your eye

58.5K 5K 46
                                    

Your eye

Devian berjalan cepat meninggalkan ruang tamunya, meninggalkan tuan bernett. Tapi, tuan bernett terus mengikuti devian dari belakang. Dengan gusar devian berbalik menatap tuan bernett tajam, sedang tuan bernet terdiam membeku. Tubuhnya mulai gemetar ketakutan, keringat dingin mulai keluar dari dahinya. Devian menyeringai mengetahui lawannya yang mulai ketakutan.

ternyata alam bawah sadarmu masih cukup peka dengan keadaanmu saat ini bernett, manusia memang bodoh.’ Pikir devian.

“apa lagi yang kau inginkan ?” suara datar devian menggema di koridor yang sepi.
“a..apakah anda ingin membodohiku yang mulia ? anda ti..tidak pernah mengunjungi istri anda saat malam hari.” Suara tuan bernet bergetar menahan rasa takut.
“dari mana kau tau ?” wajah devian mengeras.
“da..dari..”
“menantumu ?” tebak devian cepat, mata coklat tuan bernet membelalak kaget. “jadi benar, apa dia juga yang menginginkan pernikahannya di percepat, atau putrimu yang takut calon suaminya lari ?” devian terus melangkah mendekat kearah tuan bernett membuat orang itu mundur beberapa langkah.

“te..tentu sa..saja, me..mereka saling me..mencintai.”

“menarik, jika dia yang menginginkannya suruh dia datang padaku besok pagi saat sarapan. Kau juga boleh datang untuk melihatnya. Pasti menyenangkan.”
“saya sendiri yang akan meminta pangeran hadir, saya juga akan disana yang mulia.”
“aku tidak sabar menantikannya dan juga soal aku yang tidak mengunjungi ratuku itu salah aku akan mengunjunginya.” Devian menyeringai memamerkan gigi putihnya dan segera meninggalkan tuan bernett.

****
Di kamarnya alice sudah bersiap di tempat tidurnya, dia memengang buku di tangannya namun mata birunya menatap ketempat lain. Di bibirnya masih tersungging senyum yang menawan. Rambut peraknya tergerai sempurna.

Tok.. tok.. tok..

“yang mulia ratu, yang mulia devian datang untuk berkunjung.” Terdengar suara dari balik pintu besar kamarnya.
“apa !!!” alice terkejut dengan cepat dia meraih jubah tidur panjangnya yang berwarna biru, ia memakainya buru-buru dan segera melangkahkan kakinya untuk turun dari tempat tidur. Namun saat dia akan melangkah kearah pintu kakinya tersangkut di antara slimut tebalnya yang menjuntai dilantai, membuatnya terjatuh ke lantai dan pada saat yang sama pintu kamarnya terbuka. Laki-laki beriris merah itu pun hanya menatap alice datar.

“tutup pintunya.” Perintah devian cepat. Dengan cepat pelayan segera menutup pintu kamar yang besar itu.
Alice menunduk menyembunyikan wajah merahnya karena malu. Perlahan alice berdiri dari lantai dan membenahi bajunya. Saat alice melihat kearah pintu devian sudah menghilang dia sudah duduk diam di kursi panjang dekat jendela besar kamar alice.

Alice menghampiri devian dengan ragu mengamati pria itu, devian memakai jubah tidur berwarna biru tua. Rambut peraknya terlihat masih sedikit basah dan acak-acakan. Wajahnya seperti biasa dingin dan terlihat tak bersahabat.

“maaf yang mulia, apa ada sesuatu yang ingin anda sampaikan ?” Tanya alice lembut.
“jangan pedulikan aku.” Ucap devian datar. “anggap aku tidak disini.”
Alice duduk dikursi di samping devian. “apa ada sesuatu yang terjadi ?”
Devian menatap alice tajam, seakan ingin mengatakan ‘bisakah kau diam!!’
Alice pun tak melanjutkan pertanyaannya dan segera beranjang kearah tempat tidurnya.

Dari sana alice menatap punggung belakang devian, entah mengapa meski seperti ini bagi alice sudah sangat menyenangkan. Alice membaringkan tubuhnya menutup sebagian tubuhnya dengan selimut tebal, sedang devian hanya terdiam di kursi tak bergerak sedikitpun. Hanya kesunyian tak ada suara apapun.

Perlahan mata alice terasa begitu berat, jam besar di dekat ranjang alice menunjukkan pukul 12.10. alice mulai terlelap dalam tidurnya, malam begitu sunyi. Tak ada suara apapun hanya suara tarikan nafas seorang ratu yang terlelap. Devian masih berada di posisinya terdiam, perlahan iris mata merahnya memudar. Membuat pandangan matanya kabur, devian mengerjabkan matanya beberapa kali menyesuaikan pandangannya dengan iris biru nya.

“jarak pandangku berkurang karena aku manusia.” Pria itu mengamati sekelilingnya menatap segala penjuru kamar ini dan pandangannya berhenti di sana melihat alice yang terbaring dengan wajahnya yang tenang.
Perlahan devian mendekat kearah alice, mengamati setiap inci dari wajah cantiknya. Perlahan tangan devian terangkat dan menyentuh dahi gadis itu, merasakan kulit halusnya.
“maafkan aku begitu kasar pada semua orang yang kau sayangi.” Gumamnya perlahan.

Sentuhan tangan devian perlahan turun membelai pipi alice, alice bergerak merasakan sentuhan dikulitnya. Devian terdiam membeku, tak berani bergerak. Perlahan alice membuka matanya mengerjapkan matanya menyesuaikan matanya yang masih terasa berat karena rasa kantuknya. Dan saat gadis itu sadar sepenuhnya, dia menatap pria yang tak asing namun terasa begitu asing baginya. Terkejut, alice segara bangun menepis tangan orang itu dan menarik selimutnya untuk menutup sebagian tubuhnya. Dengan cepat alice bergerak menjauhi pria itu.

“si..siapa anda?” Tanya alice kaget.
Devian tersenyum hangat, dia menatap alice lembut.
“aku suamimu, devian.”
“anda bercanda, devian…. Maksudku yang mulia devian memiliki mata yang berbeda.”
“benarkah ?” terlihat wajah devian serius dia pun duduk di tepi ranjang besar alice. “jangan membuatku kecewa ratu, aku sudah berusaha keras untuk tidak melukaimu selama ini.”
“apa maksud anda.”
“maksudku, sangat sulit mempertahan kan sisi manusiaku yang hanya tinggal sepertiga dari kesadaranku.” Gumamnya di sertai senyum yang manis.
Perlahan alice kembali mengingat saat devian terluka karena menolongnya, ‘ mata itu mata yang sama aku tidak salah lihat’

“apa yang kau fikirkan, ratu ?” devian menatap alice tajam.
“sejak kapan anda seperti ini yang mulia ?” gumam alice.
“jangan bertanya hal itu, itu hanya akan membuatmu mimpi buruk.”devian menunduk menyembunyikan kekecewaan yang entah kenapa ia rasakan.
Perlahan alice mendekat dan menatap devian lembut.
“mata anda sangat indah.” Puji alice
“begitu pula milikmu, mata menyimpan begitu banyak misteri bukankah begitu?”
“yang mulia, anda lebih ramah tak bisakah anda seperti ini ?” Tanya alice perlahan. Devian hanya menjawab alice dengan senyuman.
Devian beranjak dari ranjang alice berjalan perlahan kearah jendela besar kamar itu, alice pun mengikuti devian, berdiri dibelakangnya.
“aku tidak ingin menunjukkan sebagian diriku yang hanya sementara.” Gumam devian perlahan. “ harusnya hari ini kau tak melihat ini.”
“Kenapa yang mulia ?”
“kau pasti juga akan meninggalkanku.” Devian menatap alice, sorot matanya menunjukkan penderitaan dan luka.
“saya tidak akan meninggalkan anda, yang mulia.” Alice mendekat kearah devian.

Namun devian terjatuh ke lantai devian perlahan merintih kesakitan dia terus memegangi kepalanya seakan ada rasa sakit yang teramat sangat yang ia rasakan.
Panic alice pun segera memegang devian memeluk suaminya erat.
“yang mulia apa anda baik-baik saja ? yang mulia !!” wajah alice terlihat khawatir.
“apa ada orang diluar, seseorang cepat masuk, yang mulia kesakitan.!!” Alice berteriak panic, namun tak ada seorang pun yang menjawab. Dengan cepat alice berlari kearah pintu dan saat sampai diluar kamar dia hanya menemukan aiden yang bersandar di samping pintu. Aiden langsung menatap alice yang membuka pintu, sorot mata yang khawatir.

“yang mulia apa yang terjadi ?” Tanya aiden cepat.
“ya..yang mulia dia…” air mata alice mulai menggenang. Aiden dengan cepat berlari masuk ke kamar alice di ikuti alice di belakangnya.
“yang mulia !!” aiden memanggil devian.
Namun, saat sampai disana aiden hanya melihat devian yang duduk di kursi sambil memejamkan matanya. aiden pun segera menunduk memberi hormat. Sedang alice segera duduk disamping devian mengguncang tubuh pria itu.

“yang mulia, apa anda baik-baik saja.”
“tutup mulutmu sialan !!!” Perlahan devian membuka matanya, iris merah menatap alice tajam tangan devian mencengkram leher alice, membuat alice kesulitan bernafas.
“tak seharusnya kau ada disini bodoh.” Devian memperkuat cengkramannya. Tanga mungil alice mencoba melepas cengkraman devian. Air mata alice perlahan turun, wajah alice mulai memerah karena kekurangan oksigen.
“yang mulia anda akan menyakiti ratu alice, sebentar lagi fajar anda harus pergi bertemu tuan bernett.” Aiden mencoba mengalihkan perhatian devian.
“begitukah ?” devian menatap alice  kesal, dengan kasar devian melepas cengkramannya membuat alice terjatuh ke lantai dan terbatuk-batuk.
“sebaiknya jaga sikapmu.” Ucap devian datar. “aiden persiapkan semuanya.”
“baik yang mulia.” Aiden pun segera beranjak pergi.
“tak seharusnya kau melihat nya.” Gumam devian kesal. Devian segera beranjak pergi namun langkahnya terhenti di depan pintu.
“sebaiknya kau segera bersiap untuk sarapan bersama pagi ini, jangan sampai terlambat.” Setelah mengatakan itu devian langsung melangkah pergi.

I'm in love with a monster (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang