[DUA PULUH TUJUH]

21.6K 1.2K 7
                                    

Chilleo mengambil handphone nya cepat seraya tangan nya masih sibuk menandatangani beberapa dokumen yang baru saja di serah kan oleh Rini. Melihat siapa yang menelepon nya di saat yang sangat tidak tepat seperti ini,

"Halo? Ada apa?" tanya Chilleo seraya meneliti dokumen di hadapan nya baik-baik.

"Kamu sedang sendirian di ruangan kantor mu yang begitu luas itu. Aku benar, bukan?"

Chilleo menghentikan aktivitas tangan nya dan mendongak begitu Carlotte membahas hal yang begitu sensitive untuk diri nya.

"Apa maksud kamu?"

Suara lirih tawa Carlotte di ujung telepon membuat Chilleo geram dan penasaran di satu waktu. "Kamu tahu aku paling tidak suka dengan orang yang berbelit-belit. Jadi katakan sekarang atau akuㅡ"

"Jadi jika asisten mu berada di luar di saat jam kantor sedang berlangsung, hanya ada dua kemungkinan." ujar Carlotte pelan. Kemudian tak lama, ia kembali melanjutkan ucapan nya. "Yang pertama karena memang dia ijin dan yang kedua dia... Resign. Jadi, opsi ke berapa yang paling tepat?"

Chilleo menahan nafas nya begitu ia sadar akan satu hal. "Kamu melihat dia? Dimana? Dimana kamu melihat dia?" tanya Chilleo bertubi-tubi.

Kembali suara tawa lirih Carlotte terdengar. "Hei, apa dia benar-benar resign? Dia sangat terlihat cantik dan menawan. Aku tutup telepon nya,"

"Carlotte, dengar dulu. Dimana kamuㅡCarlotte!" sentak Chilleo cepat begitu adik bungsu nya itu benar-benar memutus telepon nya.

Sial, pikir Chilleo dalam hati.

Kemudian tangan nya bergerak untuk mendial nomor seseorang, ia tidak berharap lebih si penerima mau mengangkat telepon nya mengingat seluruh pesan singkat nya tidak ada satu pun yang di hirau kan. Setelah nada sambung itu terdengar terus menerus, Chilleo memilih untuk mengakhiri panggilan nya karenaㅡoh tidak, tapi ternyata di angkat!

"Halo? Maaf, ini siapa?" suara di ujung sana terdengar begitu lembut dan menenangkan, seperti biasa nya.

Namun kernyitan di dahi nya tidak dapat ia samar kan. Kenapa wanita ini tidak mengenali nomor nya? ApaㅡYa Tuhan, kini Chilleo tahu kenapa panggilan itu di terima oleh wanita itu. Bagaimana tidak, handphone nya sudah remuk setelah ia lempar tempo hari dan ia memutuskan untuk mengganti pula nomor handphone nya. Sial kenapa aku bisa lupa begini, pantas saja ia mengangkat panggilan ku, ujar nya dalam hati.

"Halo?" suara itu kembali terdengar.

Klik. Chilleo memutuskan panggilan nya, jangan sekarang. Jangan sekarang untuk memberitahukan nomor baru nya atau tidak setelah itu nomor nya akan wanita itu masukan ke daftar blacklist nya lagi. Tidak hingga ia bisa melihat wanita itu secara langsung dan bisa menjelaskan kepada wanita itu, tentang semua ini.

Sementara itu Amanda memandang aneh nomor yang baru saja menelepon nya. Menggerutu dalam hati seraya menunggu pesanan baju Arini yang beberapa jam yang lalu datang dan meminta bantuan nya.

Amanda sedang asyik mengunyah nastar keju yang di beli nya semalam di salah satu toko kelontong yang hanya berjarak beberapa rumah dari tempat tinggal nya saat ini, hingga ketukan di pintu membuat nya beranjak dan meletakan toples itu di atas sofa.

"Loh, Rin? Pagi-pagi kok udah main aja? Sini masuk, tapi aku belum mandi." ujar Manda malu seraya membuka pintu nya lebar-lebar.

Arini tersenyum lebar, "Nggak kok, Man. Aku mau minta tolong aja, bisa nggak?" tanya Arini pelan. Sebenarnya, ia pun merasa tidak enak. Namun siapa lagi yang bisa ia mintai tolong selain Amanda dengan keadaan yang sudah terlanjur mendadak ini.

"Kalau aku bisa, pasti aku bantu. Gimana, Rin?" tanya Manda seraya menatap Arini lembut.

"Eum, gini... Aku udah ada janji untuk ambil baju di butik nya Adam Darwin. Kamu tahu kan? Nah masalah nya, aku sekarang juga harus keluar sama suami aku ke Bandung. Dan janji nya itu jam setengah sembilan. Kira-kira kamu bisa bantu aku untuk mengambil baju itu?" tanya Arini hati-hati dan memasang wajah yang sedikit berharap-harap cemas.

"Oh bisa kok, bisa. Kamu tenang aja, tapi kamu ada struk atau nota pemesanan nya kan?" tanya Manda langsung.

Arini mengangguk seraya tersenyum lega. "Ini nota pemesanan nya. Ya ampun, thanks banget ya Man. Thanks a lot," ucap Arini seraya tersenyum kepada Manda.

"Oke, nggak masalah kok." ucap Manda pelan.

"Mbak, ini pesanan baju nya. Dan nota pembayaran ada di dalam kardus," ujar karyawati itu lembut memyadarkan Manda dari lamunan nya.

Manda beranjak dan mengambil paperbag tersebut, "Terima kasih." ujar nya kemudian berbalik dan berjalan menuju pintu keluar.

Tidak menyadari sama sekali bahwa ada seseorang yang menatap nya takjub sedari tadi dari kejauhan. Benar-benar cantik.

Siang terik, sangat tepat bila kita menjatuhkan pilihan pada segelas minuman dingin yang tampak berembun di setiap sisi gelas nya. Sensasi dingin akan terasa begitu nikmat, entah mengapa. Dan seperti itu lah yang di rasakan Manda saat ini. Memesan segelas jus melon dan sepiring waffle yang cokelat nya melumer dimana-mana di tambah lagi dengan pemandangan jalanan Ibukota yang tampak ramai karena ini adalah jam istirahat.

Ingatan nya kembali ke beberapa bulan yang lalu, di jam seperti ini pasti diri nya berada di cafe yang menjual salad paling enak yang hingga saat ini, belum memiliki pengganti tentu nya. Dan kemudian ia akan kembali bekerja dengan perasaan nya yang tenang dan benar-benar membuat nya bisa menjadi diri nya sendiri. Meski terkadang deadline-deadline itu terasa mencekik, ia sama sekali tidak pernah merasa terusik meski harus ia akuiㅡmengeluh pasti pernah. Semua nya terasa baik-baik saja saat itu, hingga dimana hari itu muncul.

Pertemuan pertama mereka, percakapan pertama mereka, telepon pertama pria itu, dan semua nya. Ia ingat betul semua hal itu. Dan apa yang kini terjadi dengan hidup nya? Mimpi nya seakan-akan mulai menguburkan diri pelan-pelan, sepelan mungkin hingga ia seakan di paksa untuk menikmati detik demi detik, hari demi hari, hingga dimana saat itu akan muncul. Saat dimana, semua nya akan benar-benar lenyap.

Ia tidak mau, tapi apa yang bisa ia lakukan? Semua hal di dunia ini selalu menjurus pada satu nama, satu nama yang justru adalah dalang dibalik ini semua, mencoba menerima tapi terlalu menyakitkan dan tidak masuk akal namun membenci pun ia tidak bisa.

"Finally,"

Tbc.

Ini nggak jelas dan yah semoga nggak mengecewakan ya:)) thankyou untuk semua dukungan nya<3<3

Vomment jgn lupaa!:3

[nggak sempet di edit ulang, kalau ada yg perlu di comment, silahkan di comment:))]

Agairana AmandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang