run away

69.2K 5.3K 29
                                    

Alice terkejut saat banyak penjaga dikastilnya, dia tak bisa keluar dari kamarnya karena penjaga melarangnya untuk keluar.
"Beryl, ada apa?  Apa yang terjadi?  Kenapa mereka menahanku?" alice begitu bingung dan takut.
"Hamba tidak tau yang mulia, tuan aiden hanya bilang kalau anda dilarang kemana-mana sebelum pasukan aldwick kembali dari corfe." jelas beryl.
Alice pun terkejut dengan penjelasan beryl, mata abu-abunya membulat sempurna.

Apa yang moster itu lakukan? Dia akan membunuh orang tuaku?  Dan menyalahkan pemberontak.

"Beryl bantu aku keluar dari sini, aku harus menemui ayah dan ibu sebelum pasukan aldwick sampai di corfe." alice menatap beryl.
"Ta..tapi yang mulia bagaimana saya melakukannya. Saya tidak berani, yang mulia devian akan marah jika saya melakukan itu." suara beryl mulai ketakutan.
"Ku mohon beryl, aku harus melakukannya. Devian akan membunuh orang tuaku. Apa kau tak mengerti?"
Beryl menatap alice bingung.
"Yang mulia anda salah paham... "
"Tidak beryl aku yakin, kau harus membantu ku." mohon alice pada pelayannya yang setia.
"Maaf yang mulia saya tidak bisa membantu anda kali ini, saya melakukannya demi kebaikan anda yang mulia. Saya permisi dulu." beryl pun menunduk dan pergi keluar.
Alice berdiri didepan jendela kaca besar di kamarnya, memikirkan cara terbaik untuk kabur.
*****
Devian masih sibuk dengan kertas-kertas dihadapannya, laporan dari setiap daerah dan beberapa surat dari kerajaan sekutu yang memberi selamat atas pernikahannya.
"Yang mulia, sudah larut sebaiknya anda beristirahat." saran aiden yang sedari tadi berdiri disampingnnya.
"Hmmm.. Ku rasa begitu." devian meletakan kertas yang dipegangnya."bagaimana ratu bodoh itu ? Apa dia berulah lagi ?"
" tidak yang mulia, ratu alice masih dikamarnya."
"Baguslah kalau begitu." gumam devian.
Saat devian keluar dari ruang kerjanya seseorang berlari dengan cepat menghampirinya.
"Yang mulia... Yang mulia devian." dia sedikit bertriak dan langsung menunduk didepan devian dengan nafas yang tersengal-sengal karena berlari.
"Baginikah caramu menghadap raja ? Pelayan dan majikan tidak ada bedanya." sindir devian.
"Ma..maafkan saya yang mulia." wanita itu yang tak lain adalah beryl mulai gemetar dan gugup karena takut.
"To..tolong, yang mulia alice. Saya mohon."
"Apa maksudmu ? Apa dia memohon untuk keluar ?" selidik devian.
"Yang mulia alice dia kabur yang mulia, dia mengira anda menyerang corfe dan dia sekarang sedang menuju kesana. Prajurit penjaga mencoba mengejarnya saat ini." jelas beryl dengan wajah ketakutan.
Plaakkkk ....
Sebuah tamparan mendarat dipipi pelayan itu.
"Menjaga majikanmu saja tidak bisa ? Dasar belayan tak berguna." devian mulai marah tak karuan.
"Aiden, siapkan kudaku kita menuju ke corfe. Jika aku menangkapnya lihat saja apa yang akan aku lakukan sebagai hukuman." mata devian berkilat tajam, dengan seringai yang mengerikan diwajahnya.
******
Alice memacu kudanya dengan cepat membelah jalanan yang begitu gelap dan sepi. Jauh dibelakangnya penjaga mengejarnya pendar dari cahaya obor terlihat dari kejauhan.
Sudah lebih dari 3 jam alice mulai memasuki hutan, hutan terasa lebih menakutkan dan mencekam saat malam hari dan tanpa dia sadari kaki kuda membentur akar pohon yang melintang di jalan. Hingga kuda itupun jatuh tersungkur begitu pula dengan elice. Dia mengerang karena rasa sakit di kaki dan lengannya.
Dia meraih belati yang terselip di pelana kudanya. Berjalan tertatih-tatih meninggalkan kudanya yang baru saja berdiri.
"Akan lebih mudah bersembunyi jika aku meninggalkan kudaku disini. Setidaknya aku bisa bertahan sampai Fajar." gumam alice.
Dia membenahi mantel yang dia gunakan dan menutup kepalanya dengan tudung mantel coklat yang dia pakai.
Samar-samar alice mendengar suara penjaga yang sudah menemukan kudanya. Alice segera menuju kesemak-semak berjalan masuk ke hutan.
Matahari menampakan cahayanya mengusir semua kabut di hutan yang lembab, menyinari wajah cantik alice, terlihat sedikit luka gores di dagunya. Matanya yang terpejam perlahan terbuka karena terganggu dengan sinar matahari. Dia tengah bersandar di pohon besar.
"Aaaa.. " dia sedikit mengerang kesakitan saat tanpa sengaja lengannya terbentur akar besar disampingnya. Dia menyibakan lengan bajunya dan melihat beberapa luka gores dengan darah yang sudah mengering dan luka lebam.
"Aku harus segera pergi." gumamnya.
Alice terus berjalan sudah cukup lama dia berjalan perutnya terasa mulai lapar. Saat dia keluar dari hutan tak jauh dia melihat desa kecil. Dia tidak tau kalau ini merupakan perbatasan corfe dan aldwick. Dengan cepat dia menuju kedesa itu. Dia segera membeli beberapa roti untuk sekedar mengganjal perutnya dan untuk bekalnya nanti.
"Yang mulia alice. " sebuah suara mengejutkannya,  dia segera berbalik memastikan apa itu penjaga aldwick atau bukan.
"Si.. Siapa anda? " tanya alice cemas.
"Jangan khawatir yang mulia saya... " pria itu sedikit berfikir. "Saya dulu pasukan corfe. "
"Benarkah?  Syukurlah,  tuan bisakah anda mengantarkan saya ke istana corfe." tanya alice lega.
"Tentu yang mulia, tapi apa yang anda lakukan disini jauh dari rumah? " selidiknya.
"Ahhh...  Itu.. Aku ingin melihat seperti apa kehidupan diluar istana dan aku tersesat sekarang." bohong alice.
"Baiklah mari saya antar." orang itu tersenyum.
******
Di tempat lain devian sudah sampai dikastil corfe tapi alice tak berada disana.
"Kemana gadis bodoh itu? kastil kita tak jauh dari perbatasan jika dia mengikuti jalan biasa harusnya di sudah sampai disini."
"Ampun yang mulia kami kehilangan jejak Ratu dihutan dekat perbatasan."
"Dia dihutan perbatasan? maksudmu dia diperbatasan tempat sekutu pemberontak itu? " tangan devian mengepak kuat.
"I... Iya yang mulia."
"Dasar bodoh, mengejar seorang wanita saja tidak bisa. Bagaimana kalian mengurus para pemberontak ? " umpat devian.
*****
Alice dibawa kesebuah mansion besar nan megah, banyak prajurit yang berlalu lalang tapi mereka bukan prajurit corfe.
"Maaf tempat apa ini?  Aku ingin bertemu orang tuaku." alice mulai cemas dan takut.
"Tenang saja yang mulia anda akan bertemu mereka." ucapnya. "Saya dengar anda menikah dengan Raja aldwick."
"I... Iya, kami menikah. Dia juga Raja yang baik." jawab alice berbohong.
Orang itu membawanya masuk seorang pria tengah duduk di ruangan megah dengan secangkir teh ditangannya.
"Tuan ada tamu yang ingin bertemu." ucap pria itu. "Seperti yang saya janjikan." imbuhnya.
"Keluarlah dan temui aira katakan aku yang menyuruhmu kesana." pria bermata coklat itu kembali menyesap tehnya.
Alice mengamati pria itu terasa tak asing, sebuah miniatur perahu kayu berada diatas meja.

Sepertinya aku pernah melihat perahu itu, tapi dimana?

Saat pria itu melihat kearah alice matanya membulat sempurna, kagum dan juga kaget.

Alice kau kah itu? Sudah berapa lama kita tidak bertemu?  Apa kau mengingatku? Kau masih cantik dan semakin cantik. Bagaimana aku harus menyapamu.

"Apa aku mengenalmu? " alice mengamati pria itu.
"Mungkin... " pria itu tersenyum manis. "Apa kau lupa? "
"Entahlah." jawab alice ragu dan berjalan mendekat kearah pria itu. Alice mengamati wajah pria asing dihadapannya. Mata coklat dan rambut coklat, hidung mancung dan bibir tipis yang selalu tersenyum.
"tyler addinson?  Kau kah itu? " tanya alice tak percaya. "Apa ayah mengirimmu kemari? "

Mengirimku kemari? Seperti dugaanku, ayahmu tak memberitahumu kalau aku memberontak. Ini karena keegoisan ayahmu, hanya karena aku bukan bangsawan atau dari keluarga kerajaan dia menolakku untuk menjadikan aku menantunya. Maafkan aku alice, aku harus mendapatkanmu bagaimanapun caranya. Kau juga mencintaiku kan? Kau selalu tersenyum padaku.

"Tyler kau baik-baik saja? " alice menatap tyler yang melamun.
"Hmmm..  Ya saya baik-baik saja yang mulia." spontan tyler berdiri dari duduknya. "Silahkan duduk." tyler mempersilahkan alice duduk.
"Mansionmu cukup besar, sudah lama kau tidak mengunjungiku diistana kau melupakanku? " alice cemberut kecewa.
"Hahaha...  Maaf yang mulia aku terlalu sibuk disini. Anda ingin secangkir teh? " tanya tyler.
"Tentu saja, aku sangat lelah."
"Ohhh..  Anda dari mana saja yang mulia? " tyler memberikan secangkir teh pada alice.
"Ingin melihat orang tuaku." alice meraih cangkir yang diberikan tyler. Saat itu mata tyler tertuju pada cincin dijari manis alice.
"Cincin itu... " wajah tyler memucat.
"Aku sudah menikah tyler, kau belum tau ya? " alice tersenyum kecut mengingat perjanjian konyol ayahnya dan devian.
"Me.. Menikah? "

"Tuan kita bisa mencoba mencari tawanan untuk menekan aldwick, aku dengar Raja aldwick menikahi seorang Putri tapi kami belum tau pasti siapa dia." kembali kata dari informannya terngiang. Jadi dia menikahi alice, monster sialan itu menikahi pujaanku. Akan aku hancurkan aldwick.

Tangan tyler menggenggam cangkir yang iya pegang dengan kuat.
"Tyler, kau kenapa?" alice tampak cemas melihat tyler.
"Hmmm..  Aku baik-baik saja, apa kau lelah?  Akan aku siapkan tempat tidur untukmu. " ucap tyler sambil beranjang berdiri.
"Tidak perlu tyler aku harus segera bertemu orang tuaku."

Tidak alice kau tidak boleh kemana pun.

"Aku akan mengantar mu besok. " bohong tyler.
"Tapi orang tua ku dalam bahaya tyler. Aku harus memperingatkan mereka."
"Memperingatkan?  Memperingatkan apa? " selidik tyler.
"Pasukan aldwick akan ke kastil, devian dia akan melukai orang tuaku." alice menunduk menangis tangannya yang masih memengang cangkir bergetar. Kesedihan menjalari tubuhnya.
Tyler berjalan mendekat dan memeluk tubuh alice.
"Aku akan mengirim utusan untuk memperingatkan mereka kau tetap disini, demi keamananmu." tyler mengelus rambut alice maaf aku berbohong padamu.

I'm in love with a monster (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang