Typo bertebaran dimana - mana !!!!
Jangan lupa vote dan coment nya !!!!
******************************************
Matahari masih malu - malu untuk muncul. Masih terlalu pagi bahkan masih subuh, Azan subuh sudah berlalu lima menit lalu.
Tapi, di dalam rumah sederhana milik kediaman Veranda sudah mulai beraktivitas.
Sang empunya baru saja menyelesai kan sholat subuh mereka masing - masing.Veranda sedang melipat mukena dan juga sajadah nya. Lalu setelah itu ia berbenah diri.
Cklek
Pintu kamar mandi terbuka. Shania keluar dari dalam sana, sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Kamu mau balik pagi ini juga ?" Tanya Ve sambil memoles tipis wajahnya dengan riasan.
"Hm, papa minta aku ke kantor nya hari ini " jawab Shania duduk di kursi rias. Dia mulai mengeringkan rambutnya dengan alat pengering rambut.
"Gimana sama Keynal ?" Tanya Shania tanpan menoleh. Ve selesai dengan urusan nya.
"Gimana apa nya ?" Tanya Veranda balik.
"Ya, kalian berdua, loe masih pengen sama dia ?"
"Iya, aku gak bisa tanpa dia Shan " jawab Veranda sambil duduk di tepi tempat tidurnya.
"Ve, masih banyak yang lebih baik dari dia, ini bukan sekali dua kali dia nyakitin loe " ujar Shania kesel karena sahabatnya itu terlalu di butakan oleh cinta.
Ve yang mendengar penuturan Shania mengulum senyumnya. Dia mengerti kenapa Shania bicara seperti itu.
"Aku tau, tapi aku hanya mau dia Shan " jawabnya dengan senyum. Shania mendengus lelah.
"Dua cowok semalam lebih baik dari dia, siapa nama mereka ?.. "
"Deva dan Radit. Mereka kakak adek " jawab Veranda terlihat acuh. Dia bangun dari duduk nya mengambil tas nya yang ada di atas meja.
"Wow.. dan dua - dua naksir cewek yang sama " ujar Shania takjub.
"Maksud nya ?" Tanya Veranda tidak mengerti dengan ucapan Shania barusan.
"Gak ada " jawab Shania mengelak.
Setelah selesai mereka berdua keluar dari dalam kamar."Pagi dek " sapa Veranda saat melihat Aaron baru keluar dari dalam kamar dengan sudah rapi memakai seragam sekolah nya.
"Pagi Ganteng " ikut Shani mencubit gemas pipi Aaron.
"Hm " gumamnya acuh sedikit mendelik pada Shania. Keduanya hanya terkekeh geli melihat wajah datar Aaron. Ketiganya pun berjalan menuju ruang makan. Di sana sudah ada sang mama yang sedang menyiapkan sarapan.
"Pagi Ma " sapanya dengan senyum lebar dan sumringah.
"Pagi Bu " ikut Shania. Mamanya menoleh dan tersenyum melihat ketiganya. Dan senyum itu semakin lebar saat melihat wajah ceria Veranda pagi ini. Dia bukan tidak menyadari kalau sejak kedatangan Ve balik ke rumah. Anak sulung nya itu terlihat berbeda. Lebih sering diam dan ngelamun. Kalau pun tersenyum pun terkesan di paksakan.