#24

12.4K 1K 6
                                    

Dua puluh empat

December

Ulangan semester sudah selesai. Seperti tradisi SMA Catholic St.Joseph, porseni selama 2 minggu dan perayaan natal akan di laksanakan di sekolah. Tentu itu membuat para siswa disini senang, dan semangat mengikuti segala kegiatan, tapi tidak mengalahkan rasa takut mereka untuk nilai raport semester.

Bagaimana tidak takut? SMA Catholic St.Joseph adalah SMA paling favorit yang anak-anak SMP baru lulus berlomba-lomba untuk seleksi testing di sekolah ini. Sekolah ini sekolah yang membebaskan siswanya melakukan apapun -asal tak ketahuan-, namun tidak untuk prestasi. SMA Catholic St.Joseph adalah sekolah elit yang menampung siswa-siswa yang pandai dalam segala hal.

SMA Catholic St.Joseph juga tidak segan-segan untuk memecat murid yang berperilaku diluar batas, dan tidak segan untuk meninggal kelaskan murid yang tidak sanggup lagi mengikuti pelajaran. Bayangkan saja, minimal 1 tahun, 48 orang ada yang tinggal.

Namun, itu tidak berarti bagi Aqueena.

Aqueena memikirkan kalau dia masuk ke SMA ini karena nasib-nasiban. Aqueena tidak terlalu ambisius untuk belajar. Dia lebih memilih untuk menghabiskan masa SMA-nya dengan bersenang-senang. Karena dia mempunyai prinsip: "Orang Pintar Akan Kalah Dengan Orang Yang Beruntung."
Namun sayang, hidupnya kadang tidak beruntung.

Disaat kegiatan porseni seperti ini di sekolah, Aqueena seperti biasa, membawa tas sekolah dengan isi kosong. Hanya ada dompet, charger dan earphone. Dan dia hanya memilih lomba tari kontemporer dibanding lomba yang lain, karena menurutnya tari modern itu lebih keren.

"Gini-gini aja sampe kiamat, jadi gembel kalo udah ada porseni." kata Mona bersandar di dinding ruang kosong dekat perpustakaan.

Ruang kosong, ruang yang jarang dikunjungi oleh warga sekolah setelah perpustakaan. Namun, inilah satu-satunya tempat Aqueena dan teman-temannya berkumpul kalau sudah ada acara-acara sekolah yang menurut mereka tidak penting.
Caitlin menidurkan dirinya di lantai, menjadikan paha Mona sebagai bantalnya.

"Nggak ada yang bawa bantal?" sesekali Nanda menguap.

Prilie bangkit dari posisi tidurnya di atas paha Bianca. "Oh iya! Di tas gue ada bantal!" Prilie menepuk jidatnya.

"Siniin dong, gue mau tidur." kata Nanda.

Ruang ini memang tempat ternyaman bagi mereka. Mereka sering tidur-tiduran disini, meskipun beralaskan lantai itu tidak masalah. Asal mereka bersama, semuanya akan terasa sempurna. Cielah..

"Gurlz, ke perpus aja gimana?" Aqueena bangkit dari rebahannya di atas paha Natassha. Sekejap 8 orang teman Aqueena; Mona, Prilie, Ginny, Bianca, Carissa, Caitlin, Nanda, dan Natassha melotot heran ke arah Aqueena.

"Ada malaikat apa masuk ke tubuh lo ngajak ke perpus?" ucap Carissa. Dia menyerngit heran.

Aqueena memutar bola matanya. "Paok, maksud gue, kita tidur disana aja! Penjaganya kan lagi jadi juri loma tari tradisional. Perpus wajib kosong."

"Gak usah lah, di perpus panas njir." imbuh Ginny.

Aqueena menggeleng. "Panas pala lo peyang! Perpus kan ada AC nya, gila. Keliatan banget kalo lo semua gak pernah ke perpus!"

"Loh, emang lo pernah?" ledek Natassha.
Aqueena menimpuk wajah Natassha pake tissue yang dipegangnya dari tadi. "Ya pernah lah! Waktu gue ikut ujian susulan kan di perpus."

Mereka ber-delapan menimang-nimang saran Aqueena, apakah mereka menyetujui atau tidak.

"Hm, kalo gue sih mau." kata Prilie. Yang lain mengangguk.

Bad Boy Do it Better [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang