[DUA PULUH SATU]

24.8K 1.4K 9
                                    

Manda memejamkan mata nya berkali-kali, sekali membuka, mata nya kembali mencoba menyesuaikan dengan pancaran sinar dari komputer di hadapan nya. Mata nya berusaha keras untuk fokus namun fikiran nya berkata lain. Kejadian kemarin sukses membuat nya berfikir keras saat ini. Banyak hal yang harus ia selesaikan, dan itu benar-benar membuat nya pusing.

"Mbak?"

Amanda sontak memundurkan kursi nya dan menatap wanita yang baru saja mengagetkan nya. Merasa di lihat begitu intens, wanita itu kembali bersuara. "Mbak? Mbak nggak-papa?" ucap wanita itu sekali lagi.

"Oh iya. Saya nggak-papa. Maaf, ada yang bisa saya bantu?" ucap Manda pelan.

Wanita cantik itu tersenyum lembut, "Tadi kata Rini, saya langsung masuk kesini saja kalau mencari Chilleo. Dia ada di sini?"

Manda melirik kursi hitam milik Chilleo yang masih kosong dari tadi pagi. Kemudian menatap wanita yang terbalut kemeja putih dan celana jeans itu pelan dan merasa sedikit familiar dengan wajah perempuan cantik itu. "Bapak belum datang ke kantor, ada pesan yang ingin ditinggal untuk beliau?"

Wanita itu menggeleng kecil, "Oke, oh nggak perlu. Saya bisa langsung ke Penthouse nya saja kalau begitu."

Setelah kepergian wanita itu, Manda mendudukan kembali diri nya di kursi putih yang langsung menimbulkan bunyi nyaring. "Apa yang salah dengan diri ku? Kenapa rasa nya seperti ini?" gumam Manda pelan seraya menjalankan tangan nya menuju dada kiri nya. "Saya bisa langsung ke Penthouse nya, ah pasti wanita itu adalah wanita yang sangat sering berkunjung kesana." ucap nya seraya tertawa lirih.

Manda kembali tenggelam pada pemikiran nya sendiri hingga suara dering ponsel nya membuat nya berjingkat seketika. Tanpa memperdulikan nama yang tertera di layar ponsel nya, ia langsung mengangkat panggilan itu.

"Halo?"

"Hai, aku mengganggu jam kerja mu?"

Seketika senyum kecil di bibir nya pudar. Raut muka nya menjadi kaku dan lidah nya kelu. Tidak, ini bukan halusinasi atau apapun itu nama nya. Ia kenal betul suara ini, suara yang sama seperti suara di masa lalu nya. Suara yang masih begitu ia hafal diluar kepala nya. Dan ini, adalah telefon pribadi pria itu untuk yang pertama kali nya semenjak pernikahan nya dengan Maura.

"Apa kamu sedang sibuk, Man?"

"Oh enggak. Ada apa?"

"Aku ingin kita bertemu nanti malam, di cafe dekat kantor aku. Jam tujuh aku tunggu kamu disana."

Telefon terputus. Manda mendesah pelan, diri nya bukan siapa-siapa untuk pria itu dan untuk apa ia berharap agar pria itu setidaknya meninggalkan waktu lima detik saja untuk mendengar apakah ia setuju atau tidak.

Urusan dengan Chilleo saja belum menemui titik terang dan sekarang apalagi? Seperti pulang ke masalalu yang secara tidak langsung akan menyakiti dirinya lagi.

Manda memasuki area cafe yang tampak lengang dan segera mencari keberadaan pria itu. Ia terlambat sepuluh menit karena begitu padat nya jalanan Ibukota di malam hari.

"Maaf aku terlambat," ucap nya pelan begitu menemukan pria yang menelfon nya tadi pagi.

Daniel, mendongak dan beradu pandang dengan adik ipar nya. "It's okay, aku juga baru saja sampai. Kamu mau pesan sesuatu?" tanya Daniel pelan seraya membenarkan jas hitam nya.

"Aku sudah makan snack tadi dan aku juga tidak lapar. Kamu saja," jawab Manda kikuk.

"Tidak. Aku juga akan segera makan dirumah nanti,"

Tentu saja. Maura pasti sudah menunggu nya dirumah dan menyiapkan makan malam untuk nya. Tapi, untuk kebaikan mereka, Daniel tidak berbicara apapun mengenai hal ini. Mengenai, diri nya dan Manda yang berada di cafe seperti ini.

"Oke, langsung to the point aja. Apa yang mau kamu bicarakan dengan aku?"

Daniel mengusap wajah nya pelan, kemudian menatap wanita yang sudah berada di dua fase kehidupan nya itu dalam-dalam. Di satu fase, wanita itu adalah sahabat kecil nya di masalalu dan di fase lain nya, wanita itu adalah adik ipar nya.

"Aku ingin bertanya satu hal,"

"Tanyakan saja," ucap Manda pelan dan lirih.

"Apa ada yang ingin kamu katakan pada ku? Apapun itu, apakah ada? Apakah ada yang belum bisa kamu katakan kepada aku di masalalu?"

Manda terdiam, menatap Daniel dengan pandangan bercampur aduk. Entah kali ini, apalagi yang salah dengan diri nya. Tapi bukan nya senang; karena jika diri nya boleh berkata jujur, pertanyaan itu lah yang teramat ingin ia dengar dari pria di hadapan nya, justru seluruh hati nya terasa perih. Dari satu sudut ke sudut lain nya, tidak ia rasakan sama sekali kesenangan yang ia impikan dari dulu.

"Apa maksud kamu? Apa yang harus aku katakan? Tidak ada sama sekali," ujar Manda pelan dengan perasaan nya yang terasa semakin perih. "Apa yang sebenarnya terjadi? Tidak bisa, kamu langsung to the point?" ucap Manda kembali dan kali ini dengan nada yang sedikit tidak sabar.

Daniel mengusap pangkal hidung nya pelan. "Aku tahu, aku tahu seharusnya tidak ada yang perlu dia khawatirkan tentang masalalu kita."

Manda memajukan sedikit tubuh nya, pertanda ia meminta penjelasan yang lebih lagi tentang ucapan pria itu. "Dia? Apa? Aku tidak mengerti sama sekali apa yang kamu maksud,"

Daniel kembali menatap Manda pelan. "Kamu tahu? Maura, akhir-akhir ini dia berfikir jika aku dan kamu,"ucap Daniel pelan dan ragu. "Dia berfikir, jika kita saling mencintai." lanjut nya kemudian.

"Apa? Apa yang baru saja kamu katakan, Daniel? Tidak mungkin,"

Manda seperti tersiram ribuan baskom berisi air es begitu Daniel menyelesaikan ucapan nya. "Aku juga tidak mengerti, aku tidak mengerti darimana datang nya pemikiran gila itu. Kamu tidak mungkin mencintai aku, kan?"

Manda membahasi tenggorokan nya, kemudian menatap Daniel sendu. "Tentu saja. Kita adalah sepasang sahabat, dan aku tidak mungkin memcintai kamu. Aku rasa Maura sudah berfikir terlalu jauh tentang kita."

Daniel meraih tangan Manda dan menggenggam nya erat, "Terimakasih, aku merasa sedikit lebih baik setelah mendengar ini." ucap Daniel dengan senyum tipis di bibir nya.

"Kamu tidak lihat bagaimana mereka saling berinteraksi? Well, kenyataan memang selalu pahit Nyonya Xillius. Tapi apa yang bisa kamu lakukan selain harus memilih dua opsi? Melepaskan, atau berbagi dengan orang lain."

Helena tersenyum puas begitu mengirimkan pesan yang berisi foto yang baru saja ia abadikan tepat di depan mata nya. Dan jangan lupakan, caption yang ia tulis dibawah nya.

Sekali lagi, Helena menatap tajam tepat pada wanita yang sudah berani merebut Chilleo dari sisi nya. "Kali ini, kamu akan kehilangan semua nya. Tidak akan ada yang tersisa untuk kamu, seujung jari pun. Aku tidak pernah main-main, bukan? Satu sama."

Kemudian tanpa berfikir dua kali, Helena segera mengambil ponsel nya lagi dan mendial nomor kemudian suara disana mulai terdengar.

"Aku akan ke England. Sesuai permintaan Ayah. Ayah bisa mempersiapkan semua nya dari sekarang."

Tbc.

A/n: Wohoooouuu!!!! Terimakasi sdh baca dan vote AA<3<3<3<3 part selanjutnya bakalan kaya apa ya ahaha

Agairana AmandaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang