NP: Urban Zakapa - I Don't Love You
•
"Akuㅡ"
"Menurut aku... Hati dan pikiran kamu itu bukan terpaku di satu nama saja," ujar Arini pelan. Mengatur nada suara nya selembut mungkin agar Manda tetap nyaman dan tidak merasa terintimidasi oleh perkataan nya.
Begitu Manda akan menyela, Arini menaikan tangan nya, seolah berkata untuk tidak menyela ucapan nya terlebih dahulu. "Pikiran kamu mungkin memang masih berpikir bahwa kamu hanya mencintai Niel, tapi hati mu mungkin enggak... Yah, semacam itu. Aku nggak bisa kasih solusi yang baik, tapi satu hal yang harus kamu ingat Man, perasaan kamu pada Niel itu hanya akan berujung sia-sia. Karena dia sekarang memiliki cinta lain yang membuat nya bahagia. See, dia aja bisa bahagia sekarang, tapi kenapa kamu nggak bisa? Terlebih kamu sekarang di cintai... Apa kamu akan menganggap itu semua hanya selingan di antara kehidupan kamu? Apa kamu nggak merasa ini semua terlalu tidak adil untuk laki-laki itu?"
Manda terdiam. Lidah nya kelu, mendengar semua ucapan Arini membuat diri nya bagai di pukul beton besar. Apa diri nya sudah begitu egois saat ini? Arini benar, setiap manusia bisa memiliki kesempatan, terlebih lagiㅡ
"Apa dia mau menunggu sampai hati aku benar-benar siap? Sementara, mungkin di luar sana banyak wanita yang lebih baik dari aku untuk dia Rin... Akuㅡ"
Arini mengangguk. "Pasti. Kalau dia mencintai kamu, dia pasti mau menunggu. Cinta butuh pengorbanan, kan? Kalian bisa membicarakan ini baik-baik. Sesuatu yang di mulai dengan baik, tidak menutup kemungkinan hasil nya akan baik juga kan? Kalaupun pada akhirnya nanti kamu harus sakit lagi, bukan kah itu memang proses kehidupan? Kamu wanita yang tangguh, aku tahu itu." ujar Arini seraya menepuk punggung tangan Manda. Ia tahu bahwa sebenarnya perasaan wanita di hadapan nya sedang berkecamuk, entah karena apa. Namun dari apa yang bisa ia tangkap di setiap untaian kata yang keluar dari bibir wanita itu, Arini setidaknya paham, bahwa Manda memang sedang bingung.
"Laluㅡapa yang harus aku perbuat Rin?" tanya Manda dengan nada putus asa. Membayangkan kembali peristiwa-peristiwa yang silih berganti muncul di kehidupan nya, membuat ia setidaknya tahu untuk tidak selalu memandang sesuatu dari sudut pandang nya sendiri.
"Kasih dia kesempatan."
Manda terdiam. Tangan nya menjadi dingin, keringat di sekitar pelipis nya mulai bermunculan dan beradu dengan airmata nya. Mata nya menatap lurus ke arah mata Arini, mencari keyakinan di dalam sana dan setelah ia bisa menemukan itu, tidak ada yang berubah. Ketakutan itu masih ada. Pengecut? Katakan saja diri nya saat ini memang begitu. Takut untuk sakit, takut untuk menyakiti orang lain, atau ketakutan-ketakutan lain yang membuat nya selalu lemah dan ragu. Dan semua nya berimbas pada perasaan nya sendiri.
"Rega, pamit yuk."
•
Siang ini seluruh karyawan bagai di beri kejutan besar-besaran, karena tanpa alasan yang jelas, hari ini mereka di bagikan catering makanan bermenu kan ayam bakar yang di akui oleh Senda, yang hampir delapan tahun bekerja di sini, sangat jarang di lakukan. Dan bukan hanya itu saja, bahkan khusus hari ini, jam pulang di percepat menjadi jam tiga sore. Tentu saja hal ini sambut gembira oleh beberapa karyawan. Tak terkecuali Manda dan Senda yang kini sedang menghabiskan waktu makan siang mereka di cafetaria.
"Pak Naren kesambet apaan coba. Jangan-jangan dia nikah dadakan di sana," ujar nya asal dan setelah itu tertawa sendiri. Berbanding terbalik dengan Manda yang tak terpengaruh dan focus pada es dawet milik nya.
"Di syukuri aja Mbak, kali-kali mood nya Pak Naren lagi bagus hehe." timpal Manda begitu selesai menuntaskan es dawet milik nya.
Senda mengambil kentang goreng dan memakan nya lahap, "Iyain deh. Ohiya kamu gimana sama si Marchido? Eh Marsendoㅡeh aduh lupa,"
"Marchilleo, Mbak." ralat Manda pelan seraya menghabiskan jamur crispy yang ia pesan bersamaan dengan kentang goreng milik Senda itu.
"Ohiya itu yang Mbak maksud," ujar nya seraya terkekeh pelan. Membuat pipi nya yang sedikit chubby itu semakin menggemaskan. "Gimana? Udah sejauh apa sama dia?" lanjut nya pelan.
Manda terdiam. Tangan nya yang hendak mengambil jamur ia urung kan, "Sejauh ini, biasa aja. Tapi, keraguan juga kadang masih menyelinap masuk Mbak."
"YaAllah! Apa yang kamu raguin dari seorang Marchilleo?" tanya Senda gemas. Membuat Manda meringis pelan, tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu. Chilleo memang laki-laki idaman semua wanita. Dan satu kenyataan itu yang tidak bisa Manda elak. He's perfect.
"Nggak tahu. Semua wanita tahu bahwa dia tidak memiliki celah di dalam hidup nya. Masalah nya disini, kaya nya, saya yang bermasalah." gumam Manda pelan.
"Maksud kamu?"
"Keliatan nya... Saya nggak cinta sama dia."
Mulut Senda terbuka tidak percaya, kemudian mata nya menjadi menyipit dan satu untaian kalimat meluncur bebas dari bibir nya yang di poles lipstick merah darah itu, "Are you crazy?"
"Mbak,"
Senda mengibas-ibas tangan nya, "No, ini benar-benar gila. Kamu nggak cinta sama dia? Serius? Wow, baru pertama kali nya Mbak dengar ada yang tidak menoleh ke Marchilleo." ujar nya masih dengan intonasi yang setengah percaya.
"Mbak," ujar Manda pelan. "Saya mungkin adalah satu dari segelintir orang yang nggak bisa bersyukur, but, it is me. Cinta nggak segampang itu, nggak segampang jatuh cinta. Terlebih masa lalu itu ada di sekitar kita."
"Lalu, kalau memang seperti itu, kamu kenapa tidak memperjuangkan masa lalu kamu? Kalau seperti ini, sama saja kamu melukai perasaan kamu dan begitu pula dengan perasaan laki-laki yang mencintai kamu." ujar Senda dengan intonasi yang sedikit berubah dari sebelum nya. Kali ini, jiwa nya sebagai sesama perempuan lebih mendominasi ketimbang pemikiran nya yang mengatakan bahwa semua ini tidak lah masuk akal.
Manda tertawa lirih, "Nggak bisa..."
"Mbak bukan siapa-siapa untuk kamu, tapi satu hal yang bisa Mbak tangkap sebagai sesama wanita di sini," ujar Senda pelan. "Kalau menurut kamu, masalalu kamu saja tidak lagi bisa untuk kamu kejar, kenapa tidak coba kamu lepaskan dan menerima cinta baru dari masa depan kamu?"
+(+)+
Agairana A: bisa ketemu? Di cafe biasa.
Manda menghela nafas nya pelan, tidak bisa menyembunyi kan rasa gugup dari diri nya begitu mengirim satu pesan pertama dari nya setelah semua hal yang terjadi beberapa hari ini. Mata nya bergerak gelisah mengamati kolom notifikasi nya, berharap sang penerima pesan segera membalas pesan nya dan dengan begitu diri nya bisa sedikit tenang.
Lima menit, sepuluh menit, setengah jam bahkan hampir mendekati satu jam, namun tidak ada satupun notifikasi yang masuk ke dalam handphone nya. Kondisi cafe yang mulai sepi membuat Manda menghela nafas nya. Sedikit kekuatan yang terkumpul dari diri nya sedikit demi sedikit tergerus begitu saja. Diri nya memang baru keluar dari kantor pukul delapan malam dan saat ini, melihat jam cokelat besar di salah satu sudut cafe, membuat hati nya menciut. Kemungkinan terburuk memang sudah ia pikirkan baik-baik, mengingat sikap nya kepada pria itu, ia memang sedikit menyiapkan diri nya bila pria itu sudah sama sekali tidak peduli lagi dengan semua ini.
Satu mug cokelat panas masih utuh meski tanpa kepulan asap di atas nya, menandakan sudah berapa lama ia berada disini. Meja dan kursi yang sudah dirapikan sebagian membuat Manda memilih untuk beranjak dan meninggalkan cafe itu dengan berat hati. Benar, tidak seharusnya ia marah, tidak seharusnya ia kecewa, mengingat bagaimana perlakuan nya tempo hari.
"Seperti nya, saat ini sudah terlalu terlambat..."
Tbc.
Suka banget nulis bagian ini. Walaupun lama dll, tapi suka nulis bagian ini. Tugas dll memang tdk bisa di tinggal begitu saja, tapi aku usahain buat bisa tetep lanjutin ini. Thankyouuuu buat dukungan nya di cerita ini!
(Sensei, maafkan saya, ngerjain tugas nya di sambi nulis bagian akhir dr part ini:D)
KAMU SEDANG MEMBACA
Agairana Amanda
RomantizmAmanda mencintai Daniel, Daniel memilih Maura, dan Amanda menyayangi Maura. Diri nya saat ini hanya sedang berputar di lingkaran cinta yang tidak berujung, diri nya hanya perlu untuk keluar dan membiarkan mereka untuk bahagia. Dan terlebih, kini dir...