***
***
***
Angin semilir awal musim semi memasuki jendela lengkung yang dibiarkan terbuka di salah satu kamar besar bangunan tua yang dianggap suci oleh orang-orang Itsvia dan Syca. Apalagi ditambah suara-suara alam yang menemani terdengar samar seakan memberi jaminan kehidupan damai nan tentram kepada para penghuninya. Membuat siang itu begitu syahdu tanpa terik panas matahari yang mengancam, karena rimbunnya pepohonan di sekitar kuil.
"Apa katamu tadi?"
Esmee lekas mengulangi lagi awal ceritanya penuh ngeri kepada wanita mulia yang rambut hitamnya sedang ia sisir.
"Iya, Saintess. Eloise yang mendengar cerita dari Nyonya Laroux yang kebetulan berkunjung ke rumah Tuan Feret yang sempat bercerita kalau lidah Mia dipotong karena membantah sang majikan."
"Lalu sekarang bagaimana keadaannya?" Tanya Saintess Vivienne ikut ngeri membayangkan manusia dipaksa tanpa lidah.
"Masih dikurung, Saintess." jawab salah satu anak yatim-piatu yang dibesarkan oleh kuil dari bayi selama enam belas tahun sekarang.
"Kasihan." Vivienne menanggapi dengan simpati.
Dan dalam diam keduanya menyembunyikan rasa bersyukur yang sama akan jalan nasib mereka saat ini. Yang satu begitu beruntung karena anomali yang terjadi padanya empat belas tahun yang lalu, hingga dirinya yang dibesarkan untuk menjadi budak malah ditunjuk sebagai Saintess. Sementara satunya lagi, merasa beruntung karena berkat bantuan wanita di hadapannya, ia tidak mengalami nasib serupa dengan Mia yang malang.
Selesai dengan cerita mengenaskan tadi, Esmee mengganti ke gosip lain, dan seterusnya sampai kepangan rambut hitam panjang selesai, tersanggul dengan cantik dan penuh perhatian terlalu ekstra bagi seorang yang cuma penghuni kuil. Tapi Saintess Vivienne tampak tak mempermasalahkan dan berterima kasih padanya dengan senyum lebar puas.
Sebagai anak yang dibesarkan untuk menjadi budak dan tak ingin bernasib sama dengan rekan-rekannya yang sengsara, Esmee merasa sangat beruntung ketika Saintess memilihnya untuk menjadi pelayannya, dan ia merasa hanya perlu menyenangkan hati nyonya-nya serta para penghuni kuil agar tetap bisa tinggal di kuil lebih lama yang lebih baik daripada menjadi budak. Di sini Esmee masih bisa mencari uang tambahan di sekitar kuil jika ada waktu luang, punya uang simpanan sendiri meskipun tak seberapa. Paling tidak dirinya merasa bebas dibanding menjadi budak yang seluruh jiwa dan raga milik sang majikan, tak memiliki hak sama sekali.
Beruntung sekali, jalan takdirnya dilewati Saintess yang mulia. Ia sangat berterima kasih kepada anak Dewi Viada tersebut, membantunya masuk kembali ke kuil ketika dirinya sudah dijemput Nyonya Laroux, wanita penyalur budak yang biasanya mencarikan majikan untuk para anak-anak yatim piatu yang dibesarkan kuil.
Banyak orang yang tak mengetahui fakta hal tersebut mengenai kuil. Mereka berpikir kalau Kuil Suci Itsvia dengan dermawannya menampung dan merawat anak-anak yatim piatu tanpa pamrih. Apalagi jika mendengar kabar sekian kecil nasib para anak yang sudah dewasa itu yang tampak sukses, seperti misal, berhasil masuk ke dalam keluarga saudagar kaya ataupun tuan tanah. Nyonya Laroux yang menggembar-gemborkan berita semacam itu, dan melambungkan harapan para anak kuil yang menjadi merasa beruntung tinggal di kuil dan lebih bersabar lagi menunggu nasib datang.
Namun, kenyataannya tak semudah dan senyaman itu. Otak kecil semakin menjadi dewasa mengikuti umur pemiliknya, dan rasa penasaran akan dunia di luar kuil tentu tak bisa diabaikan sepenuhnya meski sudah ada ilusi jaminan kehidupan lebih baik. Dan mereka yang cukup haus pengetahuan, mendapati kenyataan bahwa harapan untuk bisa tinggal bersama seorang saudagar kaya raya tak seindah apa yang diceritakan. Terlebih lagi saat bertemu kembali dengan mereka yang berhasil melarikan diri dari tali kekang budak. Dan akhirnya anak-anak yang terpilih itu mulai sadar akan tujuan mereka dibesarkan meskipun dikasih makan seadanya, serta dididik keras dalam melayani orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Saintess' Escape
Lãng mạn𝑹𝒐𝒎𝒂𝒏𝒄𝒆 𝑭𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔𝒚 Seorang Saintess yang dimuliakan di penjuru Kerajaan Syca, memilih kabur dari kuil yang telah membesarkannya, hanya karena merasa muak dengan semua masalah yang dilimpahkan padanya untuk diselesaikan. Sementara itu, tan...