39. Laura's Past Wounds

2 0 0
                                    

"Kenapa? Lo nggak suka? Toh itu nggak seberapa dibanding lo ngebuat kaki kakak gue cidera dan kehilangan hal yang paling disukainya."

- BE MY MISTAKE (The Story of CEGIL)

[Author's POV]

Seketika mereka berdua tertawa bersamaan.

"Oh, iya by the way lo nggak mau cerita soal cowok lo ke gue?" Tawar Laura.

Laurels menggeleng, "Maksud lo Gerry Crimsen? Enggak, ah. Gue lagi nggak pengen bahas dia."

"APA?! Jangan bilang yang lo maksud Gerry Crimsen ketua OSIS Pinecrest Art School tahun ini?"

"Sudah gue duga, lo pasti bakal kaget. Adek lo ini punya standard tinggi kalo milih cowok." Laurels terkekeh lalu memalingkan wajahnya dari Laura.

"Eh, tunggu. Kok lo bisa tau kalo dia ketua OSIS tahun ini?"

"Rels, dia beneran Gerry Crimsen ketua OSIS lo?" Laurels tersentak oleh perkataan Laura. Ia menoleh mendapati Laura yang sudah banjir air mata.

"Iya, itu dia. Lo kenapa, Ra?" Laurels mengangkat tubuhnya lalu duduk menatap Laura tidak mengerti.

"Dia cowok nggak baik, Rels!! Lo inget nggak waktu gue pulang kacau banget? Itu semua perbuatan Gerry Crimsen."

Laurels menggeleng tidak percaya. "Nggak! Itu bukan Gerry. Gerry nggak kayak gitu, Ra. Berhenti ngomong yang nggak nggak, deh."

Flashback

Laura yang waktu itu masih duduk di bangku SMA tampak menundukkan dirinya ketakutan. Lelaki bertubuh mungil itu datang dengan tatapan mematikan.

"UDAH GUE BILANG!! JANGAN ANGGAP GUE REMEH, LAURA!!" Laura menangis, air mata mulai membasai pelupuk matanya.

"Tapi lo masih SMP, Ger. Lo tau kan gue udah SMA. Bentar lagi gue mau lulus, kita nggak bisa kayak gini." Ucap Laura lirih. Matanya tidak berani menatap Gerry.

"Tapi, meskipun gue lebih muda dari lo, gue sayang banget sama lo, Ra! Gue nggak pernah main-main sama perasaan gue. Udah gue bilang lo nggak perlu bahas soal usia di antara kita. Itu nggak penting tau nggak, sih!" Laura terpekur.

"Gue nggak pernah suka sama lo, Ger. Gue udah punya orang lain yang gue suka."

"SHIT!!! LO JAHAT BANGET, RA! Bisa-bisanya lo mainin gue selama ini. Lo pikir gue seremeh itu?" Gerry menepukkan tangannya di atas kepalanya. Seketika segerombolan siswa SMP datang menghampiri mereka berdua.

"Habisin cewek ini! Nggak ada toleransi buat penghianat kayak dia."

"Lo mau dia kita apain emang?" Tanya salah satu siswa itu.

"Botakin aja rambutnya!"

"Ger-" Laura menarik seragam mungil Gerry.

"Please, jangan kayak gini, Ger. Lo nggak boleh kayak gini." Gerry menghempaskan tangan Laura dari seragamnya membuat Laura terpental ke tanah.

"Gue udah sakit hati banget sama lo, Ra. Gue benci banget sama lo!" Gerry berjalan meninggalkan Laura, sedangkan segerombolan teman-temannya tampak mengerubungi Laura dengan salah satu siswa yang sudah membawa gunting di tangannya. Mereka memotong rambut Laura secara asal, Laura meraung ketakutan. Ia berteriak meminta tolong, namun, rasanya semuanya sia-sia. Tak ada siapapun yang menolongnya.

Sementara itu, sore harinya, Laurels tampak sedang membuat cookies bersama Casvy dan juga Rosalia Greisy di rumah Laurels. Laura membuka pintu dengan tangannya yang sudah dipenuhi oleh memar-memar. Rambutnya botak dan wajahnya seperti basah oleh air mata. Casvy dan Laurels menatap Laura ketakutan, sedangkan Rosalia langsung berlari membopong tubuh Laura yang tumbang dengan tangannya.

"Astaga, Laura. Kamu kenapa bisa kayak gini, nak? Apa yang terjadi sama kamu?" Tanya Rosalia khawatir. Ia berteriak histeris sambil menangis melihat anak sulungnya dilukai seperti itu. Tentunya Laura tidak bisa menjawab, Ia pingsan tak sadarkan diri.

Sejak saat itu, berhari-hari Laura dirawat di rumah sakit. Kaki dan perutnya terluka parah, Laura pun keluar dari club senam karena cidera parah pada salah satu kakinya dan keadaan mentalnya yang semakin memburuk. *dulu Laura adalah seorang atlet senam yang handal, tapi tidak di jelaskan di awal cerita*

Laura pun mulai menjalani terapi ke psikolog setiap minggunya, Laura kehilangan segalanya. Mengetahui itu, Rosallia selalu memperingatkan Laura untuk tidak dekat-dekat dengan laki-laki. Setelah kejadian itu pula Laura di pindahkan ke sekolah khusus perempuan karena rasa trauma yang dimilikinya.

Pernah saat itu Gerry datang sesekali untuk meminta maaf, namun Laura selalu menolaknya. Mustahil baginya untuk memaafkan seorang yang telah membuatnya kehilangan segalanya. Harapannya, masa depannya, perjuangan untuk melenturkan badan, juga kompetisi yang sudah menunggunya sedari dulu.

Flashback end

"Jadi, cowok brengsek yang ngerusak hidup lo itu Gerry?"

Laura mengangguk, "Please, Rels. Gue nggak mau lo terluka. Putusin dia dan jangan bernah berhubungan sama dia lagi. Gue nggak mau lo berakhir kayak gue waktu itu."

_______________________________________

'PLAKK' Laurels menampar wajah Gerry di hadapan banyak teman-teman di kelasnya.

"Kita putus!" Ujar Laurels datar.

Ia hendak membalikkan tubuhnya, tetapi Gerry menahannya. "Ada apa? Kenapa? Kamu kenapa tiba-tiba begini, Rels? Aku tahu waktu itu aku nggak bisa dateng disaat kamu dalam bahaya, tapi, aku rasa terlalu berlebihan kalo kita putus hanya karena satu kesalahanku itu."

"Kenapa? Lo nggak suka? Toh itu nggak seberapa dibanding lo ngebuat kaki kakak gue cidera dan kehilangan hal yang paling disukainya." Gerry membelalakkan kedua matanya.

"Laura? Maksud kamu, kamu adik Laura?" Ekspresi dingin semakin menyelimuti wajah Laurels.

"Nggak usah pura-pura ga tau gitu, dong. Lo udah tau kan dari awal? Makanya lo ga pernah mau ke rumah gue. Gue udah tau semuanya, Ger. Alasan lo deketin gue, gue udah tau!" Seru Laurels menatap Gerry dengan tatapan marahnya. Namun, tiba-tiba Gerry mencengkram bahu Laurels dan menarik tangannya secara paksa menuju ke luar kelas.

"Lepasin gue, anjir! Lo mau ngapain?" Teriak Laurels. Siswa-siswi yang menyaksikan adegan itu hanya terdiam. Tak ada Lucas dan Cloudy di sana. Hanya beberapa siswa. Teman-teman Laurels pun tak ada di kelas itu. Sementara Daniel tersenyum menyeringai.

"Pasangan bodoh!"

"Lepasin aku!" Teriak Laurels setelah Gerry berhasil membawanya ke gudang sekolah.

"Apa? Lo mau apa? Lo mau ngebotakin rambut gue kayak apa yang lo lakuin ke kakak gue?" Sergah Laurels semakin berteriak marah. Gerry menyengkram leher Laurels dengan tangannya, membuat Laurels sedikit merintih.

"DIEM!!! LO BISA DIEM, NGGAK!!" Teriak Gerry menggema.

"Lo nggak tau, Rels? Waktu itu gue datang ke rumah lo buat minta maaf..." Laurels kini menunduk ketakutan, sebab hanya ada mereka berdua di ruangan itu.

"dan lo tau apa yang terjadi? Laura ngeliat gue dengan tatapan seolah gue makhluk mengerikkan. Gue salah, gue tau. Setiap waktu gue kesel sama diri gue sendiri karena telah ngelakuin hal itu ke Laura. Gue terus nyalahin diri gue sendiri. Berkali-kali gue dateng buat minta maaf, tapi apa? Mustahil banget bagi gue buat dapetin maaf dari orang yang udah gue renggut masa depannya." Air mata menetes, membasahi pelupuk mata Gerry.

"Gue tau gue bener-bener bodoh banget waktu itu. Asal lo tau, seorang anak kecil dengan usia 13 tahun. Kesalahan terbesar yang pernah gue lakuin, sampe gue mutusin buat balik dan bergelut di dunia organisasi. Tapi, apa gue seneng? Nggak, Rels. Sepanjang hidup gue terus ngerasa bersalaah dan tertekan. Rasanya gue kayak dikutuk tau nggak sih." Lelaki itu mundur, meninggalkan Laurels yang terdiam bisu oleh perkataannya. Ya, Laurels harus pergi sebelum air mata itu terlihat oleh Laurels. "Andai kamu tahu, Rels.. Aku benar - benar tidak pernah bermain-main dengan perasaan cintaku padamu."

BERSAMBUNG

Be My Mistake (The Story of CEGIL) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang