Chapter 43

1.6K 75 0
                                    


Sepelan mungkin tanpa menimbulkan suara aku pulang. Selain aku tak punya mobil yang harus kuparkirkan, aku hanya perlu melepas sepatu agar 2 orang yang sedang ngobrol atau berantem, disamping rumah itu tak menyadari kehadiranku sama sekali.

Kenapa mereka masih bangun? Jam berapa sekarang? Kenapa mereka tak ribut jauh sebelum aku pulang?!

"kamu yang mulai ini semua Karen. Kamu yang selingkuh, kamu yang minta cerai, dan kamu yang menolak Hany. Sekarang kamu pengen semuanya balik seperti semula?"

Aku tak menguping. Sungguh. Aku tak mengupingkan?

Lalu apa namanya bersembunyi di dekat pintu dan pasang telinga Jadica?

What?

Baik. Aku memang menguping.

Bisa kulihat Karen yang mengambil tangan Gilang dan menggenggamnya sambil menangis. "aku minta maaf Gilang. aku minta maaf. Aku bodoh. Aku ngelakuin kesalahan. Tapi aku menyesal."

Gilang hanya diam. Tidak memandang Karen tapi juga tidak menarik tangannya.

Oh tuhan. Aku sungguh menguping.

"aku gak jadi tunangan. Bagas bohongin aku. Dia ninggalin aku dan semua ini bikin aku sadar. Kalau yang paling ngerti aku, yang paling cinta sama aku itu Cuma kamu. Cuma kamu Gilang. dan Hany. aku gak bisa hidup tanpa Hany. Aku gak bisa hidup tanpa kalian berdua."

Lalu dia benar-benar terjatuh dengan lutut terlebih dahulu. Menangis terisak. Dalam satu gerakan cepat, Gilang menarik Karen hingga berdiri dan memeluknya.

Nafasku tertahan.

Dalam satu gerakan cepat, tanpa suara aku naik ke lantai atas. Berusaha kembali bernafas normal sambil menghirup semua udara yang bisa kutarik di puncak tangga.

Kenapa aku sesak nafas?!

Meoong...

Dengan langkah pelan si kucing salah nama mendekat. Di keremangan, matanya terlihat mengerikan. Tapi aku tak tahu, antara mukaku dan muka kucing sala nama itu, mana yang lebih mengerikan.

Namun keluh kesahku berhenti saat mendengar isak tangis.

Ada apa lagi sekarang? Berapa banyak drama yang terjadi dalam satu hari? Dengan pelan aku menuju sumber tangisan.

"Hany? Kamu belum tidur?"

Aku mendorong pintu yang tak pernah tertutup rapat itu tanpa suara. Suara tangis Hany. tapi begitu aku masuk, suara tangis itu berhenti. Diatas tempat tidur, bisa kulihat dia baru saja menarik selimut hingga menutupi mukanya.

Apa yang akan kulakukan sekarang?

Beberapa jam yang lalu aku baru saja bercurhat ria dengan bawahanku. Sekarang? Aku akan menghibur anak kecil ini?

Aku pasti kebanyakan minum kopi.

Baik. Mungkin hari ini hari drama sedunia. Mari kita membuat ini semakin menyedihkan saja. Aku mungkin akan membuat Hany malah menangis lebih keras tapi mari mencoba.

Tanganku membanting sepatuku begitu saja ke sudut lorong. Tepat terhempas di depan pintu kamarku. Lalu aku beranjak masuk ke kamar Hany. menggapainya yang bersembunyi di bawah selimut.

"anak kecil. Kamu baik-baik aja?" aku menarik selimutnya. Di luar dugaanku, selimut itu tak di tahan. Begitu aku menariknya, aku langsung melihat muka Hany yang berurai air mata dan mulutnya yang terkatup rapat menahan tangis. "ya tuhan."

Dia langsung melompat ke dalam pelukanku dan kembali terisak.

***

Kalau biasanya sarapan adalah waktu paling sibuk di rumahku, maka hari ini, paling hening. Namun kuakui, ini sarapan yang enak.

Begitu membuka mata, aku mendapat serangan wangi nasi goreng yang super lezat ke kamar. Yang pertama terlintas adalah? Papa memasak? Namun aku ingat kalau seseorang mengajak mantan istrinya menginap.

Saat kepalaku mengintip keluar dari kamar, tepat saat si Karen akan mengetuk pintu kamar Hany. Dia melihatku.

Beberapa saat kami saling pandang. Aku tak tersenyum karena memang aku tak pernah tersenyum. Tapi Karen melengkapi ekspresi mukanya dengan plototan. Aku memandang ke belakang, mengecek siapa yang di plototinya dan sadar, kalau dia melotot padaku. Lalu tanpa mengucapkan apapun, dia masuk ke kamar Hany. Dia baru saja melotot padaku? Kepadaku?

Iya kan kucing salah nama?

Si kucing salah nama hanya mengeong dan ikut masuk ke kamar Hany.

Maka dari itu, ini sarapan terhening sejak Hany menginjakkan kaki di rumah ini. Meski Karen tetap seceria mungkin berusaha mengajak Hany bicara, Hany Cuma diam. Gilang yang memplototi Karen. Lalu aku dan papa yang bertukar pendapat dari padangan. Aku ingin pergi secepatnya dari sini. Saat telp dari nomor baru masuk dan bilang akan menjemputku, aku mengiyakannya begitu saja. Pagi ini, pertama kalinya Hany tak memelukku.

***

The Journey of Miss What (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang