***
***
***
Hiruk pikuk orang mengisi jalan sepanjang alun-alun. Festival musim semi diadakan seperti tahun-tahun lalu, dan kali ini tampak lebih meriah, apalagi di ibukota, seakan sekaligus merayakan kemenangan Syca beberapa minggu yang lalu. Berbagai pedagang musiman menggelar lapaknya, semakin memperpadat deretan kios. Kerajinan tangan, perhiasan, pakaian, makanan, dan masih banyak jenis barang lainnya yang diperjual-belikan. Ada juga yang hanya datang untuk menikmati pertunjukan teater jalanan yang sangat ditunggu setiap musimnya."Jepit rambut Lady Jacqueline musim ini, sangat mirip dengan model aslinya," suara pedagang aksesoris berpromosi.
Jean hanya memperhatikan deretan pernak-pernik cantik tersebut dari celah bahu gadis-gadis yang ingin membeli, karena saking padatnya depan lapak itu. Sesaat ia punya kesempatan untuk maju tepat di depan meja lapak.
"Hanya di sini yang paling murah. Saya langsung mendapatkannya dari pengrajin, tidak dari tangan kedua!" Pria seumuran Steward Warden itu mencoba meyakinkan gadis-gadis di samping Jean. Sementara ia sendiri lebih tertarik dengan deretan gelang manik-manik. Ada juga replika-replika aksesoris lain milik para bangsawan yang terkenal berjejer dengan kualitas sepadan harga tentu saja.
Ini pertama kalinya ia pergi ke alun-alun kota Morè, yang tentu lebih ramai dan lebih besar dibanding Rosier. Berpikir untuk mengubah atmosfer seperti yang dianjurkan Nyonya Spinner, menikmati suasana festival, ia putuskan untuk menyusul pelayan Ana dan lainnya. Daripada terpenjara di Arcus Hall dengan pikiran melayang ke mana-mana, apalagi setelah insiden yang baru saja terjadi.
Tapi sebegitu sampai dan melihat banyaknya orang di jalan, jadi ia urungkan. Mengenali orang di tempat seramai ini akan sangat sulit, lebih baik ia langsung menikmati jalannya sendiri saja.
"Oh! Bukankah ini bros yang pernah dipakai Saintess Vivienne?"
Suara di samping Jean membuatnya mematung sejenak. Ia menarik pelan tudung jubahnya ke bawah, mencoba menyembunyikan wajahnya lebih lagi dan tanpa menarik perhatian.
Jean mendengarkan.
"Kau masih percaya yang seperti itu? Padahal tak ada yang pernah melihatnya memakai langsung, hanya kata orang. Wajah Saintess Vivienne saja hanya orang Kuil Itsvia yang tahu." ujar teman gadis itu.
"Tapi Countess Devon yang bilang! Kau tahu 'kan, beliau pernah menjadi tutor mendiang Saintess." kukuhnya tak ingin disanggah. Jean mencoba menilik benda kuningan yang menjadi perhatian mereka. Ia sendiri tak begitu ingat memiliki aksesoris itu lima tahun yang lalu. Mungkin salah satu hadiah dari para bangsawan, pikirnya.
Orang-orang kuil sendiri punya aturan tak tertulis mengenai penampilan pelayan Dewi, seperti pakaian kain polos, model yang sederhana, tak memakai perhiasan, selain untuk menghadap pada Dewi secara suci dari surga duniawi, juga untuk menampilkan citra kuil yang sederhana dan jauh dari surga duniawi itu. Tapi tentu saja, hal seperti itu tak menghentikan para hamba yang ingin berdonasi lebih besar, dan menjadi semacam sogokan untuk para pembesar kuil. Karena kuil dalam faktanya sekarang seolah menjadi tempat bersih-bersih, di mana orang-orang yang berdosa di mata publik membersihkan namanya, terutama para bangsawan.
Jean cukup terkejut, rumor-rumor sepele seperti apa yang ia pakai dan semacamnya masih mengudara sampai saat ini. Sosok Saintess juga terlihat seakan menjadi pengecualian bagi pemuja seperti mereka yang mengenal kuil sebagai tempat orang-orang sederhana. Bahkan membanding-bandingkannya dengan sosok putri bangsawan, meskipun sekalipun mereka tak pernah melihat sosoknya langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Escape
Romansa𝑹𝒐𝒎𝒂𝒏𝒄𝒆 𝑭𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔𝒚 Seorang Saintess yang dimuliakan di penjuru Kerajaan Syca, memilih kabur dari kuil yang telah membesarkannya, hanya karena merasa muak dengan semua masalah yang dilimpahkan padanya untuk diselesaikan. Sementara itu, tan...