Alice berlari menuju gerbang utama. Saat dia melewati lorong yang gelap seseorang membekap mulutnya. Alice mencoba meronta dan mencoba menyingkirkan tangan kekar yang membekapnya. Namun, perlahan tapi pasti tenaganya terasa menghilang. Orang itu menyeret Alice yang mulai kehilangan kesadarannya.
Perlahan penglihatannya mulai memudar, seakan kabut memenuhi pandangannya. Hingga semua terlihat gelap dan tubuh mungil itu terjatuh lemas.Di aula pesta, mayat-mayat bergeletakan hampir memenuhi seluruh aula. Seseorang tengah berdiri di tengah aula dengan pedang yang berlumuran darah. Darah masih menetes dari ujung pedang itu. Iris merahnya menatap tajam setiap mayat yang berada dibawah kakinya.
"Kalian memang sengaja mengantarkan nyawa kalian padaku. Dasar bodoh." Devian melangkah melewati setiap mayat yang menghalangi jalannya.
"Aiden bagaimana? Kau sudah memeriksa seluruh istana utama?" Devian menatap Aiden.
"Ada beberapa bangsawan yang terbunuh, tapi seluruh Raja maupun Ratu dari kerajaan lain selamat ,Yang Mulia." Jelas Aiden.
"Bagus, kirim kompensasi untuk setiap keluarga yang terbunuh maupun terluka. Aku tidak ingin disalahkan atas peristiwa ini. Segera selidiki bagaimana mereka bisa masuk ke istana, jika ada campur tangan dari orang dalam, hukum mati dia tak perlu membuka persidangan." Devian menyerahkan pedangnya pada Aiden. "Jangan lupa, bersihkan semuanya."
"Baik, Yang Mulia." Aiden menunduk memberi hormat.Devian hendak melangkah keluar. saat seorang prajurit dengan susah payang menyeret tubuhnya berada di koridor dekat aula utama. Mata Devian menyipit, dengan siaga dia mendekati orang itu. Saat berada jarak yang cukup dekat dia mulai mengenali wajah orang itu.
"Apa yang terjadi? Dimana Ratu? " wajah Devian mengeras.
"Ra.. Ratu.. Dibawa oleh mereka.." dengan susah payang prajurit itu bicara.
"Apa!! " seakan tak percaya Devian meraih kerah prajurit tersebut. Dia tak perduli apa dia kesakitan atau tidak. "Katakan sekali lagi!!! " perintah devian.
"Ra.. Ratu mengira.. Anda dibawa oleh mereka... Di.. Dia.. Mencoba menyusul anda." prajurit itu mencoba menjelaskan meski sulit untuk mengeluarkan suara.
"Yang Mulia, apa yang terjadi?" tanya Aiden yang kini sudah berada di dekat Devian.
Devian segera melepas cengkraman tangannya di kerah prajurit itu. Devian meraih kembali pedangnya yang dibawa Aiden.
"Obati dia! " setelah mengatakan perintahnya Devian langsung berlari keluar menuju luar istana.Saat Devian sampai diluar dia tak menemukan apapun. Hanya beberapa tubuh penjaga yang tergeletak lemah tak bernyawa. Devian melempar pedangnya frustasi.
"Lagi? Kau tak pernah mendengarkan aku.. " Iris merah Devian berkilat marah.Devian telah berada di ruang kerjanya, mengumpulkan orang-orang kepercayaannya. Devian terus mondar mandir, dia memegang kepalanya yang mulai berdenyut karena rasa marah, kesal, dan kawatir yang ia rasakan.
"Bagaimana bisa dia mendapat informasi palsu seperti itu?" tanya Devian kesal.
Dia menatap tajam satu persatu orang diruangan itu. Semua menunduk tak berani menatap Devian.Brakkkk...
Devian menggembrak meja kerjanya dengan keras, membuat beberapa orang terkejut.
"Aku sudah memberi perintah untuk membawanya ke kastilnya, apapun yang terjadi. Apa perintah itu kurang jelas, hah!! " Devian terus berteriak marah.
"Aiden, apa yang kau temukan? " Devian beralih pada Aiden yang berdiri disampingnya.
"Pengawal Ratu ditemukan tergeletak di dekat jalan keluar menuju gerbang utara. Menurut kesaksian prajurit yang anda temukan saat itu... ( Aiden mulai menceritakan kronologi penculikan Alice)
"Begitulah Yang Mulia, saya rasa serangan di pesta hanyalah pengalihan. Sasaran mereka dari awal adalah Yang Mulia Ratu." Aiden mengakhiri penjelasannya.
"Dimana mereka membawanya? "
"Mereka belum menemukan keberadaan Yang Mulia Ratu, yang jelas saat ini musuh tidak menempati lokasi yang dulu. Mereka terus berpindah, itu membuat kita kesulitan untuk mengetahui keberadaan mereka." jelas Aiden.
"Kalian dengar itu? Temukan Ratu, jika kalian tak bisa menemukannya dalam waktu 2x24jam kalian akan kehilangan kepala kalian mengerti." Devian menatap mereka tajam kemarahan telah menguasainya.
"Baik, Yang Mulia." Mereka segera keluar dari ruangan Devian.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm in love with a monster (Tamat)
Fantasy#1 in fantasy (19012017) Alice Alberta Gilmore Glade Putri cantik yang penuh talenta dan pintar, harus menerima kenyataan kalau dia dikorbankan untuk keselamatan kerajaan, keluarga dan rakyatnya. Mengorbankan seluruh kebebasan dan kebahagiaannya unt...