Rasanya aku baru terlelap beberapa menit saat bel kamarku berbunyi. Setelah mengabaikannya. Bel itu pantang menyerah. Atau, orang yang menekan bel itu sungguh pantang menyerah. Mengandalkan mata kaki, aku meraba ke depan. Sepanjang lorong mengutuk diriku sendiri. Kenapa kehidupanku penuh dengan bunyi bel disini?
"mau apa?" semburku tanpa tahu siapa yang tadinya memencet bel.
"akhirnya, aku kira kamu udah mati. Udah makan malam?" mendengar suara berat yang entah kenapa begitu kukenal itu, aku membuka mata. Gilang. Membuat alarm bahayaku langsung berbunyi. Apa yang ditakuti buaya?
Aku bersandar ke pintu, masih berusaha mengumpulkan semua kesadaranku. Yang kurasa tak begitu berhasil. Jadi, aku memilih merapikan rambut yang memenuhi mukaku saja agar setidaknya aku tak terlihat begitu menyeramkan.
"kamu gak perlu mikirin aku." Tandasku sambil memegang gerendel pintu. "ingat, aku bukan anak kamu. Jadi, berhenti sok perhatian gak penting." Setelah itu, aku menutup pintu tepat di mukanya. Kenapa dia rapi? Dia pasti akan malam dengan cewek cantik super model itu kan? Well. Aku tak perduli.
Bel kembali berbunyi. Aaaarrrggh!! Aku masih mengantuk.
"udah aku bilang, aku bukan anak kamu. Berhenti ngurusin aku!!!" jeritku begitu pintu terbuka. Aku benci dia menanyaiku seperti benar-benar perduli. Aku benci dia menangkapku yang hampir jatuh di tangga. Aku benci dia menolong saat tanganku teriris. Aku benci dia menggandeng tanganku agar berjalan lebih cepat. Aku benci saat dia membantuku mengangkat barang. 20 tahun aku hidup dan mengerjakan semuanya sendiri. Aku tak butuh dia. Sekarang. Nanti. Atau kapanpun.
"tenang, aku juga gak pernah kepengen jadiin kamu anak." Apa? Bukan suara Gilang. Kontan aku membuka mata. Bukan gilang tapi...
"kamu?" dia tertawa kecil.
"aku." Jawabnya.
***
"jadi aku rasa, kamu memang galak sama semua orang." Ya. Cowok itu masih ingat bagaimana aku membentaknya saat membuka pintu. Sekarang, aku salut dia tetap lanjut dengan rencananya mengajakku ke pesta. Kalau itu terjadi sebaliknya, aku tak akan mau berjalan bersama orang yang baru saja membentakku sekuat tenaga beberapa menit lalu.
Aku memperlurus pungung untuk menyembunyikan rasa malu. "kamu tahu, gak semua orang bisa ramah bangun tidur."
"tapi, gak semua orang juga bisa tetap cantik bangun tidur." Aku menengok padanya. Apa aku terlihat begitu bau kencur sampai perlu mendapat pujian seperti itu? Atau aku saja yang tak tahu kalau orang memang masih memberikan pujian klise seperti itu diluar sana?
Susah payah aku tak muntah didepannya. "apa kamu baru aja ngegombal?"
Cowok menghela nafas lalu memandangku sambil menggaruk belakang kepalanya yang jelas tak gatal. "apa gombalannya berhasil?"
Aku malah tertawa.
Setelah berdandan. Aku siap. Kami beriringan berjalan keluar hotel. Meski disana sini aku menjawabnya dengan sarkatis, cowok itu tetap terlihat betah disampingku. Rekor bukan? Berada disamping ice princess bukan hal mudah.
Ya, aku tahu satu kantor memanggilku ice princess. Aku heran semua orang punya begitu banyak waktu luang untuk memberikan seseorang julukan tapi selalu telat menyelesaikan pekerjaan sebelum deadline. Yeah, semua orang terkadang bisa begitu perhatian pada hal yang tak penting.
Dari jauh, aku bisa mendengar dentuman musik yang memenuhi pantai dan keramaian yang membuat susah berjalan. Pesta yang akan sangat meriah. Sudah lama sekali aku tak berpesta. Saat kuliah aku sering bersama orang yang tak kukenal rundown dari club yang satu ke club yang lain hanya untuk menikmati dentuman musik. Kami tak saling kenal. Kami datang untuk berpesta dan melupakan hal lain. Maka kami melakukannya persis seperti itu.
Aku tak pernah melakukanya disini. Karena sebelum aku menginjak rumah, satu indonesia sudah mendengar kabar aku berpesta di club. Terkadang, indonesia adalah negara yang sangat peduli.
"cewek secantik kamu bakal gak dibalikin kalau hilang. Jadi, buat jaga-jaga, kamu boleh pegang tangan aku dari pada keseret arus." Sambil tersenyum dia mengulurkan tangannya. Aku melihat tangan itu. Aku bergandengan tangan dengan cowok yang bahkan tak kuketahui namanya?
Sebelum otakku memutuskan sesuatu, seseorang menabrakku dari belakang dan cowok itu langsung menangkap tanganku. Resmi, aku menggandeng cowok di hari keduaku di bali. Bukannya aku baru saja menghina Gilang dengan kata menggandeng tadi sore?
"thanks." Teriaknya pada sekumpulan abege yang menabrakku tadi. Lalu hanya tertawa melihatku yang melotot padanya. "lets take the temperature higher."
Semakin larut, pesta semakin meriah. Aku dan cowok itu menikmati setiap menitnya. Tak ada pertanyaan sok ingin tahu yang dilontarkan. Hanya hal-hal tak penting dan meleburkan diri pada keriuhan pesta. Cukup cocok denganku.
"apa aku boleh dapat nomor hape kamu sekarang?" dia berteriak untuk mengalahkan suara musik. Kami sedang minggir untuk mengambil minum. Well, aku lebih suka kalau kami tak pernah berhubungan lagi setelah ini. Hanya 2 orang tak saling kenal. Berpesta bersama. Begitu pesta bubar. 2 orang itupun kembali tak saling kenal.
Aku tertawa. Lalu menggeleng. Tapi, karena dia bertingkah tak sesuai dengan reaksi cowok kebanyakan, dia malah mengambil hapeku dari tas tanpa perlu meminta izin. Dia memanfaatkan refleksku yang semakin menurun sesuai dengan banyaknya gelas yang kutegak.
"jeng jeng. Kamu punya nomor aku sekarang." Dia menunjukkan apa yang baru saja diketiknya di hapeku. Dia memasukkan nomornya dengan nama kontak, 'cowok keren'. Aku melotot melihat nama yang diketiknya. "jangan pura-pura lupa. Telp aku segera begitu kamu sadar." Kembali, dia tersenyum padaku.
Aku menegak minumku dalam sekali teguk. Entah gelas keberapa. Aku hilang hitungan saat gelas ke 7. Masa bodoh dengan gelas-gelas itu. "aku gak bakal nelp."
Dia menarik tanganku. "cewek biasa ngomong gitu."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey of Miss What (completed)
RomanceWHAT? Di umur 18 tahun, aku seorang master akuntansi lulusan universitas ternama Inggris. 2 tahun setelah itu, sekarang, aku seorang wanita karir dengan aktifitas yang serba teratur. Seperti, aku bangun dijam setengah 5 pagi dan jam 7 aku siap beran...