Chapter 41

1.6K 83 1
                                    


"Jade?"

Gilang muncul dari balik lorong. Dia tepat muncul saat aku sedang berada tepat di dalam pelukan si polisi. Tunggu, siapa nama polisi ini? Daniel. Iya. Namanya Daniel. Beberapa saat tak ada yang bergerak. Gilang hanya melihatku dan Daniel secara bergantian. Begitu juga Daniel. Melihat mukaku dan Gilang bergantian.

Apa-apaan ini...

"bisa lepas tangan aku sekarang?" aku menunjuk tangan Daniel yang satu, memegang tanganku, yang satu menangkap pinggangku. Dia minta maaf dan melepasku dengan begitu cepat. Aku hanya melotot padanya tapi tak benar-benar bergeser dari hadapannya. Kemudian baru berbalik menghadap Gilang.

"kenapa?"

Dia masih melihat kearah Daniel dan Daniel meladeni acara tatap-tatapan itu dengan suka rela. Mereka saling tatap sementara aku berdiri tepat diantara mereka. Terabaikan begitu saja. Bukannya apa. Tapi, Gilang kesini mencariku kan? Karena dia jelas melupakan tujuannya mencariku.

"kamu boleh kenalin dia kalau gak keberatan." Daniel menyikutku. Aku menarik nafas panjang. Kenapa mereka tidak langsung kenalan sendiri?

"ini Gilang, ini Daniel." Mereka berjabat tangan dan saling menyebutkan nama. "kenapa kamu cari aku?" pungkasku begitu mereka selesai berjabat tangan.

Setelah sepertinya sekian puluh tahun kemudian, Gilang baru berhenti memperhatikan Daniel dan memandangku. "acaranya udah selesai. Kita mau jemput Hany ke belakang panggung. Sambil ngasih ucapan selamat."

Dia memperlihatkan buket bunga besar yang tadinya di tinggal di mobil. Ke belakang panggung memberi ucapan selamat? Dia mencariku untuk itu? Kenapa aku harus ikut? Aku bahkan belum tahu kenapa aku mesti hadir disini.

"kamu udah nikah dan punya anak?" sela Daniel, tepat disampingku.

Apa lagi sekarang. Daniel malah mengulangi pertanyaannya karena aku tak menjawab. Apa aku terlihat seperti sudah bersuami dan punya anak?

"bukan urusan kamu." Ucapku tegas tepat di depan mukanya.

"oke." dia mengangguk. "tapi, kamu belum menikah dan belum punya anak kan?" tanyanya lagi begitu aku baru saja menghela nafas. Sungguh, aku akan meledak sebentar lagi. "tunggu, aku Cuma bercanda. Ya udah. Jangan lupa jam 9 ke kantor ya. Kita urus tilang menilang sekalian makan siang. Oke? deal."

Setelah menjabat tanganku dia langsung pergi. Aku terbengong dan hanya berkedip beberapa kali. Dia bilang apa?

"dia baru aja ngajak aku makan siang?"

Aku serius bertanya tapi Gilang tak menjawab. Dia hanya bilang kalau kami mesti buru-buru karena harus menjemput Hany. Dia berbalik dan meninggalkanku mengikutinya dari jarak 400 m di belakang.

Kenapa aku harus ikut?!

***

"yeay!!!"

Papa, Gilang dan Hany.

Sepanjang jalan ke parkir mereka menyanyikan ulang lagu yang dinyanyikan Hany bersama kelompok paduan suaranya tadi di atas pangung. Aku terpaksa bilang aku menonton aksi panggungnya yang spektakuler itu karena papa melotot saat aku akan bilang aku tidak menonton sama sekali.

"Jade! Tadi baju aku bagus kan?!" dari gendongan papa dia berbalik dan langsung menyergapku yang sedang mengecek berapa agenda yang harus kubatalkan siang ini karena datang ke acara tak berguna. Menghadiri pentas seni anak SD?!

Tembak saja aku kalau ini terjadi lagi. Aku akan memastikan Diana akan menembakku kalau aku harus menghadiri satu saja acara berbau Hany di waktu akan datang.

Aku memandangnya sekilas. Terlihat sangat gembira. Kostum yang dipakainya?

"iy. Bagus." setelah itu aku langsung membuka pintu mobil. Belum seberapa jauh kemajuanku, Hany sudah turun dari gendongan Gilang dan menahan pintu yang kubuka.

"tapi aku gak lihat kamu tadi, kamu duduk sebelah mana?" dia memandangku dengan mata super besarnya. Aku tak tahan lagi. maka dalam sekali gerakan aku mendorong pintu hingga tertutup dan bersiap menghadapi Hany.

"anak kecil. Dengar ya. Aku..."

Papa menepuk bahuku tiba-tiba dengan keras dan aku hampir menabrakkan kepalaku ke atap mobil. Dia ingin membunuhku?!

"kita makan siang dimana?" Gilang langsung merangkul Hany. mengalihkan perhatian anak kecil yang jelas sedang melotot padaku sekarang. Aku berbalik dan melotot pada papa. Apa papa baru saja berusaha menghantamakan kepalaku ke mobil?

"restoran seafood. Oke?" papa memberiku senyum yang begitu manis sambil membukakan pintu mobil. Argh. Ada apa dengan dunia ini. Aku benar-benar sudah kehilangan papaku kan? Baik. Lupakan. Aku akan membuat Gilang membayar mahal tagihan makan siang.

Namun, baru saja kami akan masuk mobil. Jeritan manis menyela...

"Hany! sayang!"

Berhenti. Kompak kepala kami mencari asal suara yang sepertinya dari belakangku. Tapi belum sepenuh aku sempat berbalik, aku sudah terdorong ke samping dan hampir menabrak tiang besi di parkiran. Seorang wanita sudah memeluk Hany dengan begitu erat.

Apa?

Tadi mobil dan sekarang tiang? Semua orang ingin membunuhku.

"Hany! Mama lihat tadi Hany nyanyinya bagus banget."

Siapa wanita ini?

Dia memeluk Hany dengan liar dan menciuminya disana-sini. Kepalaku sakit. Meski belum menghantam apapun, semua ini membuat kepalaku sakit. Drama apalagi sekarang? Bukan Cuma aku yang terbelalak melihat adegan jalin kasih di depan kami ini. Bahkan, Gilang, Papa juga dan orang yang sedang menerima semua pelukan itu. Hany.

Setelah sekian abad, Gilang menemukan suaranya. "Karen?"

Apa?

***

The Journey of Miss What (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang