Chapter 14

2.3K 116 0
                                    


Bagaimana mungkin aku bisa terjebak dengan posisi seperti ini? Dimana kehidupanku yang serba teratur itu? Dimana semuanya berlangsung sesuai dengan yang tertulis diagendaku. Tak pernah aku merasa hidupku lebih berantakan dari ini.

Aku. Jadica. kemah?

Aku tahu. Ini kedengarang lucu.

Maka dari itu, aku balas memplototi kucing bermata jahat itu. Apa dipikirnya Cuma dia yang berhak memberiku pandangan tajam seperti itu dari jendela? Aku juga bisa. Berusaha mengabaikan papa dan Hany yang sedang histeria memberikan kami wejangan sebelum berangkat.

Aku hanya berdiri di dekat koperku menunggu supir papa datang untuk membuka bagasi. Melotot tajam pada papa. Menantangnya kalau berani bicara satu patah saja padaku. Aku tak percaya dia berhasil membuatku benar-benar ikut acara reuni itu dan bersama Gilang!

Diana hampir memecahkan gendang telingaku saat aku menelponnya. Niatku ingin memberitahu kalau aku tak akan bisa masuk selama 3 hari, tertahan di tenggorokan. Diana sudah lebih dulu tahu. Yang membuatnya heboh bukan karena aku pergi, tapi Gilang yang pergi bersamaku. Dia iri setengah mati. Bilang betapa jahatnya aku. Setelah Peter, kadep IT mereka yang casanova, aku juga menjarah Gilang, kadep Operasional mereka dari kancah perebutan.

Hingga akhirnya aku pusing mendengar kata-kata Diana dan menutup telp bahkan tanpa mengatakan apapun. Kemampuan Diana mengetahui informasi selalu mengejutkanku. Apa papa begitu penasaran dengan siapa aku akan menikah?

Kusarankan dia menanyakan itu pada Diana. Oh, itupun kalau papa tetap hidup setelah aku pulang dari bali. Karena apapun yang terjadi di bali, akan kupastikan papa juga merasakannya.

"Dad, you should have fun. F, U and N." Hany memegang pipi Gilang. Entah berapa kali anak dan bapak itu perlu melakukan perpisahan. Aku sudah menawarkan diri untuk membatalkan perjalanan konyol ini nyaris sekitar sejuta kali, tapi dia tak menggubrisnya. Sementara disisi lain, dia terlihat akan mati karena terpisah dari papanya itu.

"Gilang, tolong jaga Jade baik-baik ya." Papa tak berani mengatakan apapun padaku. Aku masih berdiri kaku di dekat mobil. Jadi, dia memesankan semuanya pada Gilang.

"Jade, having fun." Aku molotot. Papa berani menyuruhku bersenang-senang? Apa dia lupa? Dia baru saja mengirimku berkemah entah ke hutan belantara mana. Aku bisa saja di gigit harimau dan dia tak akan melihatku lagi. Berani-beraninya dia menyuruhku bersenang-senang?

"at least, try to socialize." Ucap hany sambil tersenyum senang. Gilang tertawa mendengar pesan Hany kepadaku. Membuatku menatapnya tajam. Dengan gagal, dia berusaha menyamarkan itu menjadi batuk.

"Stay away from my stuff." Kecamku pada Hany. "jangan sampai kucing itu masuk kamarku." Hany membuka mulutnya dengan mengatakan nama kucing itu. Aku nyaris ingin melemparnya dengan koper.

"ayo non. Berangkat." Supir papa yang tak kusadari sudah mengulurkan tangannya disampingku ingin menyimpan koperku yang masih kugeret. Aku hanya mengangguk dan memasukkan koperku sendiri. Lebih tepatnya, membanting koper itu ke bagasi. Gilang memasukan kopernya dengan diam. Dia memandangi koperku dengan kasihan. Sungguh, seharusnya dia mengasihaniku.

Aku yakin. Gilang sedang menyesali perkataan 'it looks fun' nya sendiri sekarang. Walau luar biasa kesal, aku mencium pipi kanan papa dan siap masuk mobil. Tapi pintu mobil terhalang oleh tangan kecil Hany yang selesai memberikan pelukan perpisahan—entah untuk yang kesian kalinya—pada Gilang.

Mau apa dia?

"Jade, you should give me a goodbyehug too." Hany berdiri menghadangku. Aku melotot tak percaya dengan apa yang kudengar. Dia ingin memelukku lagi?

Lagi?!

Berapa kali aku bilang aku tak suka di peluk?! Aku menarik pintu mobil ingin menutupnya. Tapi dia berkeras menahan. Tak perduli aku menatapnya tajam, dia tak gentar.

Aku pasrah memeluknya.

"Take care of my dad. Never let him gives you any kind of crazy idea, okay?" heran aku mengucapkannya dengan ramah. Terpengaruh dengan nada ramahku, Hany mengangguk kencang di pelukanku. Lalu aku mendorongnya. Berapa lama dia ingin dipeluk?

"Take care of my dad too. He always calls me like crazy when he is away. Try to keep him away from phone, okay?" pesannya.

"Okay." Aku jadi tertawa.

"Pinky promise? I really need some space from him." Tambahnya lagi.

"Honey?" Gilang menyela dari kursi depan mobil. Tapi Hany tak mengalihkan pandangannya dari ku.

"Pinky promise." Balas ku sambil menyambut kelingkingnya. Tiba-tiba aku tak sabar ingin pergi dari sini. Setidaknya menjauh barang 3 hari dari Hany dan kucing salah namanya itu mungkin bukan ide buruk.

Yay. That's the spirit Jadica.

***

The Journey of Miss What (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang