19. Attempt to Attract

64 10 4
                                    

***

***

***

Countess Devon tidak jadi pergi sekarang. Tapi Elaine Lyre akan mengusahakannya sampai akhir hari ini. Apalagi Grand Duke Louis sudah tidak lagi sibuk bekerja. Ini pertama kalinya sejak putri bungsu Lyre itu menginap di Arcus Hall, si tuan rumah tidak meninggalkan kediamannya dari pagi. Namun sayangnya, pria itu malah mengajak si nenek pikun mengobrol, bukan dengan Elaine yang merupakan salah satu nona yang paling banyak menerima proposal di tahun pertama debutnya.

Mereka baru saja selesai sarapan bertiga, suatu hal yang baru pertama kali dilakukan selama empat hari ini di Arcus Hall. Kemudian Grand Duke muda mengajak untuk melihat-lihat koleksi bunga di taman tengah kediamannya seperti yang Elaine minta pada Permaisuri di surat pengantarnya lalu. Sebuah peningkatan, batin senang gadis pirang dengan gaun merah muda manis itu sebelum melihat bagaimana hari ini berlanjut.

"Oh, ini sangat cantik, saya baru pertama kali melihatnya. Kira-kira bunga apa ini, Grand Duke Louis?" tanyanya penuh antusias, memotong cerita nostalgia Countess Devon tentang pesta di Arcus Hall saat mendiang Grand Duchess masih hidup.

Dua orang yang berjalan pelan di depannya berhenti dan menengok ke arahnya.

Elaine tentu tak ingin hanya jadi pendengar, dan ia pun tak bisa ikut bercerita memori yang dirinya saja belum lahir. Mungkin seharusnya ia banyak mencari tahu soal ibu Grand Duke agar Elaine yang bercerita dan mendapatkan perhatian sepenuhnya dari lelaki itu.

"Sekali lagi maaf Lady Elaine, saya juga kurang tahu banyak tentang jenis bunga yang ada di taman ini."

"Bukankah ini bunga pansy? Saya ingat dulu mendiang Grand Duchess kebingungan mencari bunga warna ungu lain untuk tambahan koleksi tamannya. Ternyata beliau memilih bunga ini. Saya dulu menyarankan wisteria yang akan cantik kalau ditanam dekat patio, bukankah begitu, Grand Duke Louis?"

"Saya yakin, begitu."

Dan lagi-lagi, pembicaraan diambil alih oleh Countess Devon, hingga akhirnya melupakan kehadiran Lady Elaine di belakang mereka. Sorotan mata coklat besar itu tajam ke arah belakang kepala wanita penuh uban. Countess Devon seolah ingin menang dari kompetisi dengan Elaine dalam mendapatkan perhatian lelaki muda yang lebih cocok menjadi cucunya. Padahal seharusnya wanita tua itu membantu Elaine mendapatkan hati pria itu, bukan membuatnya tampak bodoh. Jika Countess Laurent di sini pasti ia akan memujinya dan meninggikan sosok Elaine.

Dan Permaisuri Eleanor juga tidak membalas suratnya, padahal jarak antara istana ke Arcus Hall tak sejauh itu.

Mungkin ia memang sibuk, batin kecilnya menyahut.

Tapi sesibuk apapun harusnya wanita yang masih tak dianggap ratu itu perlu bisa meluangkan waktu untuk membalas surat kecil dari dayang kesayangannya.

Elaine harap, Jacqueline tak memonopoli waktu permaisuri selama ia di sini. Entah kenapa semua orang semacam tengah mengabaikannya sekarang.

Sabar Elaine, kau akan jadi istri dari panglima tampan itu sebentar lagi. Pasti.

"Ingatan Countess sangat bagus. Pasti para nona yang pernah diajari oleh anda sangat senang karena masih diingat namanya sampai sekarang. Dan itu pun tak hanya satu atau dua nona, bukankah begitu, Countess Devon?" Sanjung Louis.

Wanita tua di sampingnya tertawa malu-malu di balik kipasnya.

"Saya baru tahu, selain seorang rupawan, Grand Duke Louis juga pandai memuji."

Lady Elaine di belakang mereka memutar bola matanya. Sementara Countess Devon melanjutkan.

"Iya, ada banyak nona yang saya ajari etika. Para orang tua punya banyak kesibukan dan tak semua dari mereka juga memiliki tata krama yang seharusnya, kau tahu. Jadi mereka meminta bantuan kepada saya. Padahal wanita tua ini juga masih banyak kekurangan, tapi mereka masih memilih saya untuk menjadi tutor anak-anak mereka."

The Saintess' EscapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang