[DUA PULUH SEMBILAN]

22.4K 1.2K 2
                                    

Enam bulan yang lalu...

Hari ini adalah hari kesekian di dalam daftar panjang liburan nya setelah wisuda sarjana nya beberapa bulan yang lalu. Dua minggu lagi, dia akan bekerja untuk pertama kali nya sebagai salah satu bagian keuangan dari Perusahaan yang cukup ternama di Kota Kembang.

Bandung. Pilihan nya jatuh di kota itu, selain karena jarak nya yang tidak terlalu jauh dari Jakarta, juga karena mimpi sedari kecil memang membuat nya harus hijrah kesana untuk beberapa waktu.

"Man, kenapa kamu belum fitting baju kamu? Tante Evileen sudah menelepon kakak beberapa kali untuk menanyakan kamu yang belum juga melakukan fitting gaun kamu." sebuah suara yang muncul dari balik pintu membuat Manda sontak beranjak dari kasur nya dan tersenyum lemah.

"Aku belum ada waktu, kakak tahu aku juga masih harus menyelesaikan urusan ku di Bandung. Aku akan menghubungi Tante Evileen nanti," jawab Manda pelan.

"Kakak masih nggak bisa terima keputusan kamu untuk pindah ke Bandung dalam waktu dekat, kamu bisa kerja di kantor Ayah, kamu bisa kerja di kantor Daniel kalau kamu memang mau. Dia pasti akan kasih kamu kerjaan yang pas untuk kamu," ujar Maura pelan, mencoba untuk meruntuhkan seluruh niat Manda yang sudah susah payah ia bangun.

Kerja di kantor Daniel sama saja membuat diri ku benar-benar terlihat begitu bodoh dan... menyedihkan, teriak salah satu sudut hati nya.

"Kesempatan ini nggak akan ada untuk yang kedua kali nya, buat aku. Jarak Bandung-Jakarta juga nggak terlalu jauh jadi kapan pun... kita bisa untuk bertemu. Kapan pun..." ujar Manda pelan.

Maura menggeleng pelan. "Aku yakin Daniel juga pasti tidak akan setuju dengan niat kamu yang seperti ini. Kamu adalah lulusan terbaik di angkatan kamu dan pekerjaan seperti yang kamu kejar saat ini pun pasti juga ada di Jakarta. Kamu nggak harus sejauh itu. Sekarang, gimana sama Bunda? Kamu yakin dia akan baik-baik saja?"

Manda bungkam. Mulut nya terkunci dan tidak ada satu pun yang dapat ia ucapkan setelah nya. Semua nya benar, memang. Diri nya yang egois, diri nya yang tidak peduli akan apapun lagi, dan diri nya yang tidak tahu diri. Tapi ini bukan serta merta masalah pekerjaan, ada bagian hati nya yang harus ia tata lagi dan tempat nya bukan di Jakarta. Bukan di kota yang mana sudah membuat seluruh hati nya remuk seperti ini.

Andai kakak nya tahu, bahwa pangeran berkuda yang selama ini ia umbar kepada kakak nya tidak lain adalah calon suami wanita itu.

"Deal."

Chilleo tersenyum puas dan menjabat tangan Mr. Konzert begitu meeting selesai di laksanakan. Tidak ada satu pun raut kecewa di wajah orang-orang yang mengikuti meeting hari ini. Proyek itu akhir nya gol dan mereka resmi bekerjasama. Ini adalah proyek kesekian yang berhasil di takluk-an oleh Chilleo. Papa nya patut bangga setelah ini, bukan?

"Rin... Saya akan keluar sepuluh menit lagi, kalau ada telepon atau pun sesuatu yang harus saya tandatangani tolong kamu handle dulu." ujar Chilleo seraya menutup laptop nya setelah rombongan Mr. Konzert meninggalkan ruangan.

Rini mengangguk paham. Kemudian tanpa berpikir panjang, ia bertanya. "Pak, saya sudah lama nggak melihat Amanda di kantor ini. Apa dia sedang mengambil cuti nya?"

Chilleo mengerutkan dahi nya. "Saya juga belum mendapat konfirmasi kelanjutan nya. Kamu sekarang cukup untuk melakukan apa yang saya kasih ke kamu." ujar Chilleo seraya bangkit dan berjalan menuju ruangan nya tanpa memperdulikan Rini yang tampak bingung atas ucapan boss muda nya itu.

Amanda menatap siluet tubuh mungil yang di balut kemeja sifon itu dalam. Langkah nya ia perlambat dan saat sampai di hadapan wanita yang sedari tadi menunggu nya, ia tersenyum.

Agairana AmandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang