Chapter 18

2.2K 107 0
                                    


Uwoaaah! Aku hampir jatuh karena kaget. Lihat dikaca!

Siapa wanita dengan pipi semerah itu?

Aku tak mengenalnya. Tunggu. Aku kenal. Tapi, bagaimana mungkin mukaku bisa semerah itu? Kepiting rebus saja jauh terlewat. Belum lagi rasa panasnya. Meski sudah menyiramkan air ke mukaku, tetap saja, rasanya masih panas.

Gawat. Apa aku alergi kepiting? Konyol Jadica. kamu baru saja hampir mati bersemu gara-gara di lapin cemong sama Gilang.

Benarkah? Bunuh aku!!

Bagaimana mungkin ini terjadi. Masa aku benar suka begitu saja? Aku bahkan belum mengenalnya lama. Dia tak menyapaku dengan manis setiap pagi. Dia juga tak mengirimiku ucapan selamat malam. Oh. Yang benar saja. Kalau cowok seperti itu tipeku, sudah lama aku menikah dengan Peter.

Silahkan hantamkan kepalamu ke dinding kamar mandi ini Jade. Siapa tahu kewarasanmu bisa kembali.

Terima kasih akal sehat.

Setelah bersusah payah membuat mukaku kembali normal. Begitu berbalik ke ruang kan. Gilang sudah ditemani seorang gadis cantik.

***

Pagi-pagi, aku sudah siap dengan kaos putih polos dan celana training hitam panjang. Disertai sepatu keds putih dan dilengkapi shading warna hitam. I am ready. Berliburkan? Mari kita mulai dengan menghirup aroma pantai di pagi hari.

Entah kemalangan apa yang menimpaku, tapi gilang sudah berdiri didepan pintu kamarnya lengkap dengan pakaian olah raga.

"Jade, kamu kemana tadi malam?" aku memandangnya. Memutuskan untuk tak menjawab, aku langsung melangkah ke arah lobi. Berlari lebih cepat saat Gilang memanggil namaku.

Sudah kuputuskan, aku perlu melihat dengan mata lebih terbuka. Jangan sampai apapun membuat mataku berkabut. Berpikir dengan akal sehat. Lupakan hati sama sekali. Maka dengan kebulatan tekad, aku bak terbang dari lobi hingga ke pantai.

Malangnya, karma koperku datang dengan cepat. Begitu aku kembali ke hotel. Ryan dan 2 temannya berada di depan pintu kamarku. 3 pria yang tak sengaja bertemu denganku saat turun dari bus. Apa yang mereka lakukan di depan kamarku? Dari mana mereka tahu nomor kamarku?

"hai jade. Baru balik jogging?" sapa kyle sok ramah. Aku tak suka pria over pede satu ini. Tapi didalam sebuah grup, orang-orang tak tahu malu seperti dia ini dibutuhkan untuk menghangatkan suasana. Karena itu aku tak membuat grup. Karena akan cendrung bertemu dengan spesies-spesies aneh yang mengaku saling cocok.

Aku jelas baru balik jogging. Apa perlu orang mengatakan sesuatu yang begitu jelas?

"ya." Aku memajang senyum. Andi melambai padaku. Dia terlihat santai dengan celana pendek dan kaos balinya. He's hot. Hot nerd. Ryan jelas tak rela mengajak 2 temannya.

"kita mau ngajak kamu sarapan bareng." Sela Ryan buru-buru sebelum kembali disalip Kyle yang terlihat sudah akan bicara lagi.

"dan kalian sengaja datang bertiga gini Cuma buat ngajak aku sarapan?" kenapa mereka tak mengajak staff restorannya sekalian?

Mereka saling pandang.

"biar rame." Kyle punya kemampuan cepat dalam bicara. Terlihat jelas. Tapi kenapa dia harus memberiku senyum aneh seperti itu? Anak ini merasa dia makhluk paling tampan di galaksi Bima sakti. Dia belum bertemu Gilang. Aku pastikan dia tak ada seper 10 nya Gilang.

*Tampar diri sendiri* Kenapa aku harus ingat orang itu?

"eehm aku belum mandi. Mau tunggu di resto aja? Ntar aku nyusul. Bakal lama kalo kalian pada nunggu aku di depan pintu gini." Dan aku jelas tak akan mengundang mereka masuk.

Setelah mendengar obrolan tak penting Kyle dan Ryan, mereka memutuskan menungguku di resto. Andi hanya geleng-geleng kepala dengan sikap temannya yang jelas begitu memalukan. Saat aku berbalik ke kamarku lagi, aku mendapati Gilang yang bersender di pintu kamarnya.

Dia baru saja akan buka mulut. Tapi aku lari masuk kamar. Hampir saja. Hampir aku diterkam buaya ganas itu. Siapa buaya ganas?

Kenapa aku jadi punya istilah aneh sepert ini? Aku membanting badan ku ketempat tidur dan berteriak ke bantal. Kemana semangat liburanku?

Setelah mandi. Aku memakai blouse bermotif etnik. Lalu ditemani hot pants jeans dan sandal teplek warna coklat. Topi jerami lebar juga kuajak. Dengan Sun glasses tersemat dileher, aku siap! Aku akan berkeliling pasar hari ini. Semoga aku punya cara untuk melepaskan diri dari 3 makhluk itu sehabis sarapan.

***

Dan aku gagal sama sekali melepaskan diri. Andi dan Ryan bisa menangkap aku tak memasukkan mereka dalam agenda perjalananku hari ini. Tapi Kyle tidak. Aku memberi alasan A, dia menjawab B. Aku jawab C, dia membantah dengan D. Apa makhluk seperti kyle ini memang benar ada?

Mereka menyeretku ke pantai.

"kamu kuliah?" tanya Andi santai sambil berjalan di sampingku. Sementara Kyle dan Ryan sedang meributkan wahana apa yang akan kami jajal. Sungguh, bagaimana mungkin aku membiarkan diriku berlibur bersama para brondong ini?

Aku mungkin memang harus mengganti status single, tapi kenapa pilihan yang muncul anak bau kencur seperti ini? Bagaimana mungkin ini sebanding dengan cewek super model di kursi Gilang tadi malam?

Menjawab pertanyaan Andi, aku hanya tertawa. Lalu menanyakan motif wisata mereka. Setengah mati membuat otakku kembali lurus. Kenapa selalu berbalik ke Gilang? Dia mungkin sedang tertawa gembira bersama super model itu.

Lagi-lagi Jadica....

"iya, kita lagi libur semester. Awalnya pengen ambil semester pendek. Tapi ngabisin paling gak 3 minggu dengar cerita 2 bocah itu, aku ikut." Dia memberiku senyum manisnya.

Kyle menyela dengan mengajak naik banana boat. Mendengarnya mataku nyaris keluar dan hanyut ke pantai. Dia mengajakku naik banana boat? Berapa umurku? 15 tahun?

"aku kurang suka wahana. Bertiga aja ya? Aku tunggu disana." aku menunjuk tak jelas ke pepohonan di pinggir pantai.

Walau berat hati, mereka meninggalkanku. Begitu mereka naik, secepat kilat aku menyingkir dari sana. Tidak, aku tak sanggup menghabiskan liburan bersama brondong kalap ini. Mungkin saja mereka lebih tua dariku. Tapi, bayangkan, seorang direksi keuangan perusahaan besar memacari anak kuliah?

Walau aku ragu ada orang yang akan tahu, aku sendiri malu. Berapa banyak rahasia yang rencananya akan kubawa ke liang kubur?

Mari Jadica. mari kita perhatikan lingkungan bali yang terkenal keseluruh dunia ini. Siapa tahu ada rahasia lain yang perlu kubawa ke liang kubur.

Setelah menyewa sepeda, aku berkeliling tanpa tahu arah. Mampir disana sini. Meski beberapa kali aku harus kabur dari cowok-cowok aneh, aku menikmati sisa hariku. Sampai akhirnya aku duduk manis di lukis oleh seorang seniman.

Dia ngotot ingin melukisku. Jadi, aku pasrah.

"wah." Aku menganga memandang hasil lukisannya. Apa bapak itu tak salah lukis? Dia membuatku terlihat luar biasa cantik.

***

The Journey of Miss What (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang