***
***
***
"Apa masih tak ada balasan?"
...
"Yang Mulia sudah tak keluar dan makan berhari-hari..."
...
"Tak bisakah Sir Claude atau yang lain datang membantu?"
Suara orang berbicara di balik pintu kamar terbawa cukup samar sampai ke telinganya. Pendengaran Louis seolah baru berfungsi lagi setelah sekian lama yang entah ia tak menghitung jangka waktunya. Kepalanya berdenyut kencang begitu ia bangunkan dari bantal. Dan ia kembali termenung seperti merasakan dejavu, seakan bisa melihat apa yang akan ia lakukan selanjutnya begitu melihat botol-botol brendi yang tersebar di lantai kamar. Arah pikirannya kembali pada rentetan memori yang serasa terjadi sudah cukup lama, padahal juga baru seminggu mungkin.
Cahaya matahari siang yang datang dari celah tirai jendela yang tertutup, memantul ke barang-barang kaca itu. Keadaan kamarnya terlihat sangat kacau, barang-barang terlempar pecah, sebagian besar furnitur rusak, patah, dan tersisa ranjang tidur yang terlihat masih utuh dengan kanopi yang tirainua sudah terobek. Ini hampir seperti hari-hari saat ia akhirnya kembali ke Rosier setelah sekian lama di medan perang.
Segalanya terasa kacau dan sia-sia. Louis tak suka perasaan ini, sangat membenci dirinya sendiri yang bodoh dan tak tahu apa yang sebenarnya ia inginkan.
Tapi ia juga sangat ingin ayahnya kembali... dan semuanya menjadi normal sedia kala. Louis hanya punya sang ayah yang selalu menyanjung bangga dan menyayanginya tanpa syarat. Tapi itu semua...
Hujaman ribuan suara dalam kepala yang menyalahkan dirinya terasa sampai memekikkan telinga bersama denyutan pada kepala yang seolah tengah ditabuh berkali-kali.
Kenapa ini menjadi begitu rumit?
Dengan segala usahanya, lelaki itu mencoba beranjak dari ranjang, berniat mencari sesuatu yang bisa mematikan rasa sakit dari sekujur tubuhnya yang seolah baru saja menerima bertubi-tubi pukulan. Fokusnya tertuju pada gelas bersama satu karaf minuman yang masih tersisa di meja dengan sofa panjang yang ternyatabelum terjamah tangan perusaknya.
Tapi (kau) seharusnya tidak seperti ini.
Suara menasehati itu di kepalanya entah kenapa dan dari mana terdengar seperti suara pelayan sialan itu. Dan karaf berisi brendi yang berhasil ia angkat tadi untuk diminum, berakhir terlempar menabrak dinding, seketika pecah dengan suara nyaring bersama raungan kerasnya penuh frustasi.
Louis menarik napas panjang, membuangnya dan mencoba menenangkan diri, mengisi otaknya dengan kesadaran penuh. Sebelum ia bergegas membuka pintu yang terkamuflase di kamar utama dengan jalan rahasia menuju keluar kediaman, yang difungsikan jika ada keadaan genting yang perlu jalan keluar lain yang tersembunyi. Dan di situ juga terdapat sel-sel kecil untuk memenjarakan musuh.
Tanpa memperdulikan penampilannya yang hanya setengah tertutup dengan celana panjang, Louis berjalan cepat dengan langkah tajam tanpa alas kaki, menyusuri lorong gelap berlantai batu dan tanah lembab, mengabaikan hawa dingin bawah tanah yang menerpa dada telanjangnya. Tak ada tujuan besar, ia hanya ingin melihat wanita itu bersama penderitaannya, berharap merasa puas dan memberi makan egonya.
Jantung Louis hampir saja merosot saat melihat dari kejauhan, satu tubuh dengan gaun yang tergeletak di depan sel di mana wanita itu berada. Ia segera berlari mendekat dengan keterkejutannya.
Pikiran kemungkinan terburuk langsung menyerang dalam kepala, ia sangat merasa tak siap dengan itu semua. Kata penolakan dan penyangkalan terucap oleh mulutnya seperti mantra beruntun tanpa Louis sadari.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Escape
Romance𝑹𝒐𝒎𝒂𝒏𝒄𝒆 𝑭𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔𝒚 Seorang Saintess yang dimuliakan di penjuru Kerajaan Syca, memilih kabur dari kuil yang telah membesarkannya, hanya karena merasa muak dengan semua masalah yang dilimpahkan padanya untuk diselesaikan. Sementara itu, tan...