Chapter 42

40.4K 3.4K 86
                                    

Dua Bulan berlalu, Alice masih terlihat murung. Senyuman tak pernah lagi nampak semenjak gadis itu melupakan orang yang paling dia cintai. Ratu Dione dan Raja Charles telah berusaha untuk menghibur putrinya, Begitu pula Beryl yang selalu mencoba menceritakan semua cerita lucu maupun menyenangkan. Tapi, semua yang mereka lakukan akan berujung dengan isak tangis Alice yang kembali pecah.

Dengan wajah lesu Beryl berjalan menyusuri koridor kastil Corfe. Langkah kakinya membawanya berhenti di depan sebuah pintu besar sebuah ruangan. Beryl segera mengetuk pintu ruangan tersebut sebelum masuk.

Tok...tok.. Tok..

"Tuan Aiden, apakah anda di dalam?" Beryl sedikit meninggikan suaranya agar si penghuni kamar mendengar suaranya.

Tak berapa lama pintu terbuka. "Nona Beryl, anda datang lagi? " Tanya Aiden dengan senyuman ramah diwajahnya.

Beryl segera masuk keruangan Aiden, meskipun belum dipersilahkan. Aiden segera metup pintunya dan menyusul gadis itu masuk.
"Apa terjadi sesuatu? " Tanya Aiden cemas.

"Tuan Aiden, sampai kapan aku harus pura-pura tidak tahu tentang semua hal yang ditanyakan Yang Mulia. Aku tidak tega melihat Yang Mulia seperti itu." Beryl menunduk lesu.

Aiden menatap Beryl. "Kita tidak bisa melakukan apa-apa. Hanya Yang Mulia Devian yang dapat mengembalikan ingatannya."

"Tak bisakah anda bertemu Yang Mulia Devian?" lirih Beryl.

Aiden hanya menggeleng pelan. "Aku tidak bisa."

****
Di Aldwick telah terjadi begitu banyak kekacauan di istana maupun di seluruh wilayah kerajaan. Pemberontakan terjadi hampir diseluruh wilayah Aldwick. Kerajaan yang pernah ditaklukkan Devian juga melakukan perlawanan. Krisis melanda seluruh kerajaan karena banyak pejabat dan menteri yang melakukan penggelapan pajak dan berfoya-foya.

Seluruh pejabat berkumpul untuk melakukan rapat darurat. Adrian memarahi seluruh pejabat baru yang baru diangkatnya saat menjadi Raja.
"Seluruh pemberontakan ini, pasti sudah direncanakan oleh Raja Devian dan seluruh pendukungnya." Seorang pejabat menuduh Devian dengan marah.

"Jika dia berada di belakang semua kekacauan ini, bagaimana mungkin tak ada satu orang pun yang dapat menemukan keberadaan mereka?" Marah Adrian.

Adrian segera bangkit dari kursinya. "Harusnya kalian melakukan tugas dengan baik, bukan hanya duduk diam dan menerima gaji buta."

"Bagiamana dengan dirimu, kau juga mengadakan pesta tiap malam. Menghabiskan uang rakyat untuk wanita-wanita penghibur itu, padahal kau sudah memiliki istri." Sahut salah seorang pejabat yang tak lain adalah ayah Aleysia.

"Bukankah putrimu juga lebih bahagia, dia dapat juga lebih menikmati semua ini dan kau juga menikmati kedudukanmu bukan." Adrian menatap pria tua itu garang. Adrian berbalik membelakangi semua orang yang berada di ruangan itu. "Siapkan semua pasukan, aku sendiri yang akan memimpin mereka dimedan pertempuran." Gumamnya yakin.

"Tapi itu akan berbahaya, pasukan kita tidak cukup kuat untuk melawan seluruh pemberontak dan kerajaan lain."

"Aku sudah memiliki sekutu yang kuat, lakukan saja perintahku." Adrian segera beranjak keluar dari sana.

*****
Devian dengan gusar keluar dari kamarnya, dengan langkah cepat dia menuju Ruangan dimana kakeknya berada sekarang. Dengan kasar dia membuka pintu besar ruangan itu hingga menimbulkan suara yang cukup keras.
"CUKUP KAKEK!! Hentikan upacara konyolmu itu atau aku akan menghancurkan seluruh upacara bodohmu itu." Teriak Devian marah.

"Bukankah kau sudah berjanji? Kau tidak bisa menolaknya Devian."

"Tidak, aku tidak pernah berjanji." Devian mengangkat sebelah Alisnya. "Aku bilang akan kembali, bukan menjadi penerus dari orang yang membunuh ibuku. Orang yang membunuh Putrinya sendiri hanya untuk menyelamatkan reputasi dan juga kelangsungan kekuasaannya."

I'm in love with a monster (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang