***
***
***
Langkah Louis terhenti di ambang pintu begitu melihat sosok wanita dengan rambut terikat longgar tengah duduk sambil menyeruput makanan dalam mangkok, wanita yang ia kira sudah kembali ke kamarnya tadi, si pelayan Rosier. Mereka akan berada di situasi yang sama dengan waktu itu, sendirian berdua, dengan selimut yang sama yang membalut kedua pundak feminim itu, untuk menghalau angin malam dan sebagai kesopanan. Suatu kondisi yang tak pantas untuk dihadapkan pada lawan jenis.
Louis baru saja akan berbalik badan mengurungkan niatnya untuk menyegarkan kerongkongannya yang haus setelah berjam-jam bermain pedang, berpikir untuk tak mengulangi momen waktu itu. Tetapi, sesaat kemudian mereka berkontak mata, dan Louis ingin cepat-cepat menghindar seolah ia tak menyadari keberadaan wanita itu. Ia kira akan terdengar suara menyapa hormat mengikuti interaksi sekejap itu. Namun, saat ia tengok kembali wanita pelayan itu juga bersikap sama, seolah kontak mata itu tak pernah terjadi dengan bersikap biasa dan kembali menikmati cemilan tengah malamnya.
Semua itu terjadi dalam beberapa detik saja.
Entah kenapa ini sangat lucu bagi Louis, dan atmosfer di sekitar menjadi canggung.
Jean bukanlah pelayan yang tiap saat suka berada di kaki majikan sepertinya, menurut penilaian Louis sekarang.
Ia putuskan untuk kembali masuk ke dapur dan memberi sinyal kehadiranya dengan ketukan pada pintu. Lagipula ini rumahnya, untuk apa juga ia bersikap sungkan untuk sekedar mengambil air minum. Toh dia hanya punya kepentingan sebentar saja, tak lebih dari lima menit.Jean mendongak dan sigap berdiri untuk menunjukkan hormat sambil menarik selimutnya erat, bersikap cukup terkejut seolah baru menyadari kehadirannya.
"Yang Mulia! Apa ada yang anda butuhkan?"
Dan Louis berpikir wanita ini pintar bergelagat. Sama seperti cara dia mengabaikan pemandangan di halaman tengah akhir-akhir ini di mana Louis bermain pedang.
"Hanya air minum."
Dengan cekatan wanita itu berbalik mengambil gelas dan menuangkan air. Perasaan dejavu muncul.
Sesaat Louis melihat isi mangkok wanita itu yang berupa crepe dengan saus karamel dan perasan jeruk, sisa makanan penutup semalam. Dan seperti tersugesti, perutnya bersuara -meskipun tak keras- seakan meminta kembali jatah energi yang Louis habiskan untuk berpedang tadi.
"Apa crepe suzette-nya masih?" tanyanya penuh harap begitu Jean selesai dan berjalan ke arahnya.
"Masih, Yang Mulia. Akan saya hangatkan sebentar." ujar wanita itu sembari meletakkan gelasnya.
"Tak usah dihangatkan pun tak apa." balas Louis acuh tak acuh seraya mengambil posisi duduk di seberang tempat Jean tapi di ujung sisi lainnya.
Niatnya untuk langsung kembali ke kamar sebegitu mengambil air minum terbuyarkan seketika. Tak mengindahn penampilan mereka yang terlalu seadanya dan yang membuatnya enggan untuk berada seruangan tadi.
Dan Jean melakukan persis seperti yang ia ucapkan tanpa basa-basi panjang atau konfirmasi lagi. Menaruh beberapa potongan crepes dingin ke mangkuk dan menyiramnya dengan saus karamel dan sari jeruk.
"Terima kasih, kau bisa kembali menikmati milikmu." ucap Louis begitu mangkuk itu mendarat di depannya lengkap dengan sendok. Jean kembali ke posisinya dalam diam.
Keheningan menyapu ruangan, kecuali suara sendok mereka yang beradu dengan mangkok, tenggelam dalam pikiran masing-masing yang sepertinya tak ada yang keberatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Escape
Romance𝑹𝒐𝒎𝒂𝒏𝒄𝒆 𝑭𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔𝒚 Seorang Saintess yang dimuliakan di penjuru Kerajaan Syca, memilih kabur dari kuil yang telah membesarkannya, hanya karena merasa muak dengan semua masalah yang dilimpahkan padanya untuk diselesaikan. Sementara itu, tan...