Devian masih dalam posisinya, duduk dengan tenang di tepi ranjang besar alice. Iris birunya terus menatap gadis di depannya tanpa bosan. Sedangkan yang menjadi obyeknya malah terus menunduk dalam atau menatap kearah lain, yang jelas menghindar dari tatapan devian. Namun, tanpa sengaja tatapan meraka bertemu sejenak. Jantung alice semakin berpacu tak karuan, membuat wajahnya terasa panas dan memerah bak kepiting rebus dengan cepat alice memalingkan wajahnya dan di hentikan jari devian yang sudah menahan dagunya terlebih dahulu.
"Kau sedang menghindar dari pandanganku?" tanya devian lembut.
Alice hanya menggeleng pelan.
"Kalau begitu lihat aku."
Perlahan alice mengangkat wajahnya menatap iris biru devian. Devian kembali tersenyum.
"Jangan bergerak." bisik devian.
Perlahan devian mendekat kewajah alice. Seperti mengetahui situasinya alice memejamkan matanya. Tapi lama tak terjadi apapun, saat alice membuka matanya. 'Cup' di luar dugaan devian mencium bibirnya yang semerah cerry, mata alice membulat sempurna karena terkejut, lembut devian mengulum bibir manis alice, dan alice segera menutup erat mata dan bibirnya terkatup tak memberi kesempatan devian untuk mendapat lebih. Devian dengan lembut menggigit kecil bibir bawah alice, dan bibir mungil itupun sedikit terbuka dengan sigap devian segera menyapu seluruh bagian dalam mulut alice dengan lidahnya dan di akhiri dengan kecupan lembut di bibir alice.Devian mengamati alice yang masih menutup matanya.
"Buka matamu." perintah devian.
Alice membuka matanya jarak wajah devian hanya 3 cm dari wajahnya sontak membuat alice memerah karena malu dengan cepat alice menyembunyikan wajahnya di balik selimut.
"Ma.. Maaf yang mulia." terdengar suara gugup alice dari balik selimut.
Tawa devian hampir meledak keras namun yang keluar hanya tawa kecil dengan senyum lebar yang menawan.
"Apa kau tidak suka? "
Alice menggeleng dan mengintip dari balik selimutnya mengamati devian.
"Haruskah aku pergi? " devian hendak beranjak dari sana namun tangan alice mencegahnya.
"Jangan. Tetaplah disini sebentar."
"Kau butuh istirahat." devian membelai pipi alice lembut. Namun, bibir alice mengerucut mengekspresikan kekecewaannya dan dengan mata yang sedikit berkaca-kaca dia menatap devian.
"Jangan menatap ku begitu."
"Maafkan aku." alice menunduk masih dengan ekspresi yang sama.
"Ahhh.. " devian mendesah frustasi tak tega menatap alice seperti itu. "Baiklah, aku akan menemanimu sebentar. Kau tau ini akan sangat berbahaya jika batas kewarasanku hilang." akhirnya devian menyerah.Entah bagaimana namun kini alice dan devian telah duduk berdampingan.
"Yang mulia jika aku bertanya sesuatu pada anda apa anda akan marah? " tanya alice hati-hati.
"Entahlah, itu diluar kehendakku. Tapi, coba aku dengarkan pertanyaanmu?"
Wajah alice berubah serius, dengan lembut alice membelai pipi devian. Membuat pemiliknya terpejam sesaat.
"Bagaimana anda memiliki 2 sisi yang sangat berbeda ini? Sejak kapan anda menjadi seperti ini? " tanya alice pelan.
Devian menatap alice meraih jemari alice yang membelai pipinya dan tersenyum simpul.
"Mungkin kau akan membenci ku setelah ini, tapi aku tak ingin memulai semua ini dengan kebohongan alice."Devian menutup mata alice dengan sebelah telapak tangannya. Membuat seluruh pandangan alice terhalang dan menjadi gelap. Pelahan tangan devian mulai menggeser tangannya dan alice membuka matanya. Entah dimana namun yang jelas sekarang mereka tak berada di kamar alice.
Mereka tengah berdiri di hutan, alice tak mengetau dimana tempat ini. Mata alice menyapu seluruh penjuru hutan begitu sepi. Seperti mengetahui kebingungan alice devian menggenggam tangan gadis itu.
"Tenanglah ini hanya sepenggal ingatan dari seseorang yang aku lihat dan beberapa ingatanku." jelas devian.Ssrrrkkkk....
Terdengar suara dari semak-semak, alice segera merapat kearah devian. Mata waspada alice terus menatap kearah semak yang bergerak. Devian hanya menatap alice yang ketakutan. Entah berapa kali devian melihat hal ini, namun kali ini terasa cukup menghibur hatinya.
"Tenanglah.. " saat devian akan menenangkan alice. Seekor rusa melompat dari balik semak.
"Aaaaaaa... " sukses membuat alice berteriak ketakutan. Alice memeluk devian erat dan rusa itu berlari menembus mereka.
"Ahhhh... "Mata alice kembali membuat sempurna dia melepas pelukannya pada devian dan menyentuh tubuhnya.
"A.. Apa yang terjadi.. Ke.. Kenapa? " terlihat wajah alice yang kebingungan.
"Tenanglah. " gumam devian melihat kearah rusa.
Tak berapa lama setelah rusa itu menghilang beberapa orang berkuda muncul mengejar rusa itu dengan cepat.
Seluruh pemasangan itu memudar di sekeliling devian dan alice di penuhi kabut dan mereka sudah berada di tempat lain.
Seorang pria berusia 30 thnan tengah membantu seorang gadis yang terluka.
"Bukankah itu Raja aaron? " gumam alice dan devian hanya mengangguk sebagai jawabannya.
"Dia mirip dengan mu." alice tersenyum pada devian namun devian tak menghiraukannya membuat alice diam dan melihat kearah mereka.
"Siapa wanita itu? " tanya alice pada devian.
"Ibuku. " jawab devian singkat.
Alice menatap lekat wanita muda ibu devian. Mata merah yang sama saat devian menjadi kasar dan kejam. Tapi dia berbeda dia terlihat baik bagi alice.
"Nona kau baik-baik saja? " tanya Raja aaron muda.
"Saya baik-baik saja." jawab gadis itu sambil meringis menahan sakit.
"Aku akan membawamu ke istana untuk di obati."
"Tidak perlu rumahku dekat sini anda juga terluka karena mencoba menolong saya." jawab wanita itu.
"Bagaimana kau bisa terlibat dengan monster seperti tadi? " tanya Raja aaron muda.
"Entahlah." jawab gadis itu singkat.Kabut kembali muncul, beberapa gambaran muncul dengan cepat. Raja aaron muda yang mencium ibu devian. Berubah lagi mereka berdua yang bersama menaiki kuda. Berubah ke acara pernikahan dan berhenti di tempat lain.
Sebuah tempat yang cukup gelap namun masih dapat melihat ruangan itu remang-remang. Mungkin sebuah kastil tua. Seluruh dinding kastil terbuat dari Batu hitam terdapat patung-patung monster bersayap di setiap bagian atas pilar yang menjulang diruangan ini. Sebuah singgasana besar dan seorang laki-laki yang terlihat seumuran dengan ayah alice. Tengah duduk disingga sananya dengan sorot mata kejam iris merahnya mendominasi mampu membuat bergetar semua orang yang melihatnya.
"Sudah 4 tahun sejak kau menikah dengan putriku." suaranya yang besar menggema di seluruh penjuru ruangan ini.
"A.. Ayah"
"Beri aku cucu atau aku akan mengambil putriku kembali. Kita sudah membuat perjanjian aaron. Kau bisa memiliki Putri ku dan aku bisa memiliki cucuku sebagai penerusku." suara besar itu kembali memenuhi ruangan itu.
"Ta.. Tapi, ayah.. A.. Amary."
"Akan aku beri kesempatan 1 thn jika kau tak bisa menepati janji amary akan kembali kemari. Kau tau tak ada kata tidak. "
"Baik ayah. "
Kabut kembali muncul dan gambaran berubah-ubah dengam cepat, ibu devian yang mengandung dan saat devian lahir.
"Devian.. " suara lembut bergumam senyum ibu devian mengembang dan hilang.
"Kau harus jadi anak yang baik." suara itu kembali terdengar. "Jangan menyakiti saudaramu, jangan iri, jangan ada kebencian. Matamu mirip ayahmu. Jangan terjebak dengan emosimu." suara-suara itu terus terdengar sengan cepat bayangan gambar ingatan itu bergerak cepat dan hingga di gambar itu berhenti saat Raja aaron dan ratu amary bertengkar.
"Jangan bawa devian pada ayah, ayah akan merubahnya menjadi seperti dirinya." terlihat cairan bening telah membasahi pipi ibu devian.
"Tapi, aku tak bisa membiarkan ayahmu membawamu pergi."
"Lebih baik aku mati." kata ratu amery penuh amarah.
"Lalu apa yang harus aku lakukan, bagaimana pun devian setengah iblis. Dia tak akan cocok disini? "
"Lalu bagaimana dengan diriku yang sepenuhnya iblis? Setidaknya aku punya hati."
"Kau tau devian lebih berbahaya karena emosi manusia tak stabil, emosi devian akan berbahaya jika dia tak dapat menekan jiwa iblis yang ia miliki dia akan membunuh semua orang."
"Selama devian tak melihat pertumpahan darah jiwanya tak akan terbangkitkan. Aku telah menyegelnya."
"Kau tau ayahmu akan melakukan apapun untuk mendapatkan devian dan dirimu."
"Cegah devian untuk melihat pertumpahan darah kau sudah menggunakan alasan yang tepat pada ayahku devian menjadi Putra mahkota disini ikatan devian dengan tanggung jawab itu tak akan bisa memaksa ayah. Tanpa keinginan devian sendiri." jelas ratu amery.Tak..
Terdengar suara ranting patah, alice menatap kearah belakang.
"Adrian" gumam alice pelan.
Devian menatap alice lekat. Dia juga melihat keberadaan Adrian, jadi ayah menyembunyikan semuanya. Dia sengaja tak meneruskan penyelidikan itu.Kabut kembali muncul dan meski mereka masih di tempat yang sama keadaan telah berubah, jago merah telah menjilat seluruh bangunan. Puluhan orang tengah berperang. Dari dalam bangunan itu ratu amary berlari keluar dengan luka di tubuhnya sebagian gaunnya terbakar. Dia terjatuh kelantai dan dari arah lain devian dan Adrian berlari ke kerumunan orang yang tengah berperang. Devian menerobos semua orang dan segera mendekap ibunya erat.
"Ibu apa yang terjadi bu? " devian muda telah menangis mata birunya dipenuhi air mata.
"Devian... Ibu tidak apa-apa." suara ratu amary terdengar lemah.
"Bu.. Katakan padaku siapa yang melakukannya." devian mulai diserang emosi karena keadaan ibunya.
"De.. Devian, jangan terjebak.. Ingat di dalam hati.. Mu." perlahan tangan ibu devian yang penuh darah memegang dada devian dan sesaat kemudian tangan itu terjatuh dan lemas.
"IBU!!!! "
alice menatap devian yang sekarang, tangan alice mulai terasa sakit saat genggaman tangan devian menjadi semakin erat.
"Devian" gumam alice.
Mata devian telah terpejam erat. Alice segera berdiri didepan devian.
"Devian lihat aku, kau bisa melihat ku kan? " gumam alice lembut.
Dahi devian mulai berkerut, seakan menahan sesuatu yang menyakitkan.
"Ayo kita hentikan dan kembali, devian." Tangan lembut Alice membelai pipi devian. Membuat devian membuka matanya.
Alice sedikit lega saat melihat iris biru devian dan dia pun tersenyum.
"Ayo aku ingin istirahat." gumam alice sembari memeluk devian. Perlahan alice memjamkan matanya dan saat membuka matanya dia telah berada di kamarnya lagi.
Alice melepas pelukannya dan menatap devian. Perlahan alice menari devian menyandarkan kepala devian dalam dekapannya.
"Tenanglah, semua sudah berlalu." gumam alice lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm in love with a monster (Tamat)
Fantasy#1 in fantasy (19012017) Alice Alberta Gilmore Glade Putri cantik yang penuh talenta dan pintar, harus menerima kenyataan kalau dia dikorbankan untuk keselamatan kerajaan, keluarga dan rakyatnya. Mengorbankan seluruh kebebasan dan kebahagiaannya unt...