[DUA]

54.1K 3.3K 17
                                    

"Hai,"

Manda menelan ludah nya susah menatap sosok yang hampir mirip dengan nya itu kini berada di depan mata nya. Dengan berbalut gaun hitam dan cardigan berwarna putih, wanita itu kini tersenyum lembut pada nya.

Menghilang.

Ia ingin menghilang saat ini juga. Tuhan memang benar-benar menghukum nya dengan cara yang tidak terduga-duga. Bahkan seharusnya, tidak ada satu pun orang yang tahu mengenai rumah ini kecuali Ayah nya. Perihal bagaimana bisa, tentu saja dengan sedikit permohonan yang akhirnya di balas anggukan pasrah oleh Ayah nya.

"Hai," sapa satu sosok lain nya yang muncul dari balik pilar yang memang berada di bagian rumah ini.

Sial, rasa sakit itu mulai menjalar kembali, jerit hati nya begitu ia memaksakan seulas senyum di bibir merah yang belum ia hapus bekas lipstick nya itu.

"Kok nggak bilang kalau mau dateng?" ucap Manda pelan seraya berjalan menyamping untuk membuka jalan agar kedua tamu nya dapat masuk. Pandangan nya masih tidak terfokus di satu titik, masih tidak mempercayai siapa dua orang yang berada di hadapan nya saat ini. Ini benar-benar tidak bisa ia percaya, di saat ia memiliki tempat untuk menata hati nya di saat itu lah mimpi-mimpi buruk itu semakin cepat menyusul nya. Seolah-olah tidak mengijinkan diri nya untuk sejenak menata kembali hati nya yang sudah remuk tak berbentuk.

"Kamu habis balik kerja ya? Maaf, kita kesini nggak bilang apa-apa dulu sama kamu. Tapi ... Kita nggak ganggu kan sekarang?"

"Nggak kok, lagian ... Aku juga baru balik, ini. Ada kerjaan apa di Bandung, Kak?"

Maura tersenyum seraya meletakan kaki nya atas kaki lain nya, "Ada bakti sosial sama Dinda, terus kebetulan hari ini Daniel juga ada kerjaan di Bandung." jelas Maura yang di balas anggukan oleh Daniel.

Beberapa detik kemudian, Maura tersadar akan sesuatu. "Oh iya, ini kakak bawain blackforest. Masih jadi favorite kan?" tanya Maura seraya menyerahkan paperbag yang berisi sekotak blackforest yang memang merupakan makanan kesukaan Manda, dari sebuah toko kue ternama di salah satu sudut kota Bandung.

"Nggak pernah berubah." ucap Manda seraya menerima paperbag itu dan meletakkan nya di nakas samping sofa nya, "Thankyou." tambah Manda lagi.

"Kamu tinggal sendiri? Kata Ayah, ada yang bantuin kamu."

Good ... Bahkan untuk satu pertanyaan sesederhana itu aku tidak tahu apa jawab nya.

"Oh iya, memang ada. Tapi ... Paruh waktu, kalau aku balik, dia juga balik." jawab nya pelan dan hanya sesekali menatap ke arah pria yang masih mengenakan pakaian kerja lengkap yang terasa sangat pas menempel di tubuh tinggi tegap nya itu.

"Balik Jakarta, yuk? Daniel bisa bantu kamu buat cari kerjaan yang sesuai minat kamu di sana."

Dan topik ini lah, yang sebenarnya menjadi kelemahan nya. Kelemahan nya ada di Jakarta, dan kalau sekarang dia harus kembali ke sana, usaha nya akan benar-benar lenyap.

Manda menggeleng lemah, menyentuh punggung tangan saudara nya dan berujar pelan, "Aku sudah punya sesuatu di sini. Di setiap hal yang akan aku raih, pasti nya akan ada hal yang aku harus korban kan. Ayah, Bunda dan kakak tentu bukan termasuk di dalam nya. Aku hanya ... Mencoba belajar untuk mandiri. Rumah ku, akan tetap sama." jawab Manda lirih dan terdengar ragu.

"Tapi di Jakarta kita nggak perlu sejauh ini, kamu tahu kan dulu kita pernah sejauh apa ... Dan di saat kita bisa ada kesempatan untuk ituㅡ"

"Aku tahu. Tapi untuk saat ini ... Memang belum bisa. Tuhan sudah punya rencana mya tersendiri. Apa yang aku korban kan saat ini mungkin aku akan menyesali nya nanti, tapi, apa yang aku lakukan saat ini ... Memang adalah pilihan paling tepat yang aku miliki."

Agairana AmandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang