Satu kantor heboh dengan kadep operasional baru kami.
Hari ini, hari pertama Gilang masuk kantor. Ya, aku berhasil melewati hari mingguku dengan mengurung diri dikamar tak peduli bagaimanapun bocah itu memanggilku, bahkan kucingnya, ikut memanggilku! Alhasil, sampai sekarang aku tetap tak tahu kenapa mesti aku yang sembunyi padahal, itu rumahku. Apapun untuk menghindari tatapan mata Gilang.
Hari pertama di rumah, dia sukses membuat tensi darahku meroket.
Dan sekarang, hari pertamanya di kantor. Tanpa sepengetahuan Gilang, dia membuat aku mesti berdehem berulang kali agar bisa lewat ke ruanganku sendiri karena semua cewek kantor memutuskan untuk berjubel didepan ruang rapat. Mungkin hanya aku yang terakhir tahu, tapi semua orang sepertinya sudah tahu siapa si kadep baru.
Tak mungkin mereka berdandan semaksimal itu kalau tak tahu kan?
Diana terlihat seperti kebanyakan minum kopi saat masuk keruanganku pagi ini. Selain dia memakai rok kantor yang lebih pendek, dia juga menata rambutnya begitu sempurna. Awalnya kukira dia akan ke pesta. Tapi akhirnya aku tahu, semua itu karena kadep baru.
Ini pasti hasil dari ke toilet keroyokan.
Setidaknya, aku bisa sedikit lega. Nyatanya, bukan hanya aku yang berpikir Gilang itu tampan. Buktinya, semua wanita mengatakan hal yang sama. Bahkan pria. Jadi, pujianku itu, murni karena terjemahan otak dari apa yang dilihat mata. Sungguh. Ini sepele tapi aku lega tak sendirian menganggap tampangnya oke.
"GILA BOS! Pak Gilang itu kelewat cakep buat hidup." Jerit Diana. Seperti biasa. Dia tak mengetuk. Dan seperti biasa juga, dia menjeplak masuk ke kantorku. Untuk pagi ini, dia benar-benar membanting pintunya dengan kencang.
"jadi, kadep IT tinggal kenangan sekarang?" setelah 2 tahun aku harus mendengar mereka memuja Peter. Sekarang sepertinya aku akan terbiasa mendengar nama Gilang.
Diana sudah membuka mulutnya ingin menyahut tapi kemudian menutupnya lagi. Dia terlihat berpikir keras. Aku memperhatikannya sambil merapikan pajangan mejaku yang selalu bergeser kalau dia masuk. Kemudian sadar, kalau pertanyaan pendekku itu sudah membuatnya dilema berat. Dia sedang dilema memikirkan mana yang lebih baik antara Peter dan Gilang? Betapa menyia-nyiakan energi. Tentu saja Gilang.
What?!
"gak tahu bos. Kita bingung. Mungkin tampang pak Gilang oke tapi dia duda anak satu. Sementara pak Peter, single." Dia memandangku serius. "menurut bos, yang mana?" Jangan tanya aku Diana.
Dia mendecak tak sabar. "tapi biarpun pak Gilang duda 10 kali, aku tetap mau. Apalagi senyumnya itu bos. Udah lihat kan? Ramahnya minta ampun. Masa tadi dia nolong aku bawa berkas? Dia nolong aku bos!" dia bertepuk tangan.
"TAPI!" sekarang menggebrak mejaku. Untuk ketiga kalinya, aku kembali membenari pajangan dimeja. "kenapa bos gak bilang kalau bos ama pak kadep ternyata serumah?"
Mereka tahu? tentu saja. Dia bisa saja tahu aku serumah dengan Gilang sebelum aku sendiri tahu. Begitu terobsesi pada sesuatu, dia akan menggali semua hal sampai keakarnya. Jangan-jangan asistenku ini tahu jenis kopi apa kesukaan Gilang. Meski itu mengerikan. Tapi mungkin saja Diana tahu.
Aku menyelanya dan minta dipanggilkan bos akuntan regional. Beberapa saat dia tak bergeser dan hanya memandangiku. "bos mengalihkan pembicaraan?"
Aku kaget. Biasanya dia tak pernah sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey of Miss What (completed)
RomanceWHAT? Di umur 18 tahun, aku seorang master akuntansi lulusan universitas ternama Inggris. 2 tahun setelah itu, sekarang, aku seorang wanita karir dengan aktifitas yang serba teratur. Seperti, aku bangun dijam setengah 5 pagi dan jam 7 aku siap beran...