6. Living with My Biggest Enemy

366 41 1
                                    

"Hari ini aku akan memulai hariku dengan perubahan yang lebih baik dari sebelumnya."

- BE MY MISTAKE (The Story of CEGIL)

[Laurels Greisy POV]

Sinar matahari yang menyilaukan mata menembus kaca jendela kamarku. Aku terbangun mengerjapkan mataku, lalu beranjak dan melangkah menuruni tangga dengan penutup kepala yang masih menempel, bekas semalam bermain salon-salonan dengan Laura.

Kulihat Mama dan Laura sudah memakai setelan rapi dengan dua koper besar di sisi kanan dan kiri mereka. Mereka berdua melempar senyum simpul ke arahku saat menyadari keberadaanku.

"Apa apaan ini? Mama kok gak bilang kalo bakal berangkat sepagi ini?" Ucapku sedikit terkejut.

"Iya, kita sengaja berangkat pagi. Uhh, take care, Baby." Laura menepuk kedua pipiku gemas.

"Udah cepetan mandi! Bentar lagi Tante Val ke sini, loh." Sambungnya tersenyum evil.

"Mama sama Laura berangkat ya, Rels. Jaga diri baik-baik. Jangan berantem loh, ya!" Kini mama mencium pipi kanan dan kiriku secara bergantian, lalu melambaikan tangan sembari berjalan keluar rumah. Baru sekejap setelah kepergian mereka, Tante Valleria datang menghampiriku.

"Ayo, Rels. Udah dipacking kan baju-bajunya? Kamu mandi di rumah Tante aja soalnya rumahmu mau Tante kunci." Ujar Tante Valleria lembut.

Aku menggaruk tengkukku canggung, "Tan, Laurels mandi di sini aja, ya. Tenang aja, Tan. Laurels mandinya cepet, kok."

"Ya sudah kalau begitu, tante tungguin, deh. Jangan lama-lama ya, Rels. Soalnya pesawat Tante take off  tiga jam lagi."

"Siap, Tan!" Jawabku tegas langsung berlari ke kamar mandi.

Dua puluh lima menit kemudian aku keluar sambil menyeret koper besarku. Tante Valleria yang menunggu di ruang tamu tertegun saat melihatku. Ya, aku sengaja sedikit mengubah tampilanku hari ini agar terlihat berbeda. Rambut yang biasanya ku ikat kini kubiarkan tergerai dengan poni belah tengah, serta kusematkan beberapa jepitan kecil berbentuk bunga putih di setiap sisinya.

Rambutku yang semula hitam, kini menjadi berwarna putih dengan highlight pink muda, membuatku terkesan seperti tokoh utama di film-film barbie. Yep, aku mewarnai rambutku semalam. Awalnya aku tidak berniat untuk mengubah rambutku karena takut nanti malah jadi rusak, namun karena aku membantu Laura mewarnai rambutnya, aku akhirnya tergiur untuk mewarnai rambutku juga. Siapa tahu dengan mewarnai rambut aku jadi semakin percaya diri di sekolah, ditambah dengan fakta bahwa sekolahku adalah sekolah seni yang tidak memiliki aturan khusus untuk penampilan siswa atau gurunya membuat keputusanku untuk mengubah warna rambutku semakin pasti.

Sneakers hitam dekil bergaya laki-laki yang biasanya kupakai sudah ku buang ke tong sampah. Kini aku menggunakan sepatu boots heels berwarna putih dengan kaos kaki pendek yang melekat di telapak kakiku. Jika diperhatikan dari jauh itu lebih terkesan seperti tidak memakai kaos kaki.

Hari ini aku akan memulai hariku dengan perubahan yang lebih baik dari sebelumnya, seperti yang dikatakan Laura.

Aku berjalan menghampiri Tante Val yang sedang duduk menungguku. Belum sempat mendekat, Tante Val langsung meraih tanganku dan menggandengku,

"Ya ampun, Laurels. Kamu cantik banget." Pujinya padaku.

________________________________________

"Nah, Laurels bisa pakai kamar ini," ucap Tante Val menunjukkan kamar mewah dengan warna serba pink itu. Kenapa harus pink, sih? Aku kan benci banget sama warna itu, membuat mataku sakit tau nggak, sih. Tapi kalau dilihat-lihat, jika kamarnya seluas ini, aku bisa bermain sepak bola sambil salto di dalam sana jika aku jenuh.

"Oh, iya. Tante harus berangkat sekarang. Tante nitip tolong bangunin Casvy ya, Rels. Tuh anak kerjaannya emang tidur mulu. Kalo dia bikin ulah atau ngapa-ngapain kamu langsung telfon tante aja, ya! Biar tante blokir debit cardnya kalo mecem-macem." Tante Val menyentuh kedua bahuku sambil menatap kedua mataku lembut, "kamu juga jangan sungkan-sungkan, Rels. Gausah terlalu formal sama Tante. Eh, atau kamu panggil mama juga nggak apa-apa. Lagian kamu juga sudah Tante anggap anak sendiri. Mengerti?" Sambungnya.

Aku mengangguk tanda mengerti atas apa yang semua yang telah Tante Val jelaskan padaku.

"Siap, Tante Val!" Balasku tegas.

"Panggil Mama aja, Rels. Siapa tau ya kan jadi mama mertua nanti. Ups!" Goda Tante Val padaku.

"Apaan, sih tante jangan gitu, ah." Balasku terlihat canggung. Padahal dalam hati mah amit-amit jabang bayi.

"Hahaha bercanda, Rels. Beneran juga nggak apa-apa, sih." Ujar Tante Val tertawa sambil memukul-mukul bahuku. Duh, gini ya emak-emak kalo bercanda. Aku harus mencari cara untuk menghentikan percakapan ini. Jika tidak, bisa-bisa lenganku patah dengan jokes tante-tante yang garing banget ini.

"Oh, iya tiket tante jam berapa?" Tanyaku mengubah topik pembicaraan.

"Ya ampun, tante lupa sudah jam segini. Ya sudah kalo gitu tante berangkat dulu, ya. Jaga diri baik-baik, Rels. Dah!" Aku mengikuti Tante Val berjalan keluar rumah. Beliau mencium pipi kanan dan kiriku secara bergantian, sebelum akhirnya langsung bergegas memasuki mobilnya meninggalkan kami.

Kini aku harus memutar otakku dengan keras, memikirkan bagaimana cara aku membangunkan Si Tiang Listrik menyebalkan itu.

"Duh, ngapain gue harus disuruh ngebangunin orgil itu, sih? Ngerepotin banget." Dengusku pelan, kemudian berjalan ke kamar Si Tiang Listrik yang hanya berjarak beberapa meter dari kamar yang ku tempati saat ini.

Aku menahan tawa saat melihat gantungan nama 'Casvy's Room' berwarna pink yang menggantung di depan pintu kamarnya. Kayaknya emang seisi rumah ini pada demen warna pink, deh. Dari sekian banyak warna kenapa harus pink, woi?

Aku mengetuk pintunya berkali-kali. Tak ada tanda-tanda kehidupan di dalam sana. Sudah kuduga seorang Casvy pasti tidurnya seperti babi. Jangankan kurobohkan pintu kamarnya dengan tendangan mautku, banjir bandang dan dunia hancur pun aku yakin tidak akan bisa membangunkannya.

Aku memutar knop pintu kamarnya, ternyata tidak dikunci.

Tanpa berpikir panjang, seperti biasa aku langsung memasuki kamarnya. Ya, ini memang bukan pertama kalinya aku masuk ke kamarnya. Kami sudah berteman sejak kecil, hanya saja tidak pernah akrab sebab kami selalu bertengkar setiap kali disatukan.

Semenjak masuk SMA pun aku jadi jarang ke rumah Casvy. Mungkin hanya datang jika Mama menyuruh mengantarkan makanan kepada Tante Val atau hanya sekadar menyampaikan undangan, surat, atau apapun itu.

Aku mengamati setiap sudut kamarnya yang lebih luas dari kamar yang akan kutiduri malam ini. Buku-buku ditata dengan rapi di sepanjang rak buku dinding itu, beberapa miniatur kecil berdiri di sepanjang rak khusus mainan. Kamar ini memang terlalu rapi untuk ukuran kamar seorang laki-laki pada umumnya.

Ah, kenapa aku malah membahas kamar Casvy? Yang terpenting sekarang tugasku hanyalah membangunkan cowok gila ini, lalu urusanku selesai. Aku melangkahkan kakiku menuju rangjang kingsize serba biru itu, terlihat Casvy sedang berbaring di atas sana dengan wajah polosnya.

Ternyata Si Tiang Listrik ini lucu juga ya kalo lagi tidur.

Astaga, sadar Laurels Greisy! Dia cuma cowok menyebalkan yang tidak ada lucu-lucunya.

'BRUK! BRUK!'

Aku menendang ranjangnya sehingga menghasilkan suara yang lumayan keras. Beberapa detik kemudian ia mulai mengerjapkan matanya tanda mulai sadar dari alam mimpinya. Ia mengucek-ngucek matanya menatap heran aku yang saat ini sedang berada tepat di depannya.

"Bangun, anjir! Lo tau ini jam berapa? Setengah tujuh, begooo! Lo mau ngeladenin omelan satpam sekolah karena telat?" Bentakku.

Dia masih menatapku heran, "L-lo cegil! Ngapain lo di sini? Rambut lo kenapa, anjir." Kemudian ia mengalihkan pandangannya pada jam beker di meja samping ranjang tidurnya, "SIAL, GUE BISA TELAT!" Teriaknya menenggor bahuku hingga aku terjatuh ke ranjangnya.

Dasar orang gila. Bukannya berterima kasih udah dibangunin. Malah menenggorku dengan sekasar itu. 

BERSAMBUNG

Be My Mistake (The Story of CEGIL) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang