***
***
***
Jean menghabiskan sarapan bagiannya dengan pelan dan setenang ia bisa dalam keheningan suara rintik hujan. Sementara otaknya masih berputar dan mengabaikan tatapan meneliti dari sosok pria yang masih duduk di samping kanan. Sebegitu ia menenggak habis minumnya, wanita itu dengan jengah menengok.
"Apa?" Mulutnya hampir terlihat tak bergerak.
"Kau sudah selesai?"
Tanyanya dibalas kembali dengan pertanyaan lain. Tak ada ekspresi yang bisa ia baca dari pemilik rahang tegas itu. Mata abu-abunya bergulir mengikuti figur yang sekarang berdiri dan mengulurkan satu tangan ke arahnya. Tautan antara alis Jean yang dari tadi pagi belum mengendur, semakin mendekat, bingung. Dan tanpa dirinya sempat memproses, secara impulsif tangannya sudah bergerak menerima, ikut berdiri, berjalan...
"Tidak, tidak, tidak," tolak Jean cepat-cepat seraya menghentikan diri serta berusaha melepaskan genggaman pada pergelangan tangannya saat sadar arah mana yang mereka tuju, satu-satunya tempat tidur di ruangan.
"Aku sudah bilang pada Belinda tadi untuk membebas tugaskan-mu hari ini."
"Dan aku harus melakukan apa di sini? Memuaskanmu dengan tubuhku? Aku bukan penghangat ranjang, Yang Mulia." Sebutan yang keluar terdengar seperti ejekan.
"Siapa yang bilang kau wanita seperti mereka?"
"Kau membuatku seperti itu." balas pelan Jean geram sembari menarik lepas tangannya ketika ada kesempatan, sebelum beranjak ke arah pintu dan sekilas baru sadar lagi kalau masih terkunci.
Seketika itu pria di belakang menyusul, dan secara gesit membalikkan badannya, lalu melumat bibirnya tanpa aba-aba. Tangan Jean akhirnya mendarat kilat pada pipi tuannya dengan suara keras menggema.
Jean yang malah tampak lebih terkejut dibanding sang korban dengan apa yang baru saja dilakukan, menjadi kesempatan untuk Louis mengambil ciumannya lagi seraya memojokkan tubuh wanita itu dengan badannya hingga menabrak daun pintu yang terkunci.
Dorongan pada pundaknya untuk menjauh tak serta merta menjadi alasan kenapa pria itu melepas klaim bibirnya.
"Aku yakin kau bisa melakukan lebih dari tadi jika kau memang berniat." tudingnya setelah memberi jarak kecil hingga hidung mereka bersentuhan, sementara satu tangannya bergerak menuruni lengan dan mencengkram pinggang wanita yang dalam kungkungannya sekarang, meremas serta menarik untuk mendekat ke tubuhnya. Dan tangan satunya lagi tetap pada posisi, mengusap lembut rahang samping denga ibu jari bergerak menyeka bibir ranum yang mulai menjadi adiksinya sejak semalam. Segalanya terasa lebih dari apa yang mimpinya bisa imajinasikan.
Louis seakan kehilangan logika, dan ingin terus menunda semua urusannya hanya demi tenggelam dalam kenikmatan itu.
Mungkin memang beginilah perasaan pertama kali saat jatuh ke dalam godaan, batinnya mencoba menjelaskan keadaan. Dirinya yang baru saja mencicipi surga dunia menjadi tak bisa lepas, dan mabuk dalam pelukan wanita di hadapannya.
Dan menyamakan wanita ini dengan para wanita penghangat malah menaikkan amarahnya. Jika berpikir demikian, bukankah itu juga berarti akan ada pria lain yang akan menginginkan waktu perempuan itu juga? Ikut menikmati hal yang baru saja Louis nikmati? Sangat mengganggu egonya dan ingin mengklaim kepemilikan.
Jean lebih dari sekedar mereka. Meskipun ia tak bisa memberi label yang tepat pada perasaan ini, tapi dirinya tak bisa mengizinkan wanita yang sekarang masih mengatur jalan napasnya, dengan bebas memberikan kenikmatan kepada orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Escape
Romantik𝑹𝒐𝒎𝒂𝒏𝒄𝒆 𝑭𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔𝒚 Seorang Saintess yang dimuliakan di penjuru Kerajaan Syca, memilih kabur dari kuil yang telah membesarkannya, hanya karena merasa muak dengan semua masalah yang dilimpahkan padanya untuk diselesaikan. Sementara itu, tan...