53 Bad luck

190 46 24
                                    


"Lo cantik kalau lagi happy," puji Ronald, terdengar ketulusannya.

"Buaya!" Cletuk Aliya, bersamaan dengan datangnya Fernando dan Bilqis ke meja yang sama.

Mereka langsung membahas mengenai persiapan acara. Ronald memberi tahu orang-orang yang sudah bersedia mengisi acara. Band-nya salah satunya, sebagai penanda band itu akan memulai kembali rutinitasnya. Selain saudara, kerabat, teman, relasi baru Ronald dari Mas Andi juga diundang. Ada kemungkinan mereka juga bisa mengisi acara.

Ronald meminta Fernando menjadi MC untuk acara besok. Temannya itu langsung menyanggupi.

Bilqis menceritakan mengenai merchandise yang sudah siap dan tinggal dikirim dari vendor pembuatnya. Hampir semuanya sudah siap.

Fernando pamit undur terlebih dahulu karena ada acara keluarga. Bilqis mesti kembali bekerja karena pengunjung mulai banyak yang datang.

Tinggal Aliya hanya berdua dengan Ronald di meja itu. Perempuan itu mengambil buku catatan Tuan Leon dari tas-nya. Ingin mulai membacanya lagi bersama-sama dengan Ronald. Dia menceritakan hal yang sudah dibacanya, serta hasil temuannya.

"Eh, tau nggak sih, Oma Schat ternyata kerja di Kantor Pos lagi," ujar Aliya bersemangat.

"Oya?" Ronald antusias mendengar cerita Aliya.

Setelah kondisi mulai membaik, Imah mendapat tawaran untuk kerja di Kantor Pos, lagi. Pengalamannya di masa lalu jadi bagian perjalanan hidupnya, curriculum vitae. Imah menjadi pegawai, sementara Leon mengurus usahanya. Perkebunan teh di Lembang berjalan dengan baik, juga usaha restorannya di Toko Merah. Begitu cerita Aliya.

"Tau nggak apa yang gue temukan?" Tanya Aliya lagi, pertanyaan pancingan. Mana mungkin Ronald tahu jawabannya.

"Apa?" Tanya Ronald, senang melihat antusias Aliya.

"Kalau dari deskripsi tempat Oma Schat kerja, kayaknya sama kayak di kantor tempat gue kerja sekarang," ungkap Aliya antusias.

"Gimana lo nyangka gitu?"

"Ehm, dari letaknya sih, di perlimaan. Di Jakarta dimana lagi ada Kantor Pos yang di perlimaan jalan? Terus bangunan kantor gue kan jadul. Peninggalan kolonial, cagar budaya," terang Aliya.

"Jodoh," timpal Ronald, disisipi senyum tipis yang manis.

"Maksudnya?" Aliya sudah berpikir yang tidak-tidak.

"Lo, Oma Schat, dan Kantor Pos tempat lo kerja."

Aliya tersenyum paham, sebuah kebetulan yang mungkin. Kantornya bangunan lama. Bahkan banyak furniturenya juga masih dipertahankan keasliannya. Dalam catatan Leon, laki-laki itu menjelaskan dengan detil jumlah tiang yang ada, tinggi meja di mana orang-orang mengantri untuk berkirim surat, sampai letak dimana dia biasa menunggu istrinya pulang kerja. Mirip dengan kantor Aliya.

Ronald dan Aliya beberapa kali mencocokkan catatan Tuan Leon dengan keadaan sekarang. Suatu hal yang seru. Seperti lokasi sumur tua dengan toren besar di dekat jembatan yang sekarang sudah tidak ada lagi. Atau kanal-kanal yang sekarang sudah kering atau ditutup menjadi jalan di atasnya.

Keasyikan Ronald dan Aliya membaca buku catatan itu tiba-tiba terganggu sebuah panggilan telepon. Nama Jessie lagi-lagi muncul di layar hp Ronald. Awalnya Ronald mengabaikan panggilan itu. Tapi panggilan itu tidak berhenti sampai panggilan berulang empat kali.

"Angkat!" Perintah Aliya. Bukankah kalau hanya professional mestinya panggilan telepon itu menjadi hal yang biasa saja? Ronald mestinya bisa mengangkat telepon itu di depan Aliya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 15 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Toko MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang