PART I

190K 9.5K 155
                                    

Tanah yang tandus di perbatasan kerajaan aldwick dan kerajaan corfe. Tenda-tenda kecil berdiri kokoh di sekitar perbatasan kedua kerajaan, penuh dengan prajurit yang sibuk menempa senjata dan sekedar berlatih ketrampilan beladiri mereka jikalau perang memang harus terjadi. Di garis belakang kerajaan Aldwick sebuah tenda besar megah berwarna merah dengan hiasan gambar-gambar naga dari benang emas berdiri kokoh. Menuju jalan masuk terdapat karpet merah tergelar hingga ke dalam. Permadani merah dengan gambar bunga -bunga emas menjadi alas tenda tersebut. Meja putih panjang dikelilingi kursi-kursi kayu coklat. Di atas meja terdapat peta daerah sekitar dengan gambar timbul, beberapa bidak catur dengan dua warna berbeda tertata tak beraturan di atasnya, dengan simbol Raja dan prajurit, beberapa tempat sudah di beri tanda merah dengan bidak simbol raja di atasnya. Di dalam tenda tersebut juga di lengkapi ranjang ukuran besar, seprei kain sutra merah dengan perpaduan warna emas di bagian kayu ranjang.

Di dalam tenda, terlihat seorang pria dengan rambut sewarna perak, iris mata merah, kulit putih yang nyaris pucat. Di sampingnya seorang pria berdiri mendampinginya, pria bermata biru dan rambut blonde yang ditata rapi. Memiliki tubuh tegap dan gagah, sebuah pedang terselip rapi di pinggangnya.

"Bagaimana Aiden apa kita akan menyerang mereka malam ini? Aku tak sabar meporak porandakan kerajaan kecil ini." Pria dengan iris merah terlihat menatap kearah bidak-bidak catur di atas mejanya. Suaranya terdengar dingin dan datar.

"Apa anda tidak tertarik untuk membaca pesan dari Raja Charles terlebih dahulu yang mulia?" Aiden menyerahkan sebuah gulungan pesan pada Raja nya devian.

Ke pada Raja Devian

Saya Raja Charles dari Kerajaan Corfe, dengan ini menyatakan akan tunduk dan patuh pada Kerajaan Aldwick, tapi dengan syarat anda dapat menjadikan kami keluarga anda. Dengan senang hati saya akan melakukan penyerahan seluruh kerajaan saya pada upacara pernikahan anda dengan Putri kami satu-satunya Putri dari kerajaan Corfe. Putri Alice Alberta Gilmore Glade. Semoga anda berkenan untuk mempertimbangkan tawaran saya untuk mencegah peperangan dan pertumpahan darah. Anda bisa datang langsung ke kerajaan kami jika anda menerima tawaran kami.

Raja Charles Gilmore Glade

Tak lupa di pojok kanan surat terdapat stempel kerajaan resmi corfe berwarna merah dengan lambang prisai bergambar kepala kuda.

"Bagaimana menurutmu Aiden?" Devian menyerahkan surat itu pada Aiden.

"Saya rasa akan lebih baik untuk anda menerimanya yang mulia." Aiden memberi saran.

"Haruskah?" Devian terlihat berfikir serius. "Apa keuntungan yang akan kita dapatkan? Bagaimana pun aku bisa menguasai kerajaan ini tanpa harus menikah. Bukankah begitu?" Devian menatap Aiden tajam. "Atau kau meragukan kekuatanku?" terlihat Devian mulai tersinggung.

"Ma'afkan saya Yang Mulia, saya tidak bermaksud meragukan anda. " Aiden menunduk, memohon maaf pada Raja dihadapannya.

"Cari tahu apa rencana dan tujuan Raja Charles ? Laporkan secepatnya? " perintah Devian.

"Baik Yang Mulia!" Jawab Aiden cepat, Aiden segera keluar meninggalkan Devian.


Di Kerajaan musuh, seorang gadis duduk di kursi di balkon istana. Rambut perak panjang yang tergerai, iris mata berwarna biru menatap jejeran tulisan di sebuah buku tebal di tangannya. Sesekali sudut bibirnya tertarik keatas, membentuk senyum tipis yang terukir diwajahnya yang sempurna.

Brakk..

Keadaan tenang seketika menjadi agak gaduh saat seseorang membuka pintu dengan tergesa-gesa. Seorang pelayan itu berlari menuju sosok gadis itu.

"Yang mulia, apa anda sudah mendengar kabar?" suaranya terdengar keras. Gadis yang dari tadi terlihat fokus pada bukunya akhirnya beralih pada pelayan dihadapannya.


"Beryl, Apa yang terjadi? Kau bisa mengatakannya dengan perlahan." Kata gadis itu lembut.

"Yang mulia, saya mendengar kabar bahwa anda akan... "

"Kamu akan menikah" seseorang dengan cepat memotong laporan pelayan itu pada majikaannya.

"Ibu apa yang anda katakan?" gadis itu mengerutkan dahinya bingung.

"Putriku Alice, kau akan menikah." Kata wanita yang baru datang itu tegas.

"Saya menolak ibu." Ucap Alice singkat.

"Ini berbeda Alice, jika kau menolak kau akan melihat ayah, ibu dan seluruh rakyat mati dan kemungkinan terburuk kerajaan ini akan hancur."


"Apa maksud ibu?" Terlihat raut kebingungan di wajah cantik Alice.

"Saat ini kerajaan kita tidak dalam keadaan stabil Alice. Jika kerajaan Aldwick benar-benar menyerang kita akan hancur. Bahkan rakyat akan lebih menderita. Jadi mengertilah untuk kali ini." jelas ibu Alice dengan mata berkaca-kaca.


"Bukankah pasukan ayah terkenal dengan kekuatannya di medan pertempuran, ayah juga pandai dalam mengatur setrategi perang? Tunjukkan itu pada mereka ibu." Alice menatap ibunya, dalam hati ia berharap ibunya tidak tahu seberapa hebat ayahnya dengan begitu ia dapat menenangkan hati ibunya atau lebih tepatnya hatinya.

"Pasukan kita tidak cukup, saat ini ada pemberontakan di perbatasan dan di tambah serangan dari luar kerajaan akan berdampak buruk bagi kita." Jelas ibunya.

"Apa maksud ibu Perbatasan Timur? Tempat ayah mengirim Tyler Addinson."tanyanya tak percaya. "Kenapa ayah tidak pernah mengatakan apapun padaku?"

"Tenanglah nak, kita bisa melewati ini. Pikirkan baik-baik semuanya, jangan pikirkan ayah dan ibu. Pikirkan nasib kerajaan ini dan rakyat." Ibu Alice menarik tubuh putrinya dalam pelukannya.

Saat malam menjelang, disaat yang sama namun di tempat berbeda Putri Alice Maupun Raja Devian sama-sama tak bisa tidur. Bukan karena perasaan Cinta atau rindu pada kekasihnya, tapi lebih kepada memikirkan untuk menerima pernikahan itu untuk kekuasaan dan keselamatan atau membiarkan perperangan tetap terjadi.

I'm in love with a monster (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang