[EMPAT BELAS]

27.9K 1.7K 17
                                    

Manda memeras otak nya. Tangan nya tidak berhenti mengetik, namun pikiran nya menjelajah kemana-mana. Bau harum makanan sudah menguar dari berbagai penjuru, karena ini sudah memasuki jam makan siang, sebenarnya.

Setelah mengambil kartu pegawai nya, Manda memang tidak sempat untuk membeli makanan atau sekedar roti di cafetaria. Setelah mendengar ucapan Chilleo, otak nya seperti turun ke perut.

"Nggak mau makan dulu?" suara perempuan yang berada di sebelah kubikel nya membuat Manda menoleh, kemudian menggeleng pelan.

"Nanti aja, belum selesai." ucap nya pelan. Perempuan itu kemudian kembali dengan sebuah roti kemasan, "nih di makan ya, gue denger tadi pas Pak Marchilleo kesini. Udah, makan dulu aja."

Manda tersenyum kecil dan mengucapkan terimakasih. Setelah itu, tangan nya membuka bungkus roti dan menggigit nya.

Setelah habis, ia meletakan bungkus roti itu di bawah map-map nya. Kalau nanti ia keluar, ia akan membuang nya ke tempat sampah.

Dan menit-menit selanjutnya, ia gunakan untuk menyelesaikan tugas nya.

Manda berjalan ke arah ruangan Chilleo dengan membawa map-map di tangan nya. Kaki nya melenggang santai menuju ruangan paling ujung di lantai ini. Dan begitu mendengar kata masuk, ia membuka pintu dan berjalan ke arah meja Chilleo.

"Ini berkas nya, Pak." ucap nya seraya meletakan map-map itu di atas meja Chilleo.

"Loh," ucap sebuah suara, membuat Manda menoleh dan sedikit terkejut. "yang tadi di pantry 'kan?" tanya nya.

Manda mengangguk kikuk kemudian tersenyum kecil. "Gimana? Udah ketemu belum?" tanya nya sekali lagi.

"Sudah, terimakasih." jawab Manda pelan.

"Kamu, bisa kembali ke meja kamu." suara Chilleo yang memecah kegugupan Manda, membuat wanita itu segera mengangguk dan berlalu dari ruangan itu.

"Ada apa?" tanya Chilleo to the point.

Sosok jangkung yang berdiri di balik pintu itu berjalan dan duduk di sofa cokelat di sisi kanan ruangan itu. "Tanda tangani ini." ucap Bara seraya meletakan map berwarna cokelat itu di atas meja.

"Apa itu?"

"Surat pemindahan proyek... yah, semacam itu."

"Pemindahan proyek?"

Bara mengangguk. "Hasipura, biar aku yang pegang." jawab nya tenang.

Chilleo terkekeh, mata nya menatap ke arah Bara dengan pandangan tajam. "Aku bisa handle itu. Sobek surat nya," ucap nya tajam.

"Nggak akan. Aku tahu, Helena yang memegang penuh proyek ini. Biar aku yang handle dia."

"Sekongkol apalagi kamu sama wanita itu? Sekarang alibi kamu dengan membenci dia di hadapan ku? Sampah!" umpat nya seraya menatap tajam ke arah laki-laki yang lahir beberapa menit di atas nya itu.

Bara menghela nafas nya. Mata nya menatap lurus ke arah Chilleo dan beranjak dari duduk nya untuk berjalan ke arah Chilleo. "Terserah apapun pandangan kamu, yang jelas, proyek itu tetap akan aku pegang. Kamu boleh membenci aku, tapi aku yakin, kamu adalah sosok yang tidak buta. Mulai sekarang, aku nggak akan jelasin apapun karena kamu nggak akan pernah mau tau. Tapi, kamu bisa lihat, kamu bisa gunakan mata dan hati kamu, untuk meligat kebeneran itu."

"Dan kamu tahu? Di detik pertama aku membenci kamu, di detik berikut nya, secuil rasa percaya pun, tidak akan pernah ada untuk kamu!"

Bara memijat kening nya sebentar seraya bersandar di bagian belakang lift yang akan membawa nya ke lantai dasar. Fikiran nya bercabang, mengingat bagaimana ia dulu mengorbankan perasaan Tiara, untuk ini semua. Tapi apa? Setelah itu, ia justru seperti memasukan diri nya sendiri ke dalam jurang. Jurang kebencian adik nya sendiri.

Ting

Suara denting lift, membuat Bara beranjak dan berjalan keluar. Namun baru beberapa langkah keluar dari lift, mata nya menemukan sosok yang berdiri di depan meja resepsionis. Dengan pakaian casual nya, serta rambut cokelat tua nya yang ia gerai begitu saja.

Tanpa fikir panjang, ia berjalan ke arah wanita itu dan menarik tangan nya. Setelah mengucapkan ini tamu saya pada Tia, ia bergegas menarik tangan wanita itu.

Tidak memperdulikan ucapan atau penolakan wanita itu, ia tetap membawa nya keluar dari kantor. Hingga sampai di depan basement, wanita itu berhasil melepas tangan nya. "Gila kamu? Aku bukan hewan yang bisa kamu tarik-tarik!" ucap Helena emosi seraya memegang pergelangan tangan nya yang seperti nya akan memerah sebentar lagi.

"Yang gila itu kamu atau aku?" ucap Bara sakars seraya menatap tajam ke arah wanita di hadapan nya.

Helena tertawa. "Kamu masih menanyakan hal itu?"

"Berhenti melakukan hal-hal bodoh, Helena. Kamu sudah terlalu jauh, dan sekali lagi aku ingatkan, Chilleo tidak akan pernah mencintai kamu lagi. Barang seujung kuku pun, aku pastikan dia tidak akan pernah mengakui keberadaan mu lagi."

Helena geram. Tangan nya mengepal di samping tubuh nya. Nafas nya sudah memburu dan kemudian tangan nya bergerak untuk menampar pipi laki-laki di hadapan nya, sebelum sebuah tangan mengentikan nya.

"Hah!" Helena mendengus kasar melihat siapa yang berdiri di samping nya. Mata nya kemudian memicing dan menatap wanita di samping nya dengan pandangan meremehkan. "Apa aku saat ini sedang berada di cerita Romeo dan Juliet?" ucap nya sakars.

Tiara, yang mendapat informasi dari Tia, ketika akan menyusul Bara, kemudian bergerak cepat mencari kekasih nya itu. Hingga ia menemukan kedua nya di depan basement, dan menatap Helena yang akan melakukan hal yang paling di benci nya di dunia ini.

"Kamu masih terlihat menyedihkan ternyata," gumam nya pelan seraya menyentak tangan Helena.

Mata hitam nya menilai Helena dari atas hingga bawah, kemudian tersenyum kecil. "Kamu cantik, berwawasan luas, tapi rasa nya, otak dan hati mu tidak secantik paras mu." ucap nya lugas, membuat Helena geram karena nya.

"Kalian, terutama kamu," ucap Helena seraya menunjuk Bara, "akan membayar mahal ini semua."

Dan setelah nya, ia berjalan cepat meninggalkan kedua nya dengan perasaan berkecamuk. Hati dan ego nya terluka, karena semua ini. Semua nya terasa hancur perlahan seiring dengan langkah nya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Ini terlalu tidak adil.

Tbc.

Agairana AmandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang