[DUA BELAS]

31.2K 1.9K 26
                                        

"Dua miliar?"

Pria paruh baya itu terdiam. Selama puluhan tahun membangun perusahaan ini, baru pertama kali nya ia mendapat bantuan dana dengan nominal yang begitu fantastis. Ia tidak muda lagi, banyak pengalaman manis dan pahit nya di bidang bisnis ini. Tapi, mendadak kini fikiran nya kosong.

"Pertunangan mereka sudah batal, 'kan? Saya tidak mungkin menyakiti perasaan nya lagi," gumam nya pelan. Hati dan fikiran nya tidak sinkron. Otak nya bereaksi bahwa ia harus menerima bantuan itu, namun hati nya tidak.

"Itu bukan jaminan. Tidak ketika dia kembali muncul ke hadapan keluarga saya." ucap lawan bicara nya tenang, tanpa sorot angkuh. "Anda boleh memikirkan ini kembali, dua hari. Setelah itu, saya hanya butuh jawaban iya atau tidak." ungkap nya kemudian beranjak dan berjalan meninggalkan pria paruh baya itu yang sibuk berfikir.

Pria berjas hitam itu kembali mendongak. "Limpah kan proyek ini ke saya. Hapus penanggung jawab nya, dan ganti dengan nama saya. Setelah itu, konfimasi pada sekertaris Chilleo." ucap nya kemudian kembali menyerahkan berkas itu.

"Tapi, Pak, kita masih memegang utuh proyek di Bali. Tidak mungkin jika hanya Bapak yang meng-handle semua nya. Kita hanya dapat konsen dalam satu proyek," ucap asisten nya panjang lebar.

"Minta Mita untuk mengatur ulang pertemuan kita dengan pihak Garuda, inti nya, di sini saya mau proyek Hasipura, kita yang pegang dan Chilleo, memegang proyek Garuda."

"Baik, Pak."

Setelah Aji, asisten nya pergi meninggalkan ruangan, pria itu terdiam. Tangan nya bergerak memijat pelipis nya sebentar, sebelum meraih handphone nya yang bergetar di dalam saku celana nya.

Love: Bar, nanti makan siang bareng yuk? Ada cafe baru di deket kantor kamu😄

Me: ok, langsung ketemu di sana?

Love: ok, see u Bar❤

Setelah membaca balasan terakhir kekasih nya, ia tersenyum dan mengambil kunci mobil nya. Setidak nya, ia ada di sini. Menyemangati nya, dan selalu meyakinkan diri nya, bahwa semua nya akan baik-baik saja.

It's enough.

"Kamu tuh kebiasaan," ucap wanita itu seraya mengambil tisseu untuk mengambil bekas nasi yang berceceran di samping piring kekasih nya. "Kalau nyendok, pelan-pelan. Biar nggak tumpah," ucap nya lagi.

Sementara yang di beritahu hanya menyeringai. "Enak banget abis nya," ucap nya santai seraya mengelap ujung bibir nya.

"Besok-besok kalau makan sama kamu, aku bawain serbet bayi ya." ucap wanita itu seraya menarik kecil ujung bibir nya. Menyeringai.

"Emang nggak malu?"

"Kenapa malu? Ngajak bayi besar makan? Enggak lah." jawab nya santai.

Seketika tawa mereka pecah.

"Tiara?"

Satu panggilan itu membuat sang wanita menoleh, terkejut. "Anne? Kapan balik dari Aussie?" tanya nya antusias seraya berdiri dan menyalami teman kuliah nya semasa di Aussie.

"Dua bulan yang lalu. Aku lulus telat, Ti. Kenalin juga nih, suami ku." ucap nya seraya mengenalkan laki-laki bule di sebelah nya yang bermata biru.

Sontak Tiara terkejut. "Kamu udah nikah? Kok nggak ngundang-ngundang sih!" ucap Tiara seraya tertawa kecil dan menyalami Eddy, sesuai nama yang di sebutkan oleh Anne.

"Cuma pemberkatan aja kok Ti. Keluarga kita aja yang dateng," ucap Anne seraya tersenyum, kemudian mata nya melirik ke arah laki-laki yang masih duduk di bangku seraya memperhatikan mereka. Melihat itu, Tiara tersenyum dan mengenalkan Bara, kepada mereka. "Kenalin, ini Bara, tunangan ku. Bar, ini Anne, temen kuliah ku di Aussie dan ini suami nya, Eddy." ucap Tiara mengenalkan mereka satu sama lain.

"Ooh, Hai. Bara," ucap Bara seraya berdiri dan menyalami kedua nya. "Hi, nice to meet you..." ucap Eddy ketika berjabat tangan dengan Bara.

"Nice to meet you too," balas nya.

Tiara dan Anne kembali bersalaman sesaat sebelum Anne pamit karena ada keperluan lain di sini.

"Temen kuliah kamu?"

Tiara duduk dan mengangguk. "Udah lama banget nggak ketemu, adik tingkat sebenernya, tapi deket banget jaman dulu. Eh sekarang udah nikah aja dia." ucap Tiara seraya tertawa kecil.

"Ooh, ok."

Setelah berjalan kesana-kemari, ia akhirnya menemukan Pak Agus. Pria paruh baya itu sedang mengantarkan kopi saat ia menemukan nya. Dengan langkah nya yang masih yakin, meski rambut nya hampir memutih semua nya, membuat Manda sedikit sungkan mengutarakan maksud nya.

Namun akhirnya, ia tetap mengutarakan nya. Meski di awal bingung, akhirnya Pak Agus mengatakan memang beliau yang membereskan namun ia tidak memegang apapun di meja itu.

"Ooh, yaudah Pak. Makasih, mungkin memang saya yang lupa naruh," ucap nya pelan. "Permisi."

Saat sedang bergelut di kubikal nya sendiri, tiba-tiba ada seseorang yang mengalangi pencahayaan nya, karena ia sedang mencari di bawah kolong meja. "Man," suara itu, membuat Manda segera berdiri dan merapikan baju nya.

"Ooh, iya..." gumam nya pelan.

"Saya mau kamu perbaiki ini lagi," ucap lawan bicara nya setelah menaruh berlembar-lembar map di atas meja nya.

Sial, itu kan map yang dari tadi ku cari-cari!

Manda mendesah pelan di dalam hati, meski ada beberapa perasaan dongkol di dalam hati nya, tapi mau tak mau ada perasaan lega pula yang menyelimuti itu.

"Baik," jawab nya pelan.

"Ok, saya tunggu besok pagi."

"Hah?" tanya nya terkejut.

Rasa nya, kini ia ingin meremas kuat rambut nya dan bergabung dengan para wanita yang berada di dalam lift itu. Seperti nya, memang ada yang salah dengan cara kerja otak seorang Marchilleo Guerra.

Tbc.

Selamat pagi dan yeay sudah memasuki bulan ketiga di tahun 2016. Wish di bulan ketiga, semoga cerita ku cepat selesai. Aamiin.

Vomment jangan lupa. Thankyou<3

Agairana AmandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang