#26

10.7K 987 6
                                    

Dua puluh enam

Hari ini tanggal 19 Desember di tahun 2015, hari dimana semua siswa-siswi SMA Catholic St.Joseph mempunyai perasaan sama yang menggeluguti pikiran mereka; Jantungan.
Bagaimana tidak jantungan, setiap kali penerimaan hasil nilai semester di sekolah elit ini, para siswa-siswi sudah menyiapkan sapu tangan di saku mereka masing-masing, fungsinya untuk menyeka air mata yang nanti bakalan menghujani pipi mereka.

Setiap siswa berbaris menurut kelas mereka masing-masing seiring menunggu hasil pengumuman hasil kejuaran pararel dari setiap kelas.
Gue, seperti biasa. Gue bersama kawan gila gue bernama Natassha dan Nanda gak pernah baris di barisan kelas gue. Kami lebih milih baris di kelas 2 IPA 1. Ya, biar bisa deket-deket sama senior kelas 3 gitu, dih alay ya.

Gue emang sengaja sih mau baris disini. Soalnya, ada senior gue yang ganteng parah setelah Gabriel, abang gue. Namanya, Cal. Gantengnya, udah hampir 11 12 sama Gabriel. Dia baris di sebelah kanan kelas 2 IPA 1, karena kak Cal kelasnya di 3 IPA 5. Bisa cuci-cuci mata yakan? Eh tapi, hati ini masih milik Yezreel seorang.

Gue memperhatikan sekitar barisan gue, mencari-cari sosok pujaan hati gue yang tak lain adalah Yezreel. Waktu gue lagi melihat-lihat ke arah barisan 2 IPA 5, mata Yezreel menangkap iris mata gue. Gue sebenarnya pengen banget senyum. Cuma, kayak gak mungkin aja. Gue bukan siapa-siapa. Yezreel udah ngebuang mukanya dan nunduk.
Hati gue lega. Untung aja anak kelas 2 IPS barisnya di ujung, dekat kelas 3 IPA. Gue jadi bisa caper-caper sama Yezreel tanpa adanya mahluk bernama Gabie yang mengganggu.

"Gue gugup banget di panggil ke depan jadi pararel 1 nanti. Padahal gue udah latihan naik ke panggung." Bianca menghela nafasnya, seolah tak percaya diri. Dasar gila! Boro-boro juara, belajar aja gak becus gimana mau juara?

"Ngeyel lo kejauhan, sadar woi sadar!" Prilie menepuk-nepuk pipi Bianca.

Ini saat-saat yang paling ditunggu-tunggu.
Juara pararel 1 dari kelas 2 IPA.
Diatas panggung sana, udah berdiri anak-anak ambisius-menurut gue- berjumlah 9 orang, tinggal menunggu 1 orang lagi.
Ada Agnes, Angel, Oscar, Deby, William, Greny, Christine, Amelia, dan Zach.

Gue jadi deg-deg an, nunggu nama gue dipanggil. Bangke. Itu namanya mustahil. Eh btw, gini-gini gue pernah jadi juara pas SD. Juara berturut-turut dari kelas 1. Tapi, semuanya berubah ketika negara api menyerang. Sejak SMP, gue ngerasa jadi orang gila. Gue gak tau kenapa. Mungkin karena gue udah berevolusi jadi manusia gaul. Haha.

"Juara 1 pararel..... Gita Olivia!" Frater Jacob- kepala sekolah SMA Catholic St. Joseph memanggil nama temen gue yang otaknya sama kayak ilmuwan.

Bagi gue, Gita itu udah kayak profesor. Dia anak kelas 2 IPA 1. Gatau deh, dia dikasih makan apa sama emak nya. Otaknya itu loh, minta di ambil trus dimasukin ke otak gue ini.
Bayangin aja, tiap hari kelas 2 IPA selalu dikasih tugas sama guru permata pelajaran, gue bela-belain cepat datang hanya untuk kebagian jawaban dari Gita. Gue ke kelasnya, dan dia udah berdiri membacakan jawabannya di depan kelas, sementara semua teman sekelasnya duduk di bangku mereka masing-masing dan menyatat apa yang dikatakan Gita. Hebat kan. Bayangin aja 48 orang termasuk gue yang bukan bagian kelas 2 IPA 1 memiliki jawaban esai yang sama persis sama punya Gita.

"Gue maju dulu ya. Makasih atas dukungan kalian selama ini." Gue menunduk menandakan ucapan terimakasih, lalu berjalan ke depan. Alhasil, setengah perjalanan kepala gue kena timpuk melulu. Dan mendapat caci-maki dari teman-teman 2 IPA 1.

Gue jadi balik ke barisan asal gue dengan muka cemberut.

"Gue nggak ngerti lagi sama otak pararel-pararel disana." Mona menggelengkan kepalanya tanda takjub. Duh, naik kelas di sekolah ini aja gue udah bersyukur banget.

Bad Boy Do it Better [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang