Chapter 50 - a secret

4.8K 138 35
                                    

Somewhere over the roof top..


"maafin aku." dia menangis.

Untuk beberapa saat aku hanya terdiam di dalam pelukan Gilang yang semakin lama semakin erat. Seiring dengan eratnya pelukan, tangisnyapun semakin menjadi.

Gilang menangis?

Yang bodoh, kemudian aku menaikan tanganku dan memeluknya. Aku tahu, aku memang bodoh. "ssst... kamu gak salah."

Aku menepuk punggungnya perlahan.

Gilang menyesali istrinya. Apa yang bisa kulakukan? Mungkin inilah yang paling bisa kulakukan. Mendengarkannya.

Entah berapa lama sampai dia melepasku dari pelukannya. Saat dia tepat dihadapanku, aku bisa melihat air matanya. Ini pemandangan baru, aku tak pernah melihat pria menangis. Yang paling menyakitkan, dia menangis untuk perempuan lain. Untuk ukuran cinta pertama, aku rasa punyaku cukup tragis. Berapa banyak wanita diluar sana yang harus menghibur cinta pertamanya yang baru saja menangisi mantan istrinya?

"kenapa kamu juga nangis?"

"hah?" tercengang. Aku buru-buru menghapus air mataku yang sepertinya sudah mengalir begitu saja. Lalu berusaha menetralisir suaraku dengan berdehem. Tapi, usahaku langsung berhenti saat tangan Gilang menangkap tanganku. Dia menarik tanganku yang sedang berusaha menghapus air mata.

Tak lama kemudian dia tertawa kecil.

"kenapa kamu juga nangis?" dia menggenggam tangangku dengan erat sambil menatapku dengan mata ramahnya. Biarpun dia habis menangis, mata Gilang tetap seperti matanya selama ini. Mata ramah yang selalu membuat orang merasa hangat.

Dengan begitu cantik, aku menarik ingus.

"menurut kamu kenapa?" akupun menatap matanya. Dia terlihat lelah. Mungkin memang begitu banyak yang dipikirkannya akhir-akhir ini. Mantan istri yang disesali. Seorang anak yang menolak bicara. Aku tahu, dia layak untuk menangis.

Gilang terlihat sok berpikir mendengar pertanyaan balikku. Setelah beberapa saat memperhatikan sesuatu di belakangku, dia kembali memandangku.

"apa kamu suka sama aku Jade?"

Apa?

"iya?" tanyanya lagi.

Apa?

Aku menarik tanganku tapi Gilang hanya menggenggamnya lebih erat. Dia gila? Masa dia menanyakan itu tepat di depan mukaku?

"ingat aku bilang, kamu gak bisa ngelakuin semua hal sendiri?"

Bunuh saja aku. Kenapa dia harus bicara sebegini dekat dan sambil menggengam tanganku? Argh. Ini gila. Aku mungkin akan mati serangan jantung tepat di depan mukanya.

Aku kembali menarik tanganku dengan putus asa tapi dia menahannya malah lebih kuat dengan senyum yang semakin jelas terlihat sekarang. Membuat mata merah bekas menangisnya menghilang. Tinggallah aku yang sekarang harap-harap cemas. Kenapa dia menatapku begitu?

Argh. Lempar saja aku ke bawah.

"satu hal yang juga gak bisa kamu lakuin sendiri Jade." Dia menarik tanganku hingga aku ikut tertarik lebih mendekat. "kamu gak bisa mencintai diri kamu sendiri. Kamu perlu orang lain untuk itu. Seorang pria yang akan mencintaimu melebihi dirinya sendiri. Benar kan?"

Aa...apa?

Jantungku berdetak kencang tak karuan. Darahku rasanya mengalir deras kesana kemari karena jantung yang bekerja terlalu cepat. Namun gagal bekerja karena aku berhenti bernafas. Apa yang sebenarnya terjadi sekarang?

"Jadica, Jadica..." ucapnya pelan. Kemudian, dia menghapus airmataku yang masih tersisa. Menghapusnya dengan sangat perlahan sambil tak melepas pandangan matanya dariku.

Diatas atap ini. Berlatar semua lampu kota dan langit malam. Aku terpesona melihat Gilang yang tersenyum kecil menghapus air mataku. Sampai aku tak sadar saat dia sudah merangkulku dan menciumku.

Tangannya yang ada di pinggangku.

Tangannya yang ada di pipiku.

Dan hembusan nafasnya.

"aku menyesal untuk masa lalu aku. Tapi aku gak akan melepas masa depan aku." Dia menaruh kedua tangannya di pipiku dan menatapku lebih dalam lagi. "kamu, masa depan aku dan aku janji. Aku akan balik buat kamu."

Dia mengembalikan rambutku ke belakang telinga sambil menghela nafas.

"aku udah bilang kalau kamu benar-benar cantik rambut pendek?"

***

The Journey of Miss What (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang