Chapter 41

41.1K 3.7K 153
                                    

Alice baru saja terbangun dari tidurnya. Gadis itu mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru ruangan. Sesaat kemudian bulir air mata menetes begitu saja dari matanya. Raut wajahnya terlihat begitu murung. Meskipun dia tak tahu apa yang sudah dia lewati, tapi ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Seperti terdapat lubang besar dalam hatinya yang terasa begitu menyesakkan. Tak berapa lama kemudian suara isak tangis terdengar dari sela bibirnya. Jemari mungilnya meremas kuat bagian tengah dadanya, menerka kembali apa yang terjadi padanya. Kenapa dia merasa begitu sakit dan sesak?

Saat Ratu Dione masuk ke kamar putrinya bersama para pelayan, betapa terkejutnya dia ketika melihat Alice menangis sesenggukan. Dengan langkah terburu-buru Ratu Dione segera menghampiri Alice.
"Sayang, apa yang terjadi? Apa kau sakit? Katakan pada ibu, mana yang sakit?" Tanya Ratu Dione khawatir.

"Ibu!!! " Alice segera memeluk ibunya erat. "Kenapa begitu sakit? Apa yang terjadi? Kenapa begitu menyesakkan, bu? Kenapa? Apa yang salah? Katakan padaku? Aku merasa kehilangan sesuatu yang begitu berharga bagiku, tapi kenapa aku bahkan tak tahu apa yang hilang. Aku harus bagaimana?" Alice terus terisak dalam pelukan ibunya.

Dengan air mata berurai Ratu Dione mengelus punggung putrinya lembut. Hati ibu mana yang tak akan sakit melihat putrinya begitu terpuruk dan menderita. Tapi, apa yang bisa ia lakukan? Bahkan, dia sendiri pun juga tak bisa mengatakan apapun tentang apa dan siapa yang menghilang dari kehidupan putrinya.
"Tidak, apa-apa! Semua akan baik-baik saja. Ibu disini sekarang, ibu akan menjagamu." Lirih Ratu Dione mencoba menenangkan putrinya.

Setelah beberapa saat, Alice sudah berganti pakaian dan duduk di depan jendela kamarnya. Menatap kosong keluar jendela.
"Yang Mulia, anda ingin makan sesuatu. " Seorang pelayan mencoba menawarkan makanan pada Alice.

Tapi, gadis itu hanya menggeleng lemah. "Bisakah kau keluar, aku ingin sendiri." Gumam Alice lirih.

Semua pelayan segera keluar dari kamar Alice. Gadis itu masih terdiam, menyandarkan kepalanya di kursi. Perlahan gadis itu bangkit dari kursinya dan berjalan keluar kamar. Menyusuri koridor sepi di kastil kerajaan Corfe.
"Berhenti disana!! " Samar dia mendengar sebuah suara seseorang. Alice mengedarkan pandangannya tapi tak menemukan siapapun di sekitar tempatnya berada.

Alice kembali berjalan keluar istana dan duduk disalah satu bangku Taman istana. Tak jauh dari tempat Alice berada Aiden tengah mengamati gadis itu dan akhirnya memutuskan untuk menyapa.
"Selamat pagi, Yang Mulia!! " Sapa Aiden dengan hormat.

Alice mendongak untuk melihat siapa yang menyapanya, gadis itu berusaha untuk mengingat siapa pria di depannya. Meski membutuhkan usaha yang keras akhirnya dia dapat mengingat pria itu.
"Tuan Aiden, selamat pagi." sapa Alice kembali. "Anda ingin duduk? " Alice menawarkan.

"Tidak perlu Yang Mulia, saya sedang bertugas." Tolak Aiden halus.

Alice tersenyum tipis dan menggeser duduknya. "Tak ada yang melihatmu."

Aiden berpikir sesaat dan kemudian memutuskan untuk duduk sebentar. "Bagaimana keadaan anda? "

"Jauh lebih baik, bolehkah aku bertanya sesuatu?" tanya Alice hati-hati.

"Tentu, apa yang ingin anda tanyakan? " Aiden mempersilahkan.

"Dalam mimpiku semalam, aku melihat seseorang bersamamu. Tapi aku tidak tahu siapa dia, atau bagaimana wajahnya. Apa kau pernah mengenalnya atau mungkin bekerja dengan seseorang."

Aiden terdiam membeku, sesaat dia berfikir bagaimana menjawabnya. "Entahlah, saya bekerja dengan banyak orang. Mungkin itu sebagian dari mimpi anda. Anda tahu, bunga tidur? Anda butuh istirahat." Aiden mencoba menyembunyikan kegelisahan dalam kalimatnya.

I'm in love with a monster (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang