Part 51

3 0 0
                                    

Minhyun menatap wajah Seunghwan yang terlihat begitu sedih. Rasa bersalah langsung menyelubungi dirinya saat melihat ekspresi itu.
"Maaf," ucapnya pelan dengan suara penuh penyesalan. "Banyak yang aku pikirkan akhir-akhir ini, jadi… aku harus buru-buru."

Tanpa memberi Seunghwan kesempatan untuk berbicara, Minhyun segera berbalik dan pergi. Seunghwan hanya bisa berdiri diam, merasakan kekosongan yang mendalam.
"Apakah dia benar-benar melupakan aku?" gumam Seunghwan lirih. Tatapannya terpaku pada punggung Minhyun yang semakin menjauh. Ia hanya ingin Minhyun mengingatnya, seperti dirinya yang mengingat setiap detail tentang Minhyun.

Dengan tangan gemetar, Seunghwan merogoh kantung celananya, lalu mengeluarkan ponsel.
"Yeoboseyo, Hoshi? Maaf, aku akan terlambat. Aku segera menyusul," katanya terburu-buru, lalu menutup telepon dan berlari mengejar Minhyun.

Dengan napas terengah-engah, ia akhirnya melihat Minhyun. Tanpa ragu, Seunghwan berteriak, "Hwang Minhyun!" Suaranya memecah keheningan malam.

Minhyun berhenti, memutar tubuhnya dengan wajah bingung. Seunghwan mendekat dengan langkah cepat. Tanpa aba-aba, "Plak!" sebuah tamparan keras mendarat di wajah Minhyun.

"Apa yang kau lakukan?!" bentak Minhyun terkejut.
"Aku melakukannya supaya kau sadar! Dasar pangeran kulkas!" seru Seunghwan penuh emosi, lalu berbalik pergi dengan langkah cepat, meninggalkan Minhyun yang kebingungan.

Minhyun mencoba memanggilnya kembali, tetapi ia terdiam. "Hey, siapa namanya tadi?" gumam Minhyun, merasa pikirannya kacau. "Ah, bukan waktunya untuk memikirkan itu."

...

Wui Bong berdiri di dekat gerbang sekolah, memperhatikan sepatu para siswa yang lewat. Namun, ia tak menemukan siapa pun yang memakai sepatu kotor. Sebuah mobil hitam tiba-tiba melintas dan masuk ke halaman sekolah.

"Ah, apa aku salah duga? Tapi kenapa si kampret Minhyun itu membasahi tanah? Apa alasannya kalau bukan untuk mencari pelakunya," pikir Wui Bong.

"Heh! Apa yang sedang kau lakukan, hah?" Sebuah suara berat terdengar jelas di belakangnya. Wui Bong berbalik, dan benar saja, Woojin Seonsaeng sudah berdiri di sana dengan tatapan curiga.
"Tidak ada, Pak!" jawab Wui Bong gugup.

Woojin mengamatinya lekat-lekat. "Katakan saja apa yang kau cari. Siapa tahu aku bisa membantu."
"Aku mencari…" Wui Bong terdiam sejenak, mencoba mencari alasan. "Uang koinku jatuh di sekitar sini," jawabnya, berbohong.

Woojin tersenyum kecil. "Ah, uang koin, ya?" Namun, tanpa peringatan, Woojin memukul pelan kepala Wui Bong. "Euh, kau pasti berbohong! Pulang saja, atau bantu aku membersihkan aula sekolah!"

Merintih kesakitan, Wui Bong menjawab, "Baik, aku akan pulang!" seraya berjalan menjauh.

Mobil hitam yang tadi masuk berhenti di dekat Woojin. Jendela diturunkan, memperlihatkan Hyeku bersama ibunya.
"Woojin Seonsaengnim?" sapanya ramah.
"Oh, Hyeku eomma!" jawab Woojin dengan senyum lebar.

Mereka saling bertukar kabar singkat sebelum Hyeku eomma melanjutkan perjalanan. Mobilnya melaju, melewati Wui Bong yang masih berjalan pulang dengan lesu.

...

Hoshi, Mingsun, dan Shinwa duduk di ruang kantor polisi, mendengarkan Detektif Park yang menjelaskan temuan dari rumah Seunghwan.
"Aku menemukan ini di rumah itu," kata Detektif Park, sambil memperlihatkan tiga kamera CCTV.

"Kamera ini sama seperti yang aku temukan sebelumnya," ujar Mingsun.
"Benar. Kamera ini memang diproduksi secara khusus. Sayangnya, dua kamera tidak memiliki data: satu mati total, dan satu lagi memorinya kosong. Hanya kamera ketiga ini yang masih memiliki memori," jelas Detektif Park.

Hoshi bertanya, "Kenapa beberapa memori hilang, sementara yang lain tidak?"
"Hanya ada satu kemungkinan: memorinya sengaja dihapus. Kamera yang mati ini ditemukan di dekat mesin cuci, yang memorinya hilang ada di dapur, dan yang terakhir, yang memiliki memori, berada di halaman belakang."

Ia menambahkan, "Pelakunya sepertinya sangat memahami struktur rumah Seunghwan."

Hoshi terdiam. Semuanya terasa seperti adegan dalam sebuah film. "Apakah rumah Seunghwan sekarang sudah aman?" tanyanya pelan.

~ Bersambung~


SEUNGWAN is MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang