Extra Chapter (b)

9.9K 681 14
                                    

Aqueena bosan setengah mati. Bisa-bisa, gadis itu terjun bebas dari lantai dua gedung sekolahnya. Tapi yang sekarang dilakukannya hanya duduk di pendopo sekolah dengan tangan menopang dagunya, dan tatapannya terarah pada teman-temannya yang sedang bersenda gurau.

"Kin, laper.." ucap Nanda di sebelahnya dengan pandangan mata memohon. "Lu punya uang? Minjem dong.."

Aqueena memutar matanya. Boro-boro meminjamkan uang, uang yang ada di saku kemeja nya saja tinggal dua ribu rupiah. Jujur, Aqueena juga sangat lapar siang ini.

"Lo cari sampe dapat, kalo ada buat lo." ucap Aqueena sebal.

Seketika mata gadis Jerman-Indo itu mengerjap, ketika Kepala Sekolah mereka yang biasa disebut Frater, lewat dari hadapan mereka menenteng dua paper bag yang etah apa isinya. Aqueena langsung berdiri, mengagetkan teman-temannya yang lain.

"Kita minta uang Frater, gimana?"

Biasanya, Aqueena sering mendapat uang jajan dari Kepala Sekolahnya ini dengan embel-embel nggak punya duit buat jajan di kantin. Ya tapi memang begitu, sih. Aqueena jarang membawa uang. Kalau pengen jajan, biasanya dia meminta Gabriel untuk membayar makanannya, atau meminjam uang teman-temannya dulu. Sebagai murid emas, tentu saja Frater memberinya lebih dari cukup, dan itu bisa membayari jajan teman-temannya yang lain.

"Frater!" panggil Aqueena seraya menghampiri lelaki biarawan itu.

"Kenapa lagi kamu?" tanya Frater dengan tegas. Walaupun tegas seperti itu, Aqueena tidak tegang sama sekali, karena memang seperti itulah cara bicara Kepala Sekolah mereka ini, namun sering disalah artikan oleh murid-murid yang lain.

"Frater, bagi uang dong. Kina laper, Ter." mohon Aqueena, dengan memelas.

"Minta uang saja terus kerja kamu,"

Aqueena mencebikkan bibirnya, kesal. Sementara teman-temannya saling pandang. Prilie dan Ginny menyenggol siku satu sama lain, hendak tertawa sekarang juga.

"Ter, sekali-sekali aja, pliss.." mohon Aqueena lagi.

"Gak."

Kok gak berhasil, sih? Batin Aqueena.

Aqueena melirik teman-temannya bergantian, menyuruh mereka melakukan hal yang sama, namun semuanya memilih menolak.

"Ish, Frater ini. Kasihani lah saya dan teman-teman saya, Ter. Gak makan dari pagi.."

Tawa yang ditahan oleh Prilie, sekarang meledak membuat yang lain ikut tertawa juga.

"Nyesal saya sudah membuat kamu naik kelas,"

Aqueena melotot kesal, sementara yang lain tertawa terbahak-bahak.

"Sudah bandal, minta uang terus. Emang saya bapak kamu?" tanya Frater.

Rasanya Aqueena ingin meninju Kepala Sekolah itu sekarang juga. Apalagi pria tua itu sekarang sudah menatap Aqueena dengan tatapan meledek. Namun, ketika lelaki itu mengeluarkan pecahan lima puluh ribu sebanyak dua lembar dari saku celana tisu nya, mata Aqueena kini berbinar.

"Nih, pake buat makan, ya! Besok-besok jangan minta-minta lagi!" tegas Frater itu memberikan pecahan lima puluh ribu itu pada Aqueena. Aqueena mengacungkan jempolnya mantap, lalu tersenyum lebar.

"Makasih, Frater!" sahutnya riang.

Aqueena memamerkan uang hasil minta-minta nya pada ke delapan temannya dengan bangga. "Nah, genks. Yuk kantin!" ucapnya.

"Woi!"

Tepukan di bahu Aqueena membuat gadis itu menoleh ke belakang dan mendapati sosok seorang cowok bersurai cokelat kehitaman. Di belakang cowok itu, juga ada empat orang cowok, Jared, Lukas, Edward, dan Nico.

Bad Boy Do it Better [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang