Aku berusaha menjatuhkan kutukan—kutukan apapun—asal bisa menyakiti orang yang duduk di pinggir tempat tidurku itu. Tadinya dia disampingku. Tapi sekarang, aku rasa di cukup pintar untuk berdiri di ujung tempat tidur. Seharusnya dia tahu, melakukan hal bodoh adalah hal yang tak bisa ku tolelir. Dan apa yang sudah dilakukannya ini?
Papa semakin mengkerut ku plototi. Disampingnya Hany. 2 manusia ini...
Apa papa tak terpikir apa yang melintas di kepalaku saat melihat mobil pemadam kebakaran itu? Atau, betapa kalutnya aku saat melihat asap yang membubung tinggi? Apa mereka tak terpikir? Sekali lagi air mataku mengalir.
"Jadica.." aku mengangkat tanganku. Menahannya mengatakan apapun. Apa dia masih belum cukup bermain?
Hal yang paling kutakutkan di dalam hidupku adalah saat aku pulang dan mendapati papa sudah tak ada. Mendapati papa sudah meninggalkanku untuk selamanya. Itulah yang terlintas di kepalaku saat melihat mobil pemadam kebakaran. Membayangkan aku mungkin saja tak bisa melihat senyum ceria papa. Atau mendengar senandung sumbangnya itu. Hanya dia yang kumiliki di dunia ini. Hanya dia.
Kenapa dia begitu tega...
Tangan hangat Gilang mengenggam tanganku. Aku mengalihkan pandangan dari papa dan Hany dan memandang tanganku yang digenggamnya. Terasa begitu hangat. Membuatku berharap dia tak akan melepas tanganku.
Dengan cepat, aku menarik tanganku yang digenggamnya. Lalu susah payah menghentikan air mataku yang meleleh.
"keluar." Bisikku pelan lalu menurunkan bantal dan memejamkan mata. Hanya saja, tak ada yang bergeser. Sekali lagi aku menyuruh mereka keluar.
"maafin papa Jade." Aku tak membuka mataku sama sekali. Isak tangis Hany yang tadinya susah payah dia tahan, meledak sekarang. Bisa kudengar dia belari kepelukan Gilang yang masih duduk disamping tempat tidurku.
"maafin aku pa." Bisiknya di sela tangis. Lalu tanganku kembali di genggam. Tapi aku tetap bertahan menutup mataku. "maafin aku Jade. Ini salah aku." Rengeknya.
Aku menarik tanganku. "keluar." Desahku lagi.
"sayaaang..." aku sontak duduk dan melotot pada papa. Dia terlihat begitu aneh dengan kostum indian itu. begitu aneh. Begitu bukan papa. Ingin sekali aku melemparnya dengan semua koleksi boneka beruang sialan itu. atau melemparnya dengan semua bantal yang bisa kujangkau. Bahkan aku nyaris berharap dia benar terbakar.
Tidak. Aku tak mungkin akan hidup kalau itu terjadi. Tapi...
Meooong....
Argh. Apa kucing itu bahkan juga merasa perlu muncul disaat seperti ini?
"papa bisa kasih aku saran apa yang harus aku lakuin kalau lain kali papa sama Hany niat bakar rumah lagi?" aku tak menaikkan nada suaraku. Masih sepelan aku mengusir mereka. Masih lebih kecang sesegukan Hany di pelukan Gilang. "kayak, aku harus gimana kalau ternyata yang gosong itu mayat papa?"
Keningku tertempel kain kasa karena jatuh menghantam lantai. Maka kupastikan, selain lecet juga akan membiru. Dan kedua lututku juga mengalami hal yang sama. Minus lecet tapi pasti memar hebat. Karena aku jatuh terjerambab telak setelah tersandung selang air. Dokter bilang, aku beruntung tak mematahkan hidung atau bahkan leher. Aku malah berharap mematahkan hidung atau bahkan leher sekedar melihat penyesalan papa.
Semua ini karena, papa dan Hany main indian-indianan di halaman belakang sambil menyalakan api unggun asli. Bisa kubayangkan betapa serunya kedian itu. Hany dan papa yang berlari kesurupan mengelilingi api unggun jam 3 sore. Seru sekali pasti. Lalu haus dan meninggalkan api unggun. Lalu keasyikan di dapur. Sampai mereka merasa kepanasan dan melihat teras belakang yang sudah di lahap api.
Mereka hanya lupa seluruh rumah ini terbuat dari kayu dan menyalakan api begitu saja. Aku heran, kenapa mereka tak menyalakan api unggun itu di ruang tengah sekalian? Bayangkan. Mereka bisa lari kalap sambil berteriak indian mengelilingi api unggun besar yang melahap rumah sampai paling tidak 2 jam. Akan sangat seru.
"keluar. Aku gak mau lihat siapapun."
Meooong...
Diam!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey of Miss What (completed)
RomanceWHAT? Di umur 18 tahun, aku seorang master akuntansi lulusan universitas ternama Inggris. 2 tahun setelah itu, sekarang, aku seorang wanita karir dengan aktifitas yang serba teratur. Seperti, aku bangun dijam setengah 5 pagi dan jam 7 aku siap beran...