasi, mengabaikan suara kekecewaan para calon pelayan baru di depannya.
"Mary," jawab gadis itu sambari memberikan surat rekomendasinya dan membuka mulut.
"Marry atau Marrie?" wanita yang tak lebih tua beberapa tahun dari mereka mengangkat penanya dan bertanya, memotong ucapan yang akan keluar dari calon pelayan itu.
"Mary, bukan Marry atau Marrie." Koreksinya cukup tak sabaran pada pelayan kediaman yang bertugas untuk menulis nama mereka sebelum membuka mulutnya lagi,
"Tapi Nyonya Koch-"
"Dan tidak ada tapi, anak kecil. Selanjutnya!"
Dua orang lagi dan akhirnya giliran Vivienne.
"Nama?"
"Jean, Nyonya Koch." Ucap Vivienne dengan senyum ramah terbaiknya.
"Surat Rekomendasi?" Tanya kepala dapur kediaman Grand Duke itu sesaat melihat gadis di depannya hanya berdiri mengaitkan tangan dan tersenyum gugup.
"Ah maaf, Nyonya Koch, ini baru pertama kalinya. Saya baru saja datang dari Elsdon untuk bekerja."
Nyonya Koch mengamati dengan seksama dari ujung kaki sampai ujung rambut hitam gadis di depannya. Tatapannya terlihat curiga. Gadis itu terlihat cukup lusuh selayaknya orang dari County pinggiran tanpa nama keluarga, kulitnya putih tampak pucat tak sehat, gaun panjangnya berwarna ivory hampir kecoklatan terlihat seadanya tanpa bordiran. Kain biru tua pudar diikat sedemikian rupa digunakannya sebagai wadah barang-barang pribadi menggantung di bahu kirinya yang terlihat seperti hanya tulang. Tapi yang membuatnya ragu adalah, karena pembawaannya terlihat cukup lebih tua dibanding gadis bernama Mary tadi dan yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Escape
Romance𝑹𝒐𝒎𝒂𝒏𝒄𝒆 𝑭𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔𝒚 Seorang Saintess yang dimuliakan di penjuru Kerajaan Syca, memilih kabur dari kuil yang telah membesarkannya, hanya karena merasa muak dengan semua masalah yang dilimpahkan padanya untuk diselesaikan. Sementara itu, tan...