20. Another Uninvited Guest

66 11 4
                                    

***

***

***

Waktu telah menunjukkan pukul sebelas lebih, hampir tengah malam. Louis baru saja keluar dari ruang kerja, dan berjalan melewati koridor dengan pencahayaan remang-remang dari lentera api di sepanjang dindingnya, serta cahaya bulan setengah penuh dari jendela besar di ujung koridor. Semua penghuni Arcus Hall pasti sudah berada di tempat tidur masing-masing, kecuali dirinya yang terjaga karena punya banyak hal untuk dikerjakan, dipikirkan.

Otaknya masih mencari-cari dan menarik benang merah antara sikap janggal pelayannya dengan informasi dari obrolan bersama Countess Devon.

Dengan seperti biasa ia membuka pintu kamarnya, masuk, dan berekspektasi mendapatkan privasi serta kekosongan. Namun, seorang wanita sedang diam berdiri di tengah kamarnya dengan gaun tidur putih panjang di atas mata kaki.

Wanita itu yang sama terkejutnya, berputar ke arah pintu di mana Louis baru saja masuk.

"Jean?"

Suara pria itu keluar dengan ragu dan terdengar lebih berat. Apalagi melihat balutan pakaian yang dikenakan tampak sangat memprovokasi, tanpa selimut wol besar yang biasa pelayan itu gunakan untuk tambahan penutup. Potongan leher gaun tipis itu mengotak lebar dengan kerutan yang bisa dikendurkan untuk memudahkan gaun itu terlepas. Mengekspos leher jenjang wanita itu beserta sepasang tulang selangkanya dengan tonjolan dan cekungan sempurna, dan belahan dada yang masih terlihat menyembul bagian atasnya.

Terbantu dengan cahaya bulan dari jendela di belakangnya, menembus ke kain baju, lekukan tubuh itu tak terelakan dari pandangan meskipun minim penerangan.

Apa pakaiannya memang setipis itu dengan banyak renda?

Louis mencoba mengingat-ingat.

"Maaf, Yang Mulia. Sapu tangan saya yang berharga tertinggal di sini saat saya bersih-bersih tadi pagi." balasan Jean terdengar tanpa gugup, sebelum berbalik lagi untuk berjalan menuju ranjangnya, mengabaikan Louis yang terperanjat.

Alasan macam apa itu.

Kedua alis tajam pria itu semakin menaut melihat pelayan Rosier-nya menyibak selimut ranjang yang tertata dan menggeledah bantal-bantalnya.

Tanpa sadar kaki pria itu mengambil langkah besar ke arah wanita yang telah bersikap lancang, lalu mencengkram pergelangan tangan kecilnya, menghentikan kegiatan mengacak-acak yang tengah berlangsung, dan memaksa wajah mereka berhadapan.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Suara bariton keluar tegas menatap wajah feminim itu, dan Jean tanpa segan membalas tatapannya serta menjawab datar dan tenang.

"Mencari sapu tangan berharga saya, Yang Mulia."

Louis tak tahu, entah hanya perasaannya saja atau memang untuk sekilas, ia melihat kilatan lain dari sepasang iris abu-abu itu.

"Benarkah?"

Tanpa sadar satu sudut bibirnya terangkat, dan wajahnya sudah ia dekatkan, seolah ingin mengetes kejujuran dengan tatapan semata. Sementara si pelayan membalas dengan suara tenangnya dan masih tak enggan untuk memutuskan kontak mata.

"Sungguh. Apa yang harus saya lakukan untuk membuktikannya, Yang Mulia?" Suara perempuan sebayanya itu tak kalah lebih dalam terdengar, hampir berbisik malah.

Dan bola mata Louis bergulir ke arah bibir ranum yang tak jauh dari gapaian jika ia berkehendak.

Wanita yang tangannya masih dalam cengkraman, meneguk saliva seolah menanti penuh dengan antisipasi. Semua detail pergerakan yang dilakukan begitu menarik perhatian pria itu. Apalagi ditambah dengan semerbak harum segar yang dikeluarkan tubuh dalam rengkuhannya, yang seolah lebih tercium jelas dari sebelum-sebelumnya.

The Saintess' EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang