[EMPAT PULUH]

19.3K 917 3
                                    

Semua yang terjadi di depan mata, terkadang tidak pernah sesuai dengan ekspetasi kita. Harapan yang indah, kadang berubah menjadi hal yang paling buruk dalam sekejap waktu. Bahkan batu yang sangat kokoh pun, akan tergerus perlahan jika di guyur air hujan terus menerus. Seperti hal nya, hati. Sekuat apapun sebuah perasaan, akan ada saat nya dimana semua yang tertanam di sana akan tergerus dan kemudian menghilang. Entah karena terlalu lelah menunggu atau ... Apa yang di kejar, sudah menjadi hak milik orang lain.

Seharusnya Manda tahu, setiap detik dari cinta semu nya itu adalah setiap detik pula untuk kesakitan nya sendiri. Seharusnya Manda bisa sedikit menghargai perasaan orang lain, dan mencoba untuk melupakan apa yang seharusnya ia lupakan. Seharusnya sekarang, diri nya dapat berbahagia dengan apa yang di miliki nya, bukan menderita dengan apa yang tidak dapat ia miliki. Bodoh memang, tapi semua nya memang sudah terlambat. Diri nya tidak mendapat apapun. Cinta lama nya, ataupun seseorang yang lain. Diri nya hanya bagaikan mengejar udara, dan mencoba untuk menggenggam nya. Dan apa hasil nya? Tidak ada yang benar-benar bisa untuk ia genggam.

"Bodoh..." gumam Manda pelan. Mata nya perlahan menutup dan mengalir semua airmata nya. Bahu nya bergetar dengan suara isakan nya yang mulai terdengar di segala penjuru. Tangan nya ia tumpukan ke atas kaki nya dan menutupi wajah nya dengan kedua tangan nya. "Kenapa..." racau Manda dengan suara tertahan.

Suara isakan nya terus membesar dan bahu nya semakin terguncang. Membuat suara handphone nya yang dalam mode tidak di silent itu teredam. Lantunan lagu milik Maroon5 sama sekali tidak dapat mengalahkan suara isakan sang empunya handphone.

Daniel mengecup kening Maura pelan. Mengangkat selimut sampai sebatas leher nya, dan mengelus rambut nya pelan. Merapikan anak rambut yang menutupi dahi Maura dan memandang wajah lelah milik Maura dengan pandangan bersalah. "Aku salah... Aku salah, Ra." gumam Daniel pelan. Tangan nya sedikit bergetar begitu menggenggam tangan dingin Maura yang berada di luar selimut.

Lenguhan Maura yang keluar dari bibir nya dan mata nya yang bergerak terbuka, membuat Daniel sedikit terkejut namun tidak cukup untuk membuat Daniel melepaskan tangan nya. "Dan..." gumam Maura pelan dan mencoba untuk bangun dari tidur nya.

Daniel segera melepaskan pegangan nya dan menyentuh bahu Maura. "Nggak perlu bangun... Tidur lagi aja, aku temenin kamu di sini." ucap Daniel pelan. Seraya merebahkan kembali tubuh Maura dan membenarkan selimut nya kembali.

Maura termenung menatap Daniel. "Kamu baik-baik aja, 'kan?" tanya Maura pelan seraya menatap Daniel bingung.

Daniel tersenyum tipis. "I'm fine. Kamu balik tidur aja ya... Masih jam satu," ucap Daniel pelan.

Maura terdiam. Melirik jam di atas nakas dan jarum jam memang menunjukan di angka satu. Namun, bukan nya kembali tidur, diri nya justru memandangi wajah Daniel seksama. "Kamu nggak marah lagi?"

Daniel menggeleng. "Nggak. Aku seharusnya nggak bersikap seperti itu ke kamu. Aku salah," gumam nya pelan.

Maura termenung. Tangan nya sedikit bergetar sewaktu meraih tangan Daniel, takut-takut kalau saja pria itu menolak sentuhan nya. Tapi, ternyata tidak. Justru tangan yang tidak sebanding dengan besar tangan nya itu bergerak merengkuh nya. Membelenggu diri nya dalam dekapan hangat pria itu. Membiarkan pria itu membenamkan wajah nya di antara leher dan bahu nya. Bahkan saat ini, tangan nya bergerak mengusap punggung pria itu. Mencoba menenangkan dengan cara nya sendiri, berbisik pelan. "Jadi, itu semua benar?"

Punggung yang di usap nya mendadak kaku, cengkraman dan di punggung nya semakin menguat. Pelukan itu semakin sesak dan berakhir dengan anggukan samar. Menangis, tentu saja. Hati wanita mana yang tidak hancur mengetahui semua ini. Kenyataan yang begitu menyakitkan, kini sudah terkuak sedemikian rupa.

Agairana AmandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang